Posisi Jenazah Duduk Seperti Bayi Dalam Rahim, Ini Tradisi Suku Minahasa

0
Minahasa
Sumber Foto: Wikipedia

Gaekon.com – Keunikan tradisi serta adat istiadat yang dimiliki Indonesia memang selalu menarik perhatian. Salah satunya yang menarik dikulik adalah tradisi pemakaman suku Minahasa di Sulawesi Utara. Pernah mendengar sebelumnya?

Tradisi ini disebut dengan Waruga. Suku Minahasa memiliki ritual pemakaman yang unik dan beda dari tradisi lainnya.

Suku Minahasa memosisikan jenazah duduk sambil memeluk kakinya bukan dalam posisi tidur. Tradisi pemakaman seperti ini menurut kepercayaan melambangkan keadaan suci dan membawa kebaikan.

Suku Minahasa

Di bagian utara Pulau Sulawesi tepatnya di Semenanjung Minahasa ada sebuah suku yang biasa disebut dengan Suku Minahasa.

Mereka biasa bermukim di wilayah administratif Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Minahasa Utara, Kota Bitung, Kota Manado, dan Kota Tomohon.

Suku Minahasa merupakan gabungan dari beberapa kelompok etnis antara lain Bantik, Pasan/Ratahan, Ponosakan, Tombulu, Tondano (Toulour), Tonsawang (Tombatu), Tonsea, dan Tontemboan.

Akhir millennium ketiga dan kedua SM, disebutkan bahwa daerah Minahasa termasuk salah satu tempat migrasi pertama orang-orang Austronesia ke arah selatan.

Hipotesis yang diterima secara umum adalah bahwa orang-orang Austronesia awalnya menghuni Taiwan, sebelum bermigrasi dan menempati daerah-daerah di Filipina utara, Filipina selatan, Kalimantan, dan Sulawesi sebelum akhirnya terpisah menjadi kelompok-kelompok dengan satu menuju barat ke Jawa, Sumatra, dan Malaysia, sementara yang lain bergerak ke timur menuju Oseania.

Menurut legenda, orang Minahasa adalah keturunan Toar dan Lumimuut. Toar dan Lumimuut sendiri adalah orang yang diyakini suku Minahasa sebagai nenek moyang mereka.

Tradisi Waruga

Suku Minahasa memiliki ritual pemakaman yang unik yaitu Waruga. Waruga berasal dari kata ‘waru’ yang artinya ‘rumah’ dan ‘ruga’ yang berarti ‘badan’. Jadi secara harfiah, Waruga berarti ‘rumah tempat badan yang akan kembali ke surga’.

Melansir dari Indonesia.go.id, tradisi Waruga ini merupakan pemakaman jenazah dalam sebuah kotak batu berongga kemudian ditutup dengan batu berbentuk segitiga.

Posisi jenazah di dalam batu berbentuk seperti bayi dalam rahim, dimana tumit  bersentuhan dengan bokong, dan mulut seolah mencium lutut.

Filosofi posisi tersebut bagi masyarakat Minahasa berarti manusia mengawali kehidupan dengan posisi bayi dalam rahim, maka sudah semestinya mengakhiri hidup juga dalam posisi yang sama. Dalam bahasa setempat, filosofi tersebut dikenal dengan istilah “whom”.

Selain berposisi seperti bayi dalam rahim, jenazah juga ditempatkan dalam posisi menghadap ke arah utara yang menandakan nenek moyang suku Minahasa yang berasal dari utara.

Dimulai Sejak Abad Ke IX

Tradisi Waruga mulai digunakan oleh Suku Minahasa diperkirakan sejak abad ke IX. Namun pada tahun 1860, tradisi Waruga dilarang oleh Belanda.

Menurut informasi, alasannya karena tengah mewabah pes, tipus dan kolera. Dikhawatirkan penyakit bisa menyebar melalui celah kotak Waruga.

Ukiran dan Relief Waruga

Zaman dahulu, hanya orang-orang terpilih yang bisa dimakamkan dalam Waruga. Orang-orang berstatus sosial tinggi yang bisa dimakamkan dalam Waruga pun digambarkan lewat ukiran yang ada di penutupnya.

Waruga, yang memiliki ukiran dan relief, umumnya terdapat di Tonsea. Ukiran dan relief itu menggambarkan berapa jasad yang tersimpan di waruga yang bersangkutan, sekaligus menggambarkan mata pencarian, atau pekerjaan semasa hidup.

Seperti contohnya motif wanita beranak menunjukkan yang dimakamkan adalah dukun beranak. Sementara gambar binatang menunjukkan yang dimakamkan dalam Waruga adalah pemburu.

Penutup yang diukir gambar beberapa orang menunjukkan yang dimakamkan adalah satu keluarga. Jumlah orang yang dikubur dalam waruga ditandai dengan ukiran berupa garis di samping penutup Waruga.

Sementara penutup yang polos kemungkinan merupakan Waruga tua dimana saat itu belum ada kebiasaan mengukir atau memahat penutup Waruga.

Untuk mengetahui barang-barang apa saja yang dikubur beserta pemilik di Waruga, sebuah rumah panggung khas Minahasa di samping makam akan menunjukkannya.

Barang-barang berupa piring, gelas dan perkakas lainnya ditaruh di dalam lemari kaca. Hanya saja, barang-barang tersebut sudah dalam keadaan tak utuh.

Jejak pemakaman zaman Megalitikum bisa ditemui di Taman Purbakala Waruga Sawangan di Kabupaten Minahasa Utara. Di komplek pemakaman ini ada sekitar 143 Waruga yang bisa ditemui.

Dimana Waruga tersebut dikelompokan berdasarkan ukuran diantaraya, Waruga berukuran kecil dengan tinggi antara 0-100 cm berjumlah 10 buah, Waruga berukuran sedang dengan tinggi antara 101-150 cm berjumlah 52 buah, dan Waruga berukuran besar dengan tinggi antara 151-250 cm berjumlah 81 buah.

Saat masuk ke komplek taman, kalian akan melihat relief di kiri kanan. Relief tersebut menggambarkan bagaimana pembuatan hingga pemakaian Waruga. Meski ada ratusan Waruga, hanya 31 yang bisa diidentifikasi.

 

KA For GAEKON