Siapa yang tidak kenal dengan budaya yang satu ini, iya Hari Raya Nyepi. Budaya yang satu ini kebanyakan dilakukan oleh orang Bali yang beragama Hindu. Karena di Bali penduduknya mayoritas beragama Hindu. Jadi sangat kental sekali budayanya disana. Namun sekarang agama Hindu sudah tersebar, akhirnya perayaan Hari Raya Nyepi ada di seluruh Indonesia.
Nyepi berasal dari kata sepi (sunyi, senyap). Hari raya Nyepi sebenarnya merupakan perayaan tahun baru Hindu berdasarkan penanggalan atau kalender Saka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tidak seperti perayaan tahun baru masehi, tahun baru Saka di Bali dimulai dengan menyepi.
Arti kata menyepi disini tidak ada aktivitas seperti biasa. Semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti bandar udara internasional juga ditutup, namun tidak untuk rumah sakit.
Perayaan Nyepi memang berbeda dengan budaya lainnya. Biasanya merayakan tahun baru Saka identik dengan kemeriahan. Orang akan merayakan dengan mengadakan berbagai macam pesta maupun hanya sekedar kumpul dengan keluarga. Namun beda dengan Nyepi, karena budaya ini cenderung dengan berdiam diri di rumah untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Hyang Widhi melalui sembahyang, puasa, dan meditasi dengan tambahan introspeksi diri, untuk mengevaluasi nilai pribadi seperti cinta, kebenaran, kesabaran, dan kemurahan hati.
Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia/microcosmos) dan Bhuana Agung (Alam Semesta/macrocosmos). Sebelum dan sesudah Hari Raya Nyepi, terdapat beberapa rangkaian upacara yang dilakukan umat Hindu, khususnya di daerah Bali. Apa saja rangkaian upacara tersebut ?
- Melasti
Upacara Melasti ini merupakan ritual yang dilakukan pertama kali sebelum menyambut Hari Raya Nyepi. Biasanya ritual ini akan dilakukan 2 – 3 hari sebelum moment ritual Nyepi. Upacara Melasti atau Mekiis, ada juga yang menyebutnya Melis. Fungsi ritual ini ialah penyucian, baik terhadap masing-masing individu maupun seluruh piranti upacara (pretima) untuk melaksanakan ritual catur brata penyepian di hari Nyepi. Ritual ini biasanya dilakukan di laut, danau, atau sungai juga sumber mata air.
Menurut kepercayaan mereka bahwa laut, danau, atau sungai merupakan sumber air suci (tirtha amerta) dan dipercaya seluruh kecemaran (sarwa mala) bisa dilebur sekaligus disucikan dengan air tersebut.
- Tawur Kesanga
Upacara Tawur Kesanga memiliki beberapa sebutan, antara lain Pangrupukan atau Tawur Agung. Ritual ini diselenggarakan sehari sebelum ritual Nyepi. Tepatnya ialah saat Tilemsasih Kasanga (bulan mati yang kesembilan) dilakukanlah upacara Bhuta Yadnya. Ritual ini ialah memberikan persembahan (mecaru) pada Bhuta Kala di alam bawah atau Bhur Loka.
Tawur Kesanga diadakan saat pergantian tahun menurut perhitungan kalender Hindu Bali. Tujuan upacara ini ialah menjaga keseimbangan alam semesta (Bhuana Agung) maupun diri manusia (Bhuana Alit) dari gangguan Bhuta Kala.
Pada momen ini dilakukan apa yang disebut Pangrupukan, yaitu menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan memukul kentongan hingga gaduh. Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Bhuta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar.
Pada ritual Tawur Kesanga inilah, Ogoh-ogoh sebagai bagian kekayaan tradisi lokal Bali dan sekaligus festival seni berlangsung. Ogoh-ogoh biasanya berwujud seperti raksasa. Mata melotot dan mulut menganga. Secara simbolis, Ogoh-ogoh ialah manifestasi dari anasir Bhuta Kala dan Bhur Loka, diarak berkeliling dari satu banjar ke banjar yang lain hingga menjelang matahari terbit.
Setelah diarak berkeliling, Ogoh-ogoh dibakar, sebagai simbol Butha Kala (anasir kegelapan) telah dikembalikan di tempat mereka masing-masing. Dan menjelang matahari terbit di ufuk timur, yaitu pada Pinanggal Apisan Sasih Kadasa (tanggal satu bulan kesepuluh kalender Hindu-Bali), tibalah puncak Hari Raya Nyepi sesungguhnya. Masyarakat Hindu-Bali merayakan momen itu dalam bentuk Catur Bratha penyepian.
- Nyepi atau Sipeng
Ketika melakukan ritual Nyepi, mereka belajar perihal mengendalikan diri secara total. Dilaksanakan selama 24 jam. Dimulai pukul 05.00 sampai pukul 05.00 besok pagi harinya.
Dalam Catur Brata penyepian terihat jelas bagaimana konsep meditasi, yoga atau semadhi, turut mewarnai ritual Nyepi. Ritual ini terdiri dari:
- Amati geni, yang bermakna tidak ada api atau penerangan lampu, hal ini berarti manusia selalu tidak boleh mengobarkan api hawa nafsu.
- Amati karya, yang berarti tidak bekerja atau hanya berdiam diri, tekun mensucikan batin.
- Amati lelungan, ini berarti tidak bepergian kemana – mana. Hal ini bermakna agar pikiran tidak mengkhayal ke mana-mana.
- Amati lelanguan, ini berarti dilakukan tidak sekedar bermaksud rekreasi atau menghibur diri. Artinya tidak boleh bersenang-senang seperti main game, nonton TV, dan kegiatan lainnya.
Bagi mereka yang melakukan upawasa (puasa), mona (tidak berbicara) dan jagra (tidak tidur), berarti mereka sudah melaksanakan catur bratha penyepian secara utuh.
- Ngembak Geni
Tahapan terakhir ialah Ngembak Geni. Dirayakan pada Pinanggal Ping Kalih Sasih Kadasa, yaitu hari kedua bulan kesepuluh kalender Bali-Hindu. Momen ini mengandung makna berakhirnya catur brata penyepian.
Mirip dengan momen Idul Fitri bagi umat Muslim di Indonesia. Pada hari Ngembak Geni ini masyarakat Hindu akan saling mengunjungi keluarga, kerabat, teman dekat, teman profesi, dan lainnya. Mereka berkunjung untuk saling memaafkan atas segala kesalahan yang telah terjadi sebelumnya.
Selain itu, di hari Ngembak Geni ada tradisi unik yang turun temurun di daerah Sesetan, Denpasar, yaitu omed-omedan. Tradisi ini diikuti oleh pemuda dan pemudi setempat yang belum menikah.
Tradisi dimulai dengan sembahyang bersama, kemudian dibagi menjadi dua kelompok. Yaitu pemuda atau laki-laki dan pemudi atau perempuan. Mereka saling berhadapan. Setelah diberi aba-aba, kedua kelompok saling berpelukan dan berciuman sambil disiram air oleh masyarakat. Tradisi ini sudah turun-temurun dan tetap dilestarikan sampai sekarang.
KL For GAEKON