Gaekon.com – Usai resmi dirilis pada 11 Februari 2024 lalu, film dokumenter ‘Dirty Vote’ mendadak viral di media sosial.
Film dokumenter ‘Dirty Vote’ yang disutradarai oleh Dandhy Laksono itu mengungkap soal dugaan kecurangan pada Pemilihan Umum 2024.
Dalam film tersebut memaparkan sejumlah data dan mengurai pelanggaran hukum pada Pemilu 2024 saat ini.
Tiga Ahli Hukum Tata Negara, yakni Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari menjelaskan potensi-potensi kecurangan berdasarkan kacamata hukum di Indonesia.
Ketiganya menerangkan betapa berbagai instrumen kekuasaan telah digunakan untuk tujuan memenangkan pemilu sekalipun prosesnya menabrak hingga merusak tatanan demokrasi.
Sejumlah poin yang dipaparkan dalam film ini yaitu kecurangan melalui penunjukan 20 penjabat (PJ) Gubernur dan Kepala Daerah, tekanan untuk kepala desa agar mendukung kandidat tertentu, penyaluran bantuan sosial atau bansos yang berlebihan, serta kejanggalan dalam hasil sidang putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Ahli Hukum Tata Negara Zainal Arifin Mochtar kemudian menjelaskan tentang narasi Pemilu satu putaran yang digaungkan oleh tim sukses pasangan capres-cawapres nomor urut dua, yakni Prabowo-Gibran. Dia menilai apabila Pilpres 2024 berjalan dua putaran, maka ada potensi kekalahan akan dialami oleh Prabowo-Gibran.
Akademisi Hukum Universitas Andalas Feri Amsari juga membeberkan kejanggalan penunjukan sejumlah PJ kepala daerah sejak 2021 lalu. Dijelaskan ada 20 PJ Gubernur yang dipilih oleh presiden dan 182 PJ Walikota/Bupati yang dinilai Komisi Informasi Pusat (KIP) dan Ombudsman sebagai mala praktik administrasi. Adapun para penyelenggara negara tersebut menguasai sekitar 140 juta daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024 di berbagai wilayah di Indonesia.
Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti kemudian memaparkan tentang anggaran bansos yang terus meningkat setiap kali menjelang Pemilu. Mulai dari 2014, 2019, hingga 2024 ini. Dia juga menyampaikan bahwa ada dugaan politisasi bansos yang dilakukan oleh sejumlah menteri guna menggaet suara masyarakat untuk paslon tertentu.
Bivitri juga mengungkapkan bahwa seluruh rencana kecurangan Pemilu ini tidak dibuat dalam semalam oleh satu orang. Sebagian besar rencana kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif untuk mengakali Pemilu ini, kata dia, sebenarnya disusun bersama dengan pihak-pihak lain. Mereka adalah kekuatan yang selama 10 tahun terakhir berkuasa bersama.
“Sebenarnya ini bukan rencana atau desain yang hebat-hebat amat. Skenario seperti ini dilakukan oleh rezim-rezim sebelumnya di banyak negara dan sepanjang sejarah. Karena itu, untuk menyusun dan menjalankan skenario kotor seperti ini, tak perlu kepintaran atau kecerdasan. Yang diperlukan cuma dua, yakni mental culas dan tahan malu,” ucap Bivitri.
Sementara itu, dalam pembuatan film ‘Dirty Vote’ ini ada sebanyak 20 lembaga yang terlibat di antaranya adalah Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Greenpeace Indonesia, Indonesia Corruption Watch, LBH Pers, YLBHI dan lainnya.
KA For GAEKON