FAKTA BAYI SUKA NGOCEH TIDAK JELAS

0
FAKTA BAYI SUKA NGOCEH TIDAK JELAS

Kebiasaan bayi yang sering mengoceh sendiri menjadi perhatian tersendiri bagi orang tua. Ditengah – tengah ia sibuk dengan berbagai macam mainannya, seringkali suara ocehan dari mulutnya meramaikan seluruh isi rumah.

Orang tua yang akan mendapati ocehan buah hatinya, ketika sudah berusia sekitar 6 sampai 8 bulan. Namun tidak sedikit juga anak yang sudah bisa mengoceh sebelum memasuki usia 6 bulan. Ocehan yang dilontarkannyapun bermacam – macam. A a a a a, ea ea, ma ma ma ma, ya ya, o o, dan lainnya. Bahkan ocehannya ada yang sampai menyerupai perkataan orang dewasa. Misalnya “ ya awoh..” mirip dengan kata “Ya Allah” dan “he em” yang mirip dengan kata iya. Lucu sekali bukan ? Ketika mendengarkan celotehan bayi namun sama seperti mendengarkan orang dewasa berbicara.

Mengoceh tidak jelas, memang merupakan salah satu sifat universal yang dimiliki bayi di usia tersebut. Mereka mencoba untuk mengungkapkan semua yang ada di dalam pikirannya. Dan berusaha membuat orang disekitarnya paham akan apa yang di maksud.

Sering mendengar dari beberapa orang bahwa bayi yang suka mengoceh sendiri berarti pintar dan sangat tinggi tingkat kecerdasannya. Dengan mengoceh tersebut, mereka menunjukkan kemampuannya.

Menurut penelitian di Amerika, Direktur Departemen Speech and Hearing University of Washington, Patricia Kuhl, mengatakan jika bayi sedang mengoceh berarti bayi tersebut berlatih membangun fondasi berbahasa.

Mengoceh juga menunjukkan kecerdasan bayi. Karena bayi sedang mentransformasikan suara atau kata-kata yang didengarnya untuk diselaraskan dengan kemampuan bicaranya. Hal itu bukanlah hal yang mudah, karenanya perlu sering terjadi interaksi antara orang-orang sekitar terutama orangtua dengan bayi tersebut.

Dikutip dari Just mommies, perkembangan kemampuan bayi untuk berkomunikasi tahapannya diantara lain :

Tahap Pertama Bahasa Reseptif

Bahasa reseptif yang akan datang pertama pada bayi. Bahasa ini berkembang sebelum bahasa ekspresif atau apa yang ia katakan. Ketika sedang berbicara dengan anak, maka secara tidak langsung akan membantu mengembangkan bahasa reseptif dan merangsang perkembangan bahasa keseluruhan.

Bahkan, jika bayi tidak bisa berbicara dengan ibunya, ia menyerap informasi dan memperluas kosa kata hanya dengan mendengarkan apa yang dibicarakan ibunya. Beberapa bayi membutuhkan waktu lebih lama untuk belajar bagaimana mengkoordinasikan lidah dan mulut untuk menghasilkan suara

Tahapan Bahasa Ekspresif

  1. Usia 3 Bulan

Bayi sudah mulai belajar berkomunikasi dengan ibunya sejak sangat awal. Salah satu cara komunikasi pertama kali bayi adalah dengan menangis. Sekarang ini mungkin tidak terdengar seperti perkembangan bahasa, tapi ini cara dia memberitahu ibunya mengenai apa yang sedang terjadi padanya.

  1. Usia 4-6 Bulan

Pada usia sekitar 4-6 bulan, bayi akan mulai mengoceh. Dia juga menanggapi orang lain dengan tersenyum. Ini adalah cara anak untuk berkomunikasi dengan orang lain terutama ibunya pada usia ini.

Meskipun anak sudah mulai mengoceh namun belum membentuk kata-kata yang sebenarnya. Ia mulai membuat beberapa suara yang nantinya digunakan untuk membentuk kata-kata.

Contohnya saat bayi mengucapkan kata `ooh` dan `aah`. Kemudian ia akan menggabungkan konsonan dan vokal untuk membentuk suara seperti `da da` atau `ba ba`.

  1. Usia 7-12 Bulan

Bahasa reseptif bayi mulai berkembang pada waktu ini. Ia akan lebih mengerti dan bisa memahami instruksi sederhana seperti `tidak-tidak`.

Saat usia inilah bayi akan mulai melihat dan mencoba meniru suara atau gerakan yang di buat oleh orang tuanya. Misalnya saja, ia mulai mencoba `bye bye` atau cium atau memukul.

Bayi Mengucapkan Kata Pertama

Bayi mungkin akan mulai mengucapkan kata pertamanya antara 11 bulan hingga 14 bulan. Pada usia 18 bulan, sudah bisa melihat perkembangannya dengan berbicara mengatakan hingga 20 kata. Tidak semua bayi kecepatan perkembangannya sama. Setiap anak belajar berbicaranya bervariasi.

Ada juga orang tua yang mengira ketika anaknya suka ngoceh sendiri itu berarti sedang diajak berkomunikasi dengan temannya (ari-ari/plasenta bayi). Namun hal itu hanya mitos semata.

Psikolog anak klinis, Dr Erin Bowe tidak membenarkan hal tersebut. Kepercayaan terhadap hal-hal mistis juga dipengaruhi oleh kultur dan budaya masing-masing orang tua. Namun, dari sisi psikologi, Dr Bowe memiliki penjelasan tertentu.

“Sekitar usia 6 bulan, bayi jadi lebih fokus atau mudah memperhatikan sesuatu. Mereka juga sedang melatih kemampuan komunikasinya. Sehingga normal ketika melihat mereka melatih kemampuannya dengan babbling sambil melihat suatu tempat meski di sana tidak ada orang,” terang Dr Bowe.

Dr Bowe menambahkan bahwa di usia tersebut, ketajaman indera penglihatan dan pendengaran bayi pun bertambah, sehingga mereka mulai membangun ketertarikan atas sebuah detail. Noda kecil di dinding yang tidak dianggap oleh orang dewasa bisa saja menarik bagi bayi hingga ia terus memperhatikannya.

“Tapi semua ini kembali lagi kepada masing-masing orang tua. Apalagi, di dunia ini memang ada beragam pemahaman dan kepercayaan yang dianut dan kita tidak bisa memaksakan seseorang untuk percaya pada sebuah teori. Kita pun harus menghargai itu,” lanjut Dr Bowe.

Ia mengingatkan, anak-anak juga bisa memiliki beragam imajinasi. Hal terpenting yang harus dilakukan orang tua yakni tetap mengawasi dan memperhatikan tiap tahap perkembangan putra-putrinya sehingga ketika ada sesuatu yang dirasa tidak wajar, si kecil bisa mendapat penanganan segera.

“Jika anak terlihat murung, sering ketakutan, atau tidak mau pergi ke toilet sendiri misalnya, bisa membawanya ke psikolog untuk melihat lagi apa masalah yang membuat anak seperti itu. Bisa jadi karena ia trauma atau bisa saja karena sering ditakut-takuti teman atau orang di sekitarnya,” pungkas Dr Bowe.

KL For GAEKON