Jakarta – Raden Ajeng Kartini adalah sosok pejuang emansipasi perempuan yang buah pemikirannya menginspirasi pribumi untuk bangkit. Sayangnya, usia R.A Kartini tergolong pendek, ia meninggal dunia pada 17 September 1904 di Rembang. Saat itu, usianya baru menginjak 25 tahun.
Pemikirannya akan tetap abadi melampaui umurnya. Berkat inspirasi yang ditularkannya itu, Presiden Soekarno mengukuhkan RA Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional melelui Kerppres Nop. 108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964. Tanggal lahirnya pun diperingati sebagai hari besar, Hari Kartini yang jatuh tiap 21 April.
RA Kartini adalah priyayi atau bangsawan Jawa. Ayahnya adalah Bupati Jepara, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat. Sementara ibunya, M.A. Ngasirah, merupakan putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama yang juga tinggal di Jepara.
Pada usia muda Kartini belajar bahasa Belanda di ELS (Europese Lagere School), berkat kemahiran bahasa itu, ia lantas melahap beraneka bacaan. Mulai dari Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus hingga buku-buku karya Augusta de Witt.
Literasi yang dipupuknya itu membuat pemikirannya terbuka lebar. Dia bahkan membaca majalah dan koran Eropa yang semakin menambah wawasannya untuk memajukan perempuan pribumi.
Berkat kemampuan berbahasa Belanda, Kartini berkirim surat korespondensi dengan karibnya asal Belanda, Rosa Abendanon. Rosa, bukan hanya teman, melainkan juga pendukung bagi R.A. Kartini.
7 tahun setelah itu, karibnya Mr. J.H. Abendanon yang saat itu menjabat Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda menerbitkan surat-surat Kartini menjadi sebuah buku.
Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht, secara harafiah, artinya Dari Kegelapan Menuju Cahaya. Pada 1922, Balai Pustaka berinisiasi untuk menerbitkan buku tersebut dalam bahasa Melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Terbitan selanjutnya terjadi pada 1938, kali ini versi Armijn Pane seorang sastrawan Pujangga Baru. Pada terbitan ini, buku Habis Gelap Terbitlah terang dibagi menjadi limam bab pembahasan. Pada versi ini, buku ini dicetak sebanyak sebelas kali.
Tak hanya dalam bahasa Belanda, surat-surat Kartini yang berbasa Inggris juga pernah dialihbahasakan oleh Agnes L. Symmers. Bahkan, surat-surat tersebut juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa dan Sunda.
Dari surat-surat yang jadi buku itu, pikiran-pikiran Kartini menyebar, dibaca, dipelajari, lalu menginsipirasi perempuan pribumi yang kala itu dianggap lemah dan tak berdaya menjadi lebih terbuka.
K For GAEKON