Gaekon.com – Sudah 215 negara di dunia yang dihampiri virus Corona. Tak pandang negara adidaya, maju, berkembang, terbelakang, demokrasi maupun komunis. Semua sama rata sama rasa dibikin puyeng menghadapi keluarga virus SARS ini.
Namun ada hal menarik yang bisa kita amati, atau mungkin bisa dijadikan bahan pelajaran. Salah satunya adalah bagaimana negara yang menganut paham komunis, malah dapat lebih cepat mengatasi pandemi di negaranya.
Ambil contoh di China. Wuhan menjadi kota awal penyebaran virus ini. Namun, penerapan Lockdown yang ketat mampu memulihkan keadaan kota Wuhan hanya dalam waktu sekitar tiga bulan. Walau akhirnya ada kasus yang kembali muncul, namun boleh dikata China sukses dalam menghadapi pandemi ini.
Lalu coba kita simak juga yang terjadi di Vietnam, salah satu negara yang juga menganut paham komunis dan berhasil meredam Corona. Vietnam sejauh ini hanya mencatat 324 pasien positif, dengan nihil korban meninggal.
Dan demi mempertahankan kehormatan sebagai satu-satunya negara yang tidak mempunyai korban meninggal, mereka sedang melakukan sebuah pertaruhan tinggi, hanya demi nyawa satu orang pasien. Ceritanya diawali dengan kedatangan seorang pilot berkebangsaan Inggris ke Vietnam, Februari yang lalu.
Pilot berumur 43 tahun itu, yang nantinya dikenal dengan sebutan pasien no. 91, datang untuk bekerja di Vietnam Airlines. Hingga akhirnya dia terinfeksi Covid-19. Dan sekarang, keadaan paru-parunya buruk, sangat buruk sehingga untuk bernafas pun harus menggunakan paru-paru buatan.
Inilah yang membuat satu negara Vietnam bergerak untuk menyelamatkan nyawa pasien no. 91 itu. Demi kehormatan negara mereka, dan demi amal baik. Dokter sudah memutuskan, harapan terbesar supaya pilot itu sembuh adalah dengan transplantasi paru.
Tanpa perlu disuruh, rakyat Vietnam langsung mengajukan diri. Hingga ada 30 orang lebih yang bersedia menjadi donor. Sekarang tinggal menunggu keahlian para tenaga medis di sana. Kehormatan suatu negara ada di tangan mereka.
China dan Vietnam sama-sama menganut ideologi komunis. Walaupun mungkin sudah tidak murni karena tercampur kapitalisme, liberalisme maupun demokrasi. Tapi, dengan ideologi mereka, rakyat manut kalau mau diatur. Tak ada ceritanya yang mau protes kebijakan pemerintah. Semua mingkem. Walau tak setuju dalam hati, terpaksa mengikuti.
Bandingkan dengan yang menganut paham demokrasi. Seperti Amerika Serikat (AS), dan Indonesia. Malah carut marut tak terkendali. AS masih memegang rekor sebagai penderita terbanyak di dunia. Indonesia, walaupun belum sampai meledak, banyak yang memperkirakan tinggal menunggu waktu kapan bom penderita meledak.
Sistem demokrasi, selama ini dipandang lebih baik. Namun, ternyata untuk menangani bencana seperti ini, malah jadi bumerang. Semua pihak merasa punya suara, jadinya hanya ramai bergaduh tanpa solusi.
Pemerintah pun tak bisa tegas. Baik di AS maupun Indonesia, pelaksanaan Lockdown hanya jadi wacana. Diprotes oleh terlalu banyak pihak, walaupun ada sedikit yang mendukung. Tapi kalaupun berniat diterapkan, susah untuk terwujud.
Yang ada, pemerintah malah jatuh wibawanya. Keputusan yang terus berubah-ubah dan tak konsisten, membuat banyak rakyat yang meragukan, bahkan tak segan menghina kepala negara. Ada puluhan kasus penghinaan kepada kepala negara yang ditangani aparat kepolisian.
Naluri GAEKON-ers di batin saya berbisik, alangkah baiknya bila pemerintah mengadopsi cara negara komunis ‘mendisiplinkan’ rakyatnya. Bukankah yang penting tujuan hasilnya adalah kebaikan? Toh, daripada menganut ideologi seperti khilafah yang diusing HTI dan konco-konconya, masih lebih baik meniru China atau Vietnam.
Kalau bicara soal agama, toh Vietnam yang komunis masih bernafaskan agama Buddha. Di sini, malah yang ngakunya beragama, tingkah laku dan ucapannya bagai kewan yang tak ber-Tuhan. Jadi, ideologi hanya sebatas nama, kosong di prakteknya.
Sudah ganti saja. Bagaimana pendapat anda?
W For GAEKON