Pola makan teratur dan mengonsumsi makanan bernutrisi memang sangat berpengaruh besar untuk kesehatan tubuh. Mendengar hal itu mungkin sudah biasa. Berbeda dengan mengonsumsi makanan namun bisa berpengaruh untuk orang lain, hal ini yang menjadi tidak biasa.
Apa yang kita konsumsi ternyata berpengaruh untuk orang lain, memang ketika didengar sangat membingungkan. Namun sebuah penelitian terbaru mengungkapkan, jenis makanan yang dikonsumsi oleh orangtua bisa sangat menentukan masa depan anaknya.
Bagaimana bisa terjadi? Apa hubungannya? Pasti bertanya-tanya dalam hati.
Dilansir dari laman Medical Xpress, ketika orangtua mengonsumsi makanan rendah protein atau tinggi lemak, hal ini bisa berdampak bagi anaknya. Metabolisme pada anak mereka ketika dewasa akan bermasalah.
Seperti yang dikutip GAEKON dari laman Merdeka.com, hal tersebut dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan IKEN Cluster for Pioneering Research (CPR).
Penelitian tersebut dilakukan sebelum kelahiran, dengan memfokuskan pada perkembangan kesehatan dan penyakit. Sejumlah faktor seperti stres dan pola makan berdampak pada perkembangan penyakit ini ketika anak masuk usia dewasa.
Bukti eksperimental menunjukkan bahwa faktor lingkungan berdampak pada orangtua dalam mempengaruhi keturunan mereka sepanjang hidup. Secara khusus, pola makan rendah protein pada orang tua diketahui berhubungan dengan munculnya penyakit metabolik pada anak seperti diabetes.
Fenomena ini disebut berhubungan dengan perubahan genetika yang berkaitan dengan DNA. Sebelumnya, masalah ini tidak diketahui secara jelas hubungannya.
Percobaan ini dilakukan Keisuke Yoshida dan Shunsuke Ishii dari RIKEN CPR pada tikus. Peneliti memberi makan tikus jantan dan betina dengan makan normal atau rendah protein kemudian dikawinkan.
Berdasarkan percobaan tersebut diketahui bahwa pola makan tikus jantan berpengaruh terhadap kesehatan anak di masa depan. Diketahui bahwa ketika tikus jantan rendah protein, terjadi pengaruh pada anak mereka.
“Temuan yang paling mengejutkan adalah bahwa perubahan epigenetik disebabkan pola makan rendah lemak dari ayah tetap terjadi pada sperma dewasa selama spermatogenesis dan diturunkan pada generasi selanjutnya,” terang Ishii.
Melalui percobaan pada tikus, penelitian ini membantu menjelaskan detail molekular terkait munculnya masalah kesehatan dan penyakit. Kondisi nutrisi ini bisa berujung penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup pada anak seperti diabetes.
Sebagai tambahan, sangat mungkin untuk memprediksi perubahan metabolisme pada keturunan. Hal ini dilakukan dengan mengukur perubahan epigenetik pada gen yang diidentifikasi pada sel sperma paternal.
“Kami berharap orang-orang, terutama mereka yang memiliki nutrisi rendah karena pilihan, lebih menaruh perhatian pada pola makan ketika merencanakan untuk punya keturunan. Hasil penelitian kami menjelaskan bahwa pola makan dengan lebih banyak protein dan rendah lemak lebih sehat tidak hanya untuk tubuh namun juga pada sperma dan kesehatan anak di masa mendatang,” tandas Ishii.
Penelitian sebelumnya juga sudah pernah dilakukan oleh para ilmuwan di Medical Research Council dan London School of Hygiene and Tropical Medicine. Penelitian tersebut menunjukkan bagaimana status gizi orangtua dapat berdampak langsung terhadap komposisi genetik dan sistem kekebalan tubuh bayi yang belum lahir. Bukan hanya ibu, pola makan dan gaya hidup ayah terbukti dapat mempengaruhi kesehatan anak dalam jangka panjang.
Bukan hanya itu, mengutip dari Akurat.co, yang lebih mengejutkan lagi adalah seorang ayah yang melakukan diet rendah protein (LPD) maka juga dapat berpengaruh pada kualitas spermanya. Seorang ahli mengatakan bahwa hal tersebut dapat menempatkan anak pada risiko obesitas dan diabetes tipe 2 di antara masalah kesehatan lainnya.
Mengenai efek diet ayah pada kesehatan jangka panjang keturunannya, dokter kesuburan, dr. Shweta Goswami, menjelaskan, tidak ada korelasi mutlak antara keduanya. Setidaknya hingga saat ini.
“Hal pertama yang perlu dipertimbangkan adalah risiko keguguran atau kelainan bawaan lahir pada anak. Ini, tentu saja, memiliki korelasi langsung dengan kualitas sperma pria juga,” kata Goswami.
Goswami juga menambahkan bukan hanya dari pola makan saja, selain itu hal yang dapat mempengaruhi kualitas sperma adalah mengonsumsi nikotin.
“Merokok atau konsumsi nikotin dalam bentuk apa pun. Aktvitas ini diketahui secara langsung dapat mempengaruhi jumlah atau kualitas sperma. Sekali lagi, jika pasangan pria diabetes, itu juga dapat mempengaruhi kualitas sperma,” tegas Goswami.
Goswami mengimbau bahwa orangtua yang sehat akan melahirkan bayi sehat. Pola makan orang tua idealnya termasuk sayuran hijau, walnut, almond, multivitamin dan antioksidan.
“Mereka harus berhati-hati terhadap gaya hidup dan pola makan yang mereka konsumsi. Sebagai spesialis infertilitas, saya memberi tahu pasien saya bahwa apa yang mereka makan dan gaya hidup apa yang mereka lakukan pasti akan memiliki korelasi dengan tingkat keberhasilan memiliki bayi. Semakin sehat sperma dan sel telur, semakin besar kemungkinan memiliki bayi yang sehat,” pungkas Goswami.
KL For GAEKON