Mengenal Jembatan Ampera yang Menjadi Ikon Kota Palembang

0
jembatan-ampera-1024x575.jpg (1024×575)
https://www.desanesia.id/jembatan-ampera-ditutup-tiga-jam-saat-malam-tahun-baru/

Selain dikenal dengan makanan khas Pempek, Kota Palembang juga dikenal akan jembatannya yang ikonik. Jembatan tersebut adalah Jembatan Ampera yang menghubungkan Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Jembatan Ampera dibangun di atas Sungai Musi dan menjadi jalur transportasi, lambang sejarah, serta kebanggaan masyarakat Palembang.

Sejarah Singkat Jembatan Ampera

Sejarah Jembatan Ampera dimulai sejak zaman Gemeente Palembang pada tahun 1906. Namun, usaha untuk membangun jembatan ini mengalami banyak hambatan.

Pada tahun 1924, saat Wali kota Le Cocq de Ville memimpin Kota Palembang, gagasan membangun jembatan tersebut muncul kembali, tetapi tetap tidak terealisasi. Bahkan ketika Belanda meninggalkan Indonesia, proyek ini juga belum terwujud.

Pada tahun 1957, DPRD Peralihan Kota Besar Palembang mengusulkan pembangunan jembatan yang disebut “Jembatan Musi” dengan anggaran yang tersedia hanya sekitar Rp 30.000,00.

Sebuah panitia pembangunan pun dibentuk pada tahun yang sama. Usaha yang melibatkan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, Kota Palembang, dan dukungan penuh dari Kodam IV/Sriwijaya akhirnya membuahkan hasil.

Presiden Soekarno akhirnya menyetujui usulan pembangunan jembatan ini, dengan syarat bahwa dua ujung jembatan akan dihiasi dengan boulevard atau taman terbuka. Kontrak Pembangunan pun ditandatangani pada tanggal 14 Desember 1961, dengan biaya sebesar USD 4.500.000.

Pembangunan jembatan ini dimulai pada bulan April 1962. Dana untuk pembangunan berasal dari dana rampasan perang Jepang, dan proyek ini melibatkan tenaga ahli dari Jepang.

Awalnya, jembatan ini dinamai “Jembatan Bung Karno” sebagai penghormatan kepada Presiden Soekarno.

Peresmian pemakaian jembatan ini dilakukan pada tahun 1965. Pada saat itu, Jembatan Ampera adalah jembatan terpanjang di Asia Tenggara.

Pada tahun 1966, saat terjadi pergolakan politik dan gerakan anti-Soekarno yang sangat kuat, nama jembatan ini diubah menjadi “Jembatan Ampera” (Amanat Penderitaan Rakyat).

Bagian Tengah Jembatan Ampera Dapat Diangkat

Jembatan Ampera memiliki panjang 1,117 meter dan lebar 22 meter (bagian tengah selebar 71,90 meter). Jembatan ini memilki berat 944 ton dan dilengkapi pembandul seberat 500 ton. Jembatan yang memiliki ketinggian 11.5 meter di atas permukaan air ini memiliki menara setinggi 63 meter dari permukaan tanah, dengan jarak antara menara 75 meter.

Salah satu ciri khas Jembatan Ampera adalah kemampuannya untuk mengangkat bagian tengah jembatan. Bagian tengah, bagian depan, dan bagian belakang jembatan ini dapat diangkat ke atas untuk memungkinkan kapal besar lewat di bawahnya.

Bagian tengah jembatan dapat diangkat dengan peralatan mekanis yang ditenagai oleh dua bandul pemberat, yang terletak di dua menara. Kecepatan pengangkatan sekitar 10 meter per menit dan waktu yang diperlukan untuk mengangkat penuh jembatan adalah sekitar 30 menit.

Pengangkatan ini memungkinkan kapal dengan lebar hingga 60 meter dan tinggi maksimum 44,50 meter dapat lewat. Tanpa pengangkatan, tinggi kapal maksimum yang dapat lewat di bawah jembatan hanya sembilan meter dari permukaan air sungai.

Pada tahun 1970, pengangkatan bagian tengah jembatan ini tidak lagi dilakukan. Hal ini karena waktu yang diperlukan untuk mengangkat jembatan dianggap mengganggu lalu lintas di atas jembatan. Pada tahun 1990, kedua bandul pemberat di menara jembatan ini pun diturunkan untuk menghindari potensi bahaya jatuhnya beban tersebut.

 

FT for GAEKON