Gaekon.com – PKS dikabarkan menolak dengan tegas Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) diubah menjadi RUU Inisiatif DPR.
Melansir dari Kompas, Dalam rapat paripurna kemarin, sebanyak 8 fraksi menyetujui agar RUU TPKS menjadi RUU Inisiatif DPR, hanya PKS yang tegas menolak.
Menurut Juru Bicara (Jubir) Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati, fraksinya menolak bukan karena tidak setuju atas perlindungan terhadap korban kekerasan seksual, terutama kaum perempuan.
“Melainkan karena RUU TPKS ini tidak memasukan secara komprehensif seluruh tindak pidana kesusilaan yang meliputi kekerasan seksual, perzinaan, dan penyimpangan seksual yang menurut kami menjadi esensi penting dalam pencegahan dan perlindungan dari kekerasan seksual,” kata Kurniasih.
Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS DPR Willy Aditya berharap, Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera melayangkan surat presiden (surpres) untuk membahas rancangan beleid ini.
“Kita berharap, sekarang kan hari Selasa, kalau ini dikirim ya paling maksimal Jumat (21/1) sudah turun surpres lah,” kata Willy.
Willy juga menerangkan, setelah disetujui menjadi RUU Inisiatif DPR, nantinya DPR akan mengirimkan hasil rapat paripurna itu ke presiden. Setelahnya, DPR akan menunggu presiden mengirimkan surpres.
Willy optimis target RUU TPKS disahkan menjadi UU dapat terjadi dalam dua kali masa sidang. Ia mengatakan masa sidang ke-3 tahun sidang 2021-2022 tinggal satu bulan lagi.
Para anggota DPR akan memasuki masa reses kembali, rencananya pada 18 Februari 2022. Oleh karenanya, Willy berharap ada respons cepat pemerintah terhadap DPR dengan presiden mengirimkan surpres RUU TPKS.
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat berharap, proses pembahasan RUU TPKS bisa dilakukan secara cepat. Menurutnya, setidaknya pembahasan RUU TPKS bisa dilakukan paling lama dalam waktu empat minggu.
Lestari berharap RUU TPKS bisa menjadi jawaban atas penanganan kasus-kasus kekerasan seksual di Indonesia yang sejauh ini kerap tidak memberikan efek jera bagi pelaku.
Sementara itu, Forum Pengada Layanan (FPL) bagi Perempuan Korban Kekerasan berharap pengesahan RUU TPKS menjadi UU TPKS dilakukan minimal Juli 2022.
“Kami mendorong DPR RI memiliki target minimal Juli 2022, rakyat Indonesia sudah memiliki UU TPKS yang benar-benar melindungi korban,” kata anggota FPL Nurhasanah.
Nurhasanah mengingatkan agar pembahasan RUU TPKS dilakukan secara terbuka dan melibatkan peran masyarakat.
Nurhasanah juga mendesak DPR dan pemerintah mengkonsolidasikan kebutuhan semua pihak, terkhusus korban. Hal itu bertujuan agar RUU TPKS mampu memenuhi rasa keadilan bagi korban, sehingga kompromi politik dalam proses legislasi dapat dihindarkan.
Sebelumnya, RUU TPKS telah disetujui DPR menjadi RUU Inisiatif DPR pada rapat paripurna, Selasa (18/1). RUU ini bahkan telah berusia enam tahun dan berganti-ganti nama. Sebelumnya, publik tidak asing dengan nama RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
D For GAEKON