Gaekon.com – Kasus setrika payudara yang saat ini tengah menjadi perbincangan membuat Praktisi hak-hak asasi manusia, Frikjesus Amahazion ikut buka suara.
Menurutnya, kasus setrika payudara itu justru mendapat lebih sedikit perhatian dari pada kasus pernikahan anak, mutilasi alat kelamin perempuan dan lain-lain.
“Hanya ada sedikit penelitian yang dilakukan atau perhatian diberikan pada penyetrikaan payudara, praktik berbahaya, terutama dilakukan pada anak perempuan dan perempuan di beberapa bagian Afrika selatan Sahara,” jelas Frikjesus.
Praktik setrika payudara ini dapat mencakup penggunaan berbagai benda, seperti batu gerinda yang dipanaskan, wajan besi, sendok, palu, alu atau spatula kayu, sendok, sapu, atau setrika listrik.
Benda lain yang sering pula digunakan antara lain buah hitam, tempurung kelapa, kulit pisang raja, dan daun atau tanaman tertentu yang dipercaya berkhasiat obat atau penyembuhan.
Setrika payudara ini juga bisa dilakukan dengan membungkus atau mengikat perban dengan ketat. Selain itu, bisa menggunakan kompres elastis, kain, atau ikat pinggang di sekitar dada gadis muda.
Praktik berbahaya itu umumnya melibatkan pukulan berulang, menekan, menyetrika, menggosok, atau memijat payudara gadis puber. Biasanya setrika payudara ini dilakukan oleh kerabat keluarga perempuan.
Mulai dari ibu, saudara perempuan, bibi, nenek, pengasuh, atau wali perempuan lainnya. Praktik ini umumnya dijaga sebagai rahasia antara anak perempuan dan ibu mereka atau wali lainnya.
Frikjesus mengatakan, kadang-kadang praktik tersebut dilakukan oleh bidan atau dukun yang dapat memberi mereka penghasilan tetap. Mereka yang dapat melakukan itu mendapatkan status sosial yang lebih tinggi.
Frikjesus juga mengatakan, Badan Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa mencantumkan penyetrikaan payudara sebagai salah satu dari “lima cerita yang kurang dilaporkan terkait dengan kekerasan berbasis gender”.
Frikjesus berharap perhatian yang lebih besar terhadap penyetrikaan payudara sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesadaran dan melindungi hak dan kepentingan anak perempuan.
Frikjesus mengungkapkan sejumlah negara yang masih mempraktikkan penyetrikaan payudara, yaitu Burkina Faso, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Chad, Pantai Gading, Guinea-Bissau, Guinea-Conakry, Kenya, Nigeria, Togo, Afrika Selatan, dan Zimbabwe.
Penyetrikaan payudara atau perataan payudara ini diyakini akan membantu menghalangi perhatian pria dan melindungi mereka dari pelecehan seksual, penyerangan, eksploitasi, dan pemerkosaan atau penyakit menular seksual.
D For GAEKON