Gaekon.com – Umat Kristiani di seluruh Indonesia baru saja menyambut Hari Raya Natal. Untuk menyambut momen setahun sekali ini, biasanya mereka mempersiapkan segala tradisi khas Natal dengan detail.
Mulai dari mempersiapkan kado-kado spesial khas natal, mendekorasi rumah dengan ciamik, memasang pohon cemara dengan kumaian pernak-pernik berbau Natal.
Dalam Perayaan Hari Natal ini selalu identik dengan nuansa warna merah dan hijau, mengapa demikian?
Saat perayaan Natal semua dekorasi mulai dari lonceng, rangkaian bunga, kaos kaki, pita, lampu hias, lilin identik berwarna merah dan hijau.
Sebagian menganggap bahwa warna tersebut adalah suatu simbol kebahagiaan dan keceriaan dalam nenyambut Perayaan Natal. Tapi, ada juga yang menganggapnya sebagai tradisi.
Sekjen Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) Rm. Adi Prasojo memaparkan bahwa perayaan Natal yang jatuh pada 25 Desember setiap tahunnya ini bermula dari tradisi masa Kekaisaran Romawi di negara barat yang menandai pergantian musim.
Rm. Adi Prasojo yang berpendapat bahwa warna merah dan hijau pada Perayaan Natal adalah hasil pengaruh dari budaya barat.
Kedua warna ini berkaitan erat dengan warna tanaman Holly yang selalu tumbuh sehat pada musim dingin di negara Barat.
Menurut seorang ilmuwan dari University of Cambridge’s Hamilton Kerr Institute bernama Spike Bucklow pernah melakukan riset topik ini.
“Seseorang dapat melacak akar dari warna ini selama berabad-abad, ke masa ketika warna itu sendiri memiliki makna simbolis,” ungkapnya mengutip dari Reader’s Digest.
Secara mengejutkan, hasil riset yang dilakukan Bucklow mengungkapkan bahwa warna merah dan hijau pada Hari Raya Natal berasal dari kepercayaan orang Celtic kuno.
Selama ratusan tahun, kaum Paganisme tersebut menyembah tanaman holly karena dianggap sebagai sosok yang telah menjaga bumi tetap indah selama musim dingin.
Tanaman Holly dikenali lewat buah kecil berwarna merah dan daun berduri berwarna hijau tua. Pohon ini dianggap suci oleh bangsa Celtic Kuno karena dipercaya dapat memberikan perlindungan, kemakmuran, dan nasib baik di tahun yang akan datang. Terlebih, pohon Holly sangatlah tahan banting dan dapat bertahan hidup walau di tengah saat musim salju.
Akan hal itu, kaum Celtic Kuno pun menciptakan tradisi untuk merayakan titik balik matahari atau winter solace dengan mendekorasi seluruh sudut rumah dengan tanaman Holly.
Tradisi ini berlanjut pada masa Victoria di abad ke-14. Karena kultur ini rutin dirayakan pada penghujung tahun, masyarakat Victoria pun mengadaptasinya dengan menggunakan warna merah dan hijau pada tanaman Holly sebagai dekorasi Natal.
Tak hanya itu saja, mereka juga mendekor rumah dengan tanaman Holly yang merupakan simbol cahaya yang menerangi musim dingin.
KA For GAEKON