Gaekon.com – Saya dengar pemerintah mau melonggarkan pemberlakuan PSBB. Gara-garanya, banyak masyarakat yang menjerit akibat kebijakan tersebut. Pemerintah agaknya mulai insaf dan sadar bahwa pandemi ini menyadarkan mereka level kemampuan makan individu itu berbeda-beda.
Jangankan ekonomi lesu gegara Covid-19, dalam kondisi normal saja masyarakat terbagi jadi beberapa kelas. Kalau yang klasik teoritis, pembagian level masyarakat kita tahu berdasarkan klaster status kemapanan ekonominya. Kalangan bawah, menengah, atas dan sub-sub turunannya.
Tapi wong saya ini hanya rakyat kecil, ora ilok sok tau dengan mengutip teori pembagian kelas macam para sosiolog. Bagi kami Tiang Alit ini, kami mudheng kalau dijelaskan model begini, ada orang yang levelnya ‘besok makan apa tidak’ ; ‘besok makan apa’ dan ‘besok makan dimana’.
Kebanyakan dari kita tentu banyak yang merasa di level ‘besok makan apa’. Dan bagi yang berduit lebih, ngapain repot2 masak kita kulineran saja lah dengan ‘besok makan dimana’.
Namun, dengan adanya pandemi virus corona ini mendadak populasi orang dengan level ‘besok makan apa tidak’ terlihat begitu banyak. Media massa, media sosial menyorot kisah-kisah dari orang bawah itu.
Ada yang supaya bisa makan rela diusir dari kontrakan karena nunggak lama. Ada yang belum makan sehari dua hari. Ada yang beberapa hari. Ada yang pada tingkat ekstrem bahkan meninggal dunia karena cuma bertahan hidup dengan minum air galon selama beberapa hari.
Derita-derita rakyat seperti itu mencuat ke permukaan. Para pejabat publik, tokoh politik, pembesar negeri, selebritis berlomba-lomba memberikan bantuan sosial yang isinya sembako untuk meringankan hidup saudara-saudara kita yang tengah dalam kondisi sulit itu.
Dan kita saksikan beberapa diantara mereka memberi tapi malah mendapat hujatan. Meskipun banyak yang harus digarisbawahi soal itu. Misalnya apakah mereka ikhlas dalam memberi? Apa bantuan yang diberikan dibututuhkan? Apa distribusinya sudah baik?
Kalau mau pakai paradigma kritis, akan banyak tentunya pertanyaan-pertanyaan model seperti itu. Namun kita maklumi saja dulu. Setidaknya, mereka masih mau memberi.
Kendati begitu, saya kok kepengin ngajak bertanya-tanya, agaknya usai corona reda, adakah kemirisan-kemirisan itu tetap jadi perbincangan arus utama dalam kehidupan? Kalau pun iya bakal semasif apa? Dan bagaimana langkah-langkah konkret para pembesar negeri? Apakah berkurang atau justru kian bertambah uluran tangan mereka bagian golongan ‘besok bisa makan apa tidak’.
#suaragaekoners
K For GAEKON