Jamu sudah tidak begitu familiar ditelinga remaja saat ini. Apalagi di era moderen seperti saat ini jamu sudah menjadi sesuatu yang kuno. Sebagian orang menyebut jamu adalah minuman herbal yang sudah ketinggalan jaman.
Namun masih ada beberapa orang juga yang percaya dan lebih memilih jamu sebagai obat herbal alami, baik untuk dirinya sendiri atau untuk anak dan keluarganya. Terbukti dari ramainya antrean pembeli di beberapa toko jamu.
Salah satu toko jamu tertua di Yogyakarta “Jampi Asli” masih mempertahankan ke eksisannya. Di sebuah lorong sempit yang panjang di Jalan Brigjen Katamso, Mergangsan, Yogyakarta seringkali terdengar tangisan bayi yang begitu keras.
Tangisan bayi pada umumnya disebabkan karena lapar, kesakitan atau menginginkan sesuatu. Namun kali ini berbeda. Tangisan bayi yang keras dengan penuh tenaga itu pecah karena dicekok. Sebagai informasi dicekok adalah metode pemaksaan minum jamu.
Antrean tampak mengular panjang di toko jamu yang tempatnya tidak cukup luas tersebut. Antrean didominasi oleh bapak-ibu yang menggendong anaknya. Kebanyakan orang tua tersebut mengungkapkan berbagai macam keluhan yang dialami anaknya, seperti panas atau demam, pilek, batuk, susah makan, dan sebagainya.
Salah satu pelanggan yang berasal dari Piyungan, Bantul, Rusmadi mengatakan anaknya yang belum genap 2 tahun itu dicekokkan agar nafsu makannya bisa bertambah. Karena meski sudah dibawa ke dokter, namun masih susah untuk makan.
“Lagi pilek, jadi nafsu makannya kurang. Makanya tak bawa kesini,” Kata Rusmadi, ayah bayi yang sedang dicekok jamu.
Rusmadi mengatakan baru sekali ini anak keduanya dibawa ke Jampi Asli untuk dicekok. Namun anak pertamanya dulu sudah berkali – kali di bawa ke tempat itu.
Selain itu Isus yang datang dari Patuk Gunung Kidul juga mengantrekan anaknya untuk bisa dicekok jamu. Anaknya yang berusia 2 tahun ini sedang mengalami susah makan juga. Isus membawa anaknya kesana untuk kesehatan dan meningkatkan nafsu makan.
Sudah berkali – kali juga Isus membawa anaknya ke toko jamu Jampi Asli ini. Setiap sang anak merasa kurang sehat, dia hampir selalu membawanya ke toko jamu tertua di Yogyakarta ini.
Setelah tiba waktunya bagi si anak untuk “dicekoki” jamu, tangisan si anak pun langsung pecah terdengar. Perasaan tidak tega dirasakan oleh orang tua yang menemani anaknya disamping. Walaupun tidak tega mendengar dan melihat anaknya tersebut menangis tersedu – sedu setelah dicekoki jamu, tetapi para orang tua percaya bahwa setelah si anak berhasil minum jamu tersebut, segala macam penyakit akan segera sembuh.
Metode memaksa atau cekokan digunakan karena bayi atau balita masih sulit jika harus disuruh minum jamu menggunakan gelas. Cara meminumkannya adalah dengan membungkus jamu dengan kain, kemudian kain itu dimasukkan ke mulut anak. Jika kain berisi jamu tersebut sudah masuk seluruhnya ke dalam mulut, kain tinggal diperas, sehingga jamu yang ada di dalamnya akan keluar dan tertelan.
Bayi yang akan dicekok minimal berusia 8 bulan. Apabila usia bayi kurang dari itu, jamunya diminum oleh sang ibu. Sehingga khasiat jamunya dari ASI yang diminumkan. Anak yang sudah berusia 2 tahun biasanya sudah tidak dicekok, karena sudah bisa meminum jamu dengan gelas.
Ketika akan dicekoki, perut anak juga harus dalam keadaan kosong. Jika baru saja diberi makan atau ASI, maka akan diminta menunggu dulu sekitar satu sampai dua jam.
Generasi kelima pendiri Jampi Asli,Joni Wijarnako yang kini menjadi penerus usaha jamu keluarga tersebut. Bahan utama pembuatan jamu ini adalah empon – empon. Di ruang produksi yang tidak begitu luas itu terlihat tersusun rapi berbagai jenis empon – empon.
Temulawak, temuireng, temu giring, puyang, jahe, kunyit, kencur, dan sejumlah empon – empon lainnya selalu memenuhi ruang produksi tersebut. Joni mendapatkan bahan – bahan pembuat jamu ini dari Pasar Beringharjo.
“Untuk penambah nafsu makan itu ada temulawak, terus ada puyang, ada temu ireng, temu giring, kemudian daun papaya,” kata Joni menjelaskan bahan utama jamu untuk menambah nafsu makan anak.
Jika anak mengalami masalah kesehatan lain seperti cacingan, batuk, masuk angin, dan sebagainya, akan ada tambahan bahan lain untuk membantu proses penyembuhan. Untuk mengobati masuk angin misalnya, maka ramuan akan ditambah dengan cabai jamu dan jahe.
“Kalau agak batuk dikit nanti ditambah ingguh-ingguh, itu semacam getah pohon,” lanjutnya.
Selain bahan-bahan pembuatan jamu, di tempat produksi itu juga terdapat beberapa peralatan produksi. Tidak terlalu banyak peralatan yang dipakai, karena masih mempertahankan cara produksi secara tradisional, mesin-mesin otomatis juga tidak terlihat di ruang produksi itu.
Peralatan utama yang digunakan adalah lumpang berbahan batu kali dan alu yang digunakan untuk menumbuk bahan jamu. Ada tiga alat penumbuk, yakni lumpang penumbuk bahan basah, penumbuk bahan kering, serta sebuah alat semacam penggiling dari batu juga berfungsi untuk menghaluskan hasil tumbukan.
Selain itu ada beberapa panci dan tungku dari tanah liat yang digunakan untuk merebus empon-empon yang telah ditumbuk. Proses pemasakan jamu ini tidak menggunakan gas, namun menggunakan arang.
“Lumpang yang dipakai sejak pertama juga ada, sejak 1875, tapi sudah tidak kami pakai, karena monumental, bersejarah,” ujar Joni.
Untuk diketahui sejak Tahun 1875, atau nyaris satu setengah abad (145 tahun) toko jamu Jampi Asli ini berdiri dan menjadi toko jamu cekokan pertama di Yogyakarta. Di papan namanya tertera, “Jamu Cekok Lama/Pertama Kali”, menjadi sebuah pengukuhan kalau Jampi Lama adalah sang pemula jamu cekok di Yogyakarta.
Dalam sehari, rata-rata ada 30 bayi yang dibawa ke Jampi Asli untuk dicekoki jamu penambah nafsu makan. Bahkan ketika sedang ramai, misalnya hari Minggu, bayi yang dicekok di Jampi Asli bisa mencapai 50 anak.
Kebanyakan, pelanggan Jampi Asli memang datang karena informasi turun temurun dari orangtuanya.
KL For GAEKON