Sejarah Kimono, Pakaian tradisional Jepang

0
Kimono
Sumber Foto: Funi Jepang

Gaekon.com – Salah satu pakaian tradisional Jepang yang banyak dikenali orang adalah kimono. Secara harfiah Kimono adalah baju atau sesuatu yang dikenakan.

Kimono masih berfungsi sebagai pakaian tradisional yang dikenakan masyarakat Jepang dalam menghadiri festival dan upacara formal.

Meski demikian, ada pula yang masih menggunakan kimono dalam kegiatan sehari-hari. Kimono sendiri dapat dipakai laki-laki maupun perempuan.

Sejarah Kimono

Kimono yang kita kenal saat ini, muncul pertama kali pada masa Heian (794-1192). Sebelumnya, di masa Nara (710-794), biasanya orang-orang Jepang memakai satu setel pakaian terpisah yang terdiri dari atasan dan bawahan (celana panjang atau rok) atau baju terusan. Namun, pada masa Heian, pembuatan baju kimono mulai dilakukan.

Sementara kalangan bangsawan pertama kali mengenakan kimono sekitar tahun 794-1185. Seiring berjalannya waktu, pakaian ini makin populer di kalangan masyarakat, dan sering dikenakan oleh aktor kabuki saat pentas dan geisha.

Pembuatan Kimono

Dikenal dengan metode ‘straight-line-cut’, pembuatan kimono melibatkan pemotongan kain dalam garis lurus, lalu menjahitnya secara bersamaan.

Dengan teknik ini, pembuat kimono tidak harus memperhatikan bentuk badan pemakainya saat memproduksinya.

Kimono dengan potongan garis lurus ini menawarkan berbagai macam keuntungan. Diantaranya yaitu mudah dilipat, cocok dipakai pada cuaca apapun, dan bisa digunakan secara berlapis untuk memberikan kehangatan di musim dingin.

Selain itu dibuat dari bahan seperti linen yang nyaman digunakan di musim panas. Manfaat-manfaat tersebut membuat kimono akhirnya menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Jepang.

Berbentuk huruf ‘T’

Zaman sekarang kimono berbentuk seperti huruf “T”, mirip mantel berlengan panjang dan berkerah. Panjang kimono dibuat hingga ke pergelangan kaki.

Wanita mengenakan kimono berbentuk baju terusan, sementara pria mengenakan kimono berbentuk setelan.

Kerah bagian kanan harus berada di bawah kerah bagian kiri. Sabuk kain yang disebut obi dililitkan di bagian perut/pinggang, dan diikat di bagian punggung. Alas kaki sewaktu mengenakan kimono adalah zōri atau geta.

Furisode

Wanita yang belum menikah mengenakan sejenis kimono yang disebut furisode. Ciri khas furisode adalah lengan yang lebarnya hampir menyentuh lantai. Perempuan yang genap berusia 20 tahun mengenakan furisode untuk menghadiri seijin shiki.

Pakaian pengantin wanita tradisional Jepang (hanayome ishō) terdiri dari furisode dan uchikake (mantel yang dikenakan di atas furisode).

Furisode untuk pengantin wanita berbeda dari furisode untuk wanita muda yang belum menikah. Bahan untuk furisode pengantin diberi motif yang dipercaya mengundang keberuntungan, seperti gambar burung jenjang.

Warna furisode pengantin juga lebih cerah dibandingkan furisode biasa. Shiromuku adalah sebutan untuk baju pengantin wanita tradisional berupa furisode berwarna putih bersih dengan motif tenunan yang juga berwarna putih.

Pemakaian Kimono

Pria mengenakan kimono pada pesta pernikahan, upacara minum teh, dan acara formal lainnya. Ketika tampil di luar arena sumo, pesumo profesional diharuskan mengenakan kimono.

Anak-anak mengenakan kimono ketika menghadiri perayaan Shichi-Go-San. Selain itu, kimono dikenakan pekerja bidang industri jasa dan pariwisata, pelayan wanita rumah makan tradisional (ryōtei) dan pegawai penginapan tradisional (ryokan).

Melambangkan Keberuntungan

Kimono melambangkan umur panjang dan keberuntungan. Beberapa jenis motif secara khusus menunjukkan status pemakainya, seperti status perkawinan, pekerjaan, dan acara yang dihadiri.

 

KA For GAEKON