Kenapa Ruangan Rumah Adat Bali Dibangun Terpisah?

0
Rumah Adat Bali
Sumber Foto: Detik.com

Gaekon.com – Saat berkunjung ke Pulau Dewata, Bali, mata kita akan dimanjakan dengan berbagai macam pemandang alam yang indah nan mempesona.

Udara dari hembusan angin di pantai seakan merefresh kembali otak kita yang penat akan kehidupan di kota.

Tak hanya pemandangan alam, Bali juga terkenal dengan tradisinya yang unik. Salah satu keunikan di Bali yang tidak bisa ditemui di daerah lain adalah model bangunan rumah adatnya.

Iya! Kalian pasti banyak melihat bangunan khas Bali saat berkunjung kesini. Layaknya sebuah istana megah, rumah adat di Bali ini selalu memiliki gerbang seperti gapura.

Selain itu, dalam satu halaman, banyak bagian-bagian bangunan yang memilki filosofi dan makna masing-masing.

Nah, yang menjadi pertanyaan besar, mengapa rumah ada di Bali ini dibangun secara terpisah?

Sejarah Rumah Adat Bali

Dikutip dari jurnal ilmiah Rumah Tradisional Bali (2016) oleh Ir. I Nyoman Sudiarta dan diterbitkan Universitas Udayana, dijelaskan bahwa rumah adat Bali berasal dari masa Bali Aga.

Dalam jurnal yang sama juga dijelaskan bahwa arsitektur rumah adat Bali mengedepankan dan menggunakan konsep bangunan sebagai pertahanan perang.

Adapun tokoh yang memegang peranan penting dalam pengembangan rumah adat Bali adalah Empu Kuturan. Seorang budayawan, ahli teori arsitektur, sekaligus penasihat Anak Wungsu yang memerintah Bali sekitar abad ke 11.

Asta Kosala Kosali

Rumah adat Bali dibangun sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali yaitu bagian dari kitab agama Hindu yaitu Weda yang khusus mengatur mengenai tata letak ruang dan bangunan.

Aturan ini mirip dengan aturan Feng Shui yang digunakan oleh etnis Tionghoa yang mana arah dan sudut merupakan aspek yang sangat penting dalam pembangunan suatu rumah.

Dengan demikian arah dibangunnya rumah adat Bali begitu diperhitungkan. Untuk bangunan yang dianggap keramat atau suci seperti Pura harus dibangun menghadap ke gunung dan disebut dengan istilah Kaja. Sementara untuk bangunan biasa di bangun menghadap ke laut dan disebut dengan istilah Kelod.

Tri Hita Karana

Rumah adat Bali juga menerapkan aspek keharmonisan berkehidupan atau yang disebut dengan Tri Hita Karana.

Tri Hita Karana merupakan salah satu filosofi agama Hindu yang mana mengandung makna hubungan harmonis antara pawongan, palemahan, dan parahyangan yang dibutuhkan guna mewujudkan kedinamisan dalam hidup.

Pawongan sendiri memiliki makna para penghuni rumah, sedangkan palemahan memiliki makna harus adanya hubungan yang baik dan harmonis antara penghuni rumah dengan alam atau lingkungan serta parahyangan yang bermakna hubungan yang seimbang antara manusia dan Tuhan yang Maha Esa.

Kenapa Dibangun Secara Terpisah?

Konsep rumah adat Bali memang terbilang unik dibandingkan dengan rumah adat lainnya. Pasalnya, rumah ini memiliki banyak bagian dalam 1 halaman, alias dibangun secara terpisah.

Bangunan-bangunan tersebut memiliki fungsinya masing-masing. Secara umum, rumah adat Bali terdiri atas Angkul-angkul, aling-aling, Pura keluarga, Bale Dauh, Bale Gede, Bale Manten, Pawerangan, Jineng, Lumbung, dan Bale Sekapat.

Banyak masyarakat Bali yang mengatakan bahwa alasan memisahkan ruangan-ruangan di rumah lantaran berkaitan dengan keselamatan ketika terjadi bencana.

Pasalnya ada space atau ruang kosong di tengah yang bisa digunakan untuk antisipasi saat terjadi bencana. Ketika terjadi kebakaran, tidak semua rumah akan terbakar.

Selain itu, ruang yang kosong ini juga bisa dimanfaatkan untuk upacara di rumah. Namun, konsep rumah adat Bali ini semakin sulit dipertahankan. Apalagi di perkotaan yang lahannya semakin sempit dan mahal.

KA For GAEKON