Jas Merah! Jangan sekali-sekali melupakan sejarah, Begitulah kata-kata andalan Bung Karno ketika masih menjabat di Era Orde Lama, zaman dimana kemerdekaan telah direbut dan revolusi mulai dibentuk dengan pemikiran-pemikiran cemerlang. Sukarno yang kala itu sedang di agung-agungkan oleh rakyat, dihadapkan dengan sebuah permasalahan politik mengenai desas-desus kudeta setelah mendeklarasikan Dekrit Presiden pada tahun 1959.
Tidak dapat dipungkiri ketika memasuki tahun 1965 adalah masa – masa terukirnya suatu peristiwa kelam yang bernama “ Gerakan 30 September / PKI “ atau disingkat dengan istilah “G 30S/PKI”, berawal dari Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekret presiden – sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jenderal militer ke posisi penting. Sukarno menjalankan sistem “Demokrasi Terpimpin“. PKI menyambut “Demokrasi Terpimpin” Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi antara Nasionalis, Agama dan Komunis atau NASAKOM. Pada era “Demokrasi Terpimpin”, kolaborasi antara PKI dan kaum burjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
Mulai September 1965 muncul isu adanya Dewan Jenderal yang mengungkapkan bahwa beberapa petinggi Angkatan Darat yang tidak puas terhadap Soekarno dan berniat untuk mengkudeta. Menanggapi isu ini, Soekarno disebut-sebut memerintahkan pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa para jenderal untuk diadili oleh Soekarno. Namun hal tak terduga, dalam operasi penangkapan para jenderal tersebut, terjadi tindakan beberapa oknum yang terbakar emosi dan membunuh mereka dengan cara yang sangat tragis. Dalam akhir penumpasan peristiwa inilah sosok D,N. Aidit berhasil dieksekusi mati oleh tentara AD dibawah komando Mayjend Soeharto yang menjabat sebagai Pangkostrad (Panglima Komando Strategi Angkatan Darat) saat itu karena D.N Aidit dianggap sebagai satu-satunya dalang gerakan terlarang dari partai terbesar se Asia Tenggara yaitu Partai Komunis. Di era pemerintahan Orde Baru, mulai dibentuk sebuah gerakan anti komunis di Indonesia, bahkan rakyat kecil seperti buruh dan tani juga dibenahi pemikirannya supaya menjadi nasionalis dan jauh dari pengaruh komunisme. Meskipun peristiwa jahanam itu sudah berlalu, namun kita harus tetap waspada terhadap perkembangan teknologi di masa kini guna mengantisipasi terbentuknya sebuah gerakan bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan. Sering kali pemikiran kecil yang di godok secara terus menerus dan massif bisa berubah menjadi sebuah gerakan besar.
S for GAEKON