Pandemi Covid-19 dan Rakyat Yang Selalu Jadi Kambing Hitam

0
Pandemi Covid-19 dan Rakyat Yang Selalu Jadi Kambing Hitam

Gaekon.com – Saya kok sebal dengan media mainstream yang bikin berita cenderung menyalahkan rakyat yang melanggar aturan selama pandemi Covid-19. Sekali dua kali sebagai pengingat ndak apa-apa lah. Kalau terlalu over, rakyat kecil kayak saya ini jengah juga.

Kok apa-apa rakyat disalahkan. Jadi, kegunaannya media massa itu untuk mbelani sinten lo? Rakyat apa rezim? Kok yang muncul beritanya macam begini ‘nekat mudik, sengaja ngumpet di bak pickup pemudik ditangkap petugas’, ‘langgar jam malam, nongkrong di warkop diciduk aparat’, dan sebagainya.

Nek tak roso, berapa persen sih rakyat itu yang mokong? pernah nggak yang tertib juga diberitakan? Mungkin jawabannya pernah, tapi saya yakin, dibanding yang bad news, good news soal rakyat yang tertib paling 10 : 3.

Alasannya klasik, kalau nggak gitu ya nggak laku to mas koranku. Soalnya impact good news biasanya nggak besar. Berita buruk adalah berita yang baik. Baik dalam hal memberikan keuntungan bagi perusahaan media, maksudnya. hehe.

Bagi saya pribadi, media adalah pekerjaan yang arus utamanya adalah hati nurani. Nurani itu memihak kepada mereka yang tertindas. Dan menurut saya rakyat di lini bawah adalah yang paling merasakan ketertindasan.

Tulisan ini bercermin dari pengalaman saya sebagai petugas jaga PSBB di salah satu desa di Gresik. Selasa 5 Mei 2020 pukul 18.00-22.00 WIB saya ketiban tugas jaga.

Saya berada di pos bersama 5 orang lain. RT kami kebetulan bertugas jaga hari itu. Konfigurasinya adalah dengan menetapkan 4 shift. 07.00-11.00; 10.30-14.30; 14.00-18.00;17.30-22.00 WIB. Tiap shift diisi oleh 6-7 orang warga RT.

Betapa Rakyat Indonesia itu ndemenakke pemerintahnya. Mereka rela datang ke pos jaga corona di desa tanpa dibayar. Mereka mau meluangkan waktu istirahat dari sepulang kerjanya-habis buka puasa tet langsung berangkat.

Adakah media massa yang mau menyorot dan memblow up fakta itu? Mau membesar-besarkannya sehingga berita buruk kelakuan rakyat tertutupi olehnya.

Betapa warga desa kami begitu guyub, saling srawung dan masih menjaga teguh semangat gotong royong. Dan saya tidak temukan itu pada kepemimpinan nasional bahkan hanya sekedar tingkat kabupaten.

Bagaimana rakyat kecil ini yang tak tahu menahu soal corona, dengan lapang hati mau urun kebaikan bagi kemaslahatan desanya. Tidak ada uang yang jadi iming-iming kami untuk mau jaga di pos.

Saya dan termasuk beberapa warga membawa snack dan minuman secara sukarela. Saling jaga-saling perhatian satu sama lain. Oh dulurku mungkin lesu di pos, tak belikan martabak ah, nasi bungkus boleh, rokok kopi ini silahkan diambil.

“Wapike atie rakyat cilik Iki. Gelem ngewangi negoro e sampek dibelani koyok ngene,” pikirku dalam hati. Mereka seolah lupa dan begitu memaafkan bahwa mereka bukan subjek utama perhatian pemerintah.

Kendati begitu, saya juga tak memungkiri ada beberapa protap corona yang masih punya celah disana-sini. Seperti, tidak adanya briefing dari perangkat desa kepada petugas jaga pos. Pengawasan yang cenderung longgar dan ala kadarnya. Contoh saja, ada SOP tertulis semua yang masuk desa harus disemprot disinfektan dan di cek suhu tubuhnya. Toh ya, ndak semua itu orang dibegitukan.

Malah di SOP tidak ada aturan kalau ada orang sakit demam, panas harus diapakan. Saya tidak mau menyalahkan para rakyat sejauh itu. Mereka cuma orang nggak ngerti yang tidak dibimbing oleh orang mengerti. Mereka terjun urun waktu biaya dan tenaga demi cinta pada desanya.

Jadi, dosa-dosa yang dilakukan rakyat di tengah kebijakan pemerintah terkait Covid-19 ini adalah dosa sistemik. Artinya, ada dosa yang jauh lebih besar yang harus ditimpakan perusahan media kepada penguasa dibanding kepada rakyat.

Kehadiran rakyat di tengah negara dan pandemi Covid-19 ini tidak bisa disalahkan seratus persen. Faktanya rakyat selalu jadi kambing hitam atas dosa pelanggaran peraturan. Padahal regulasi yang ada dibuat secara tak arif oleh pemerintah.

Meskipun begitu saya mencoba berbaik sangka atas sorotan media mainstream itu. Barangkali tujuannya baik. Demi meningkatkan kedisiplinan rakyat. Meskipun rasanya kok klise.

#suaragaekoners

K For GAEKON