Manusia pada umumnya memiliki panca indra yang dapat membantu untuk menjalani kehidupan. Mulai dari melihat warna, bentuk, gerak, mendengar suara, mencium bau, mengecap makanan dan minuman, serta merasakan sesuatu. Apabila kita masih bisa melakukan dan merasakan itu semua begitu luar biasanya Tuhan menciptakan umatnya dan rasa syukur yang harus diucapkan.
Kelebihan manusia pada dasarnya yakni objek konkret (seperti benda yang bisa kita sentuh), sebuah konsep yang dapat kita rasakan (seperti warna), atau konsep abstrak yang bisa kita kerjakan. Apabila salah satu dari panca indra kita tidak berfungsi tentu akan berpengaruh terhadap panca indra lainnya. Seperti halnya tuna netra, mereka sudah kehilangan fungsi satu indranya karena tidak bisa melihat.
Seperti yang dijelaskan IDNTimes, studi yang menyangkut tentang Neuroscience telah menemukan bahwa masing-masing konsep tersebut cenderung untuk mengaktifkan bagian yang berbeda dari satu bagian otak. Lalu bagaimana seseorang yang sudah buta sejak lahir, apakah mereka pernah melihat warna?
Penelitian tersebut ditulis oleh Universitas Harvard, Alfonso Caramazza dan diterbitkan dalam jurnal Nature Communications pada bulan Desember 2018. Dalam penelitian tersebut bukan hanya menentukan bagaimana orang buta menilai atau berpikir mengenai warna. Namun juga menjelaskan mengenai pemahaman ilmu pengetahuan tentang bagaimana otak memproses berbagai jenis informasi.
Konsep konkret dan abstrak di pikiran manusia yang dilibatkan dalam penelitian tersebut. Para ilmuwan memindai otak beberapa orang ketika mereka memikirkan konsep yang konkret dan abstrak.
Dari percobaan tersebut, kemudian ditemukan bahwa keduanya mengaktifkan banyak bagian otak yang berbeda, dengan pusat bahasa yang aktif sebagai respon terhadap kata-kata abstrak, dan pusat indranya mengaktifkan dengan konsep yang konkret.
Namun dari penelitian tersebut, ada satu bagian otak yang bekerja lebih berat, yakni anterior temporal lobe (lobus temporal anterior) kiri, atau ATL (jika sedang mengepalkan tangan dengan tangan kanan untuk mewakili sisi kiri otak, area ini akan berada di sekitar ibu jari).
Seperti yang sudah dijelaskan, dunia bukan hanya terbentuk dari konsep konkret yang dapat dirasakan dan konsep abstrak yang tidak dapat dirasakan. Bagaimana jika sesuatu yang dapat dilihat tetapi tidak dapat disentuh? Seperti contohnya “warna”. Atau hal-hal yang tidak dapat dirasakan dengan indra tetapi masih dapat memicu emosional, seperti “cinta”.
Cara terbaik untuk mengetahui bagian anterior temporal lobe (ATL) mana yang diaktifkan sebagai respon terhadap masing-masing konsep ini adalah dengan menghapus variabel, seperti indra penglihatan dan melihat bagaimana otak merespon secara berbeda.
Dalam penelitian tersebut, dilakukan pemindai otak pada 14 orang yang dapat melihat secara normal dan 12 orang yang buta sejak lahir. Peneliti membacakan kata-kata kepada mereka.
Beberapa dari kata-kata itu bersifat konkret, benda sehari-hari, seperti “bola” dan beberapa konsep abstrak, non-indra seperti “kebebasan” serta beberapa konsep yang hanya dapat dipahami secara visual, seperti warna “pelangi” dan warna “merah.”
Hasil dari percobaan tersebut ternyatapeserta tunanetra dan orang yang dapat melihat memproses konsep konkret dan abstrak di wilayah otak yang sama (konsep konkret mengaktifkan ATL medial, konsep abstrak murni mengaktifkan ATL dorsolateral), namun terdapat perbedaan dikonsep visual murni.
Orang-orang yang dapat melihat memproses konsep seperti warna “merah” di anterior ATL. Sementara orang buta memprosesnya dalam ATL dorsolateral, yang merupakan bagian sama dari otak di mana mereka memproses konsep abstrak murni.
Peneliti dapat menyimpulkan bahwa pada orang buta kongenital, respon saraf untuk warna merah berada di area yang sama dengan respon saraf bagi orang yang bisa melihat.
“Keabstrakan sesuatu seperti warna merah pada orang buta itu sama. Dan bagi yang bisa melihat, dalam kedua kasus itu didapati pada bagian otak di mana informasi diperoleh melalui proses linguistik.” Kata Caramazza dalam tulisannya.
Dalam penelitian tersebut masih belum dapat menentukan bagaimana orang buta menganggap warna sebagai sebuah konsep. Menurut Caramazza, masalah tersebut masih dipahami oleh para filsuf.
Studi menunjukkan bahwa orang yang terlahir buta sebenarnya sangat cerdas mendeskripsikan warna, mereka bahkan dapat mengatur warna dalam urutan spektral mereka, seperti ungu di sebelah biru dan merah di samping oranye, dll. Orang buta memahami warna sebagai konsep abstrak namun bukan berarti mereka tidak memahaminya.
Orang yang buta sejak lahir ternyata memiliki pengalaman terkait warna yang berbeda dari kebanyakan orang yang dapat melihat, dan tentunya mereka tahu apa itu warna merah, misalnya.
Studi ini menekankan bahwa setiap orang yang memandang dunia dengan cara yang sedikit berbeda. Mereka bisa mendapatkan pemahaman yang serupa, yang sama seperti kebanyakan orang rasakan, hanya saja caranya berbeda.
KL For GAEKON