Hujan Saat Kemarau, Begini Kata LAPAN

0

Hujan Saat Kemarau, Begini Kata LAPANGaekon.com – Intensitas hujan di sejumlah wilayah terbilang cukup tinggi belakangan ini, padahal sudah memasuki musim kemarau. Menurut LAPAN, hal ini dipengaruhi oleh dinamika laut-atmosfer di Samudera Hindia.

Hujan Terjadi Di Wilayah Barat Indonesia

Seperti yang dilansir GAEKON dari Kompas, Peneliti Klimatologi dari PSTA Lapan Erma Yulihasti mengatakan, hujan yang masih sering terjadi di wilayah barat Indonesia (Jawa dan Sumatera) sejak awal Juni.

Menurutnya, hal ini terjadi lantaran pengaruh dinamika laut-atmosfer di Samudera Hindia. Dinamika tersebut terlihat dari pembentukan pusat tekanan rendah, berupa pusaran angin (vorteks) di selatan ekuator, dekat pesisir barat Sumatera dan Jawa.

Erma mengatakan bahwa pembentukan vorteks yang sangat intensif di Samudera Hindia sejak awal Juni, diprediksi akan bertahan sepanjang periode musim kemarau.

Hal itulah yang berpotensi menimbulkan anomali musim kemarau cenderung basah sepanjang bulan Juli-Oktober pada tahun ini. Potensi ini juga diperkuat dengan prediksi pembentukan Dipole Mode negatif di Samudera Hindia.

Fenomena itu berpotensi menimbulkan fase basah di barat Indonesia. Erma menerangkan bahwa Dipole Mode itu ditandai dengan penghangatan suhu permukaan laut di Samudera Hindia dekat Sumatera.

Sementara di wilayah dekat Afrika mengalami pendinginan suhu permukaan laut. Kondisi ini mengakibatkan pemusatan aktivitas awan dan hujan terjadi di Samudera Hindia sebelah barat Sumatera.

“Sehingga berdampak pada pembentukan hujan yang berkepanjangan selama musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia,” terangnya.

Erma mengatakan, penghangatan suhu permukaan laut di Samudra Hindia sebelah barat Sumatera itu juga merupakan bagian dari feedback response terhadap kondisi di Samudera Pasifik yang saat ini mengalami La Nina.

Dipole Mode negatif ini diprediksi hanya berlangsung secara singkat, yaitu dua bulan Juli-Agustus. Fenomena anomali musim kemarau basah itu akan terjadi, terutama di wilayah Indonesia bagian selatan, meliputi Jawa hingga Nusa Tenggara Timur, dan timur laut yang meliputi wilayah Maluku, Sulawesi, dan Halmahera.

“Gabungan vorteks dan anomali suhu permukaan laut lokal ini merupakan faktor pembangkit yang menyebabkan anomali musim kemarau cenderung basah pada tahun ini,” kata Erma.

D For GAEKON