Gaekon.com – Selamat Hari Pendidikan Nasional! Kepada para guru, para murid, para kepala sekolah, dan kepada para-para yang lainnya.
Pendidikan, kalau kita mengacu pada arti dari wikipedia, adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian.
Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak.
Namun, apakah masih pantas kita merayakan hari yang diperingati setiap tanggal 2 Mei ini?
Pendidikan selalu identik dengan sekolah, tempat dimana proses belajar-mengajar dilakukan.
Namun, tanpa kita sadari, sekolah sekarang hanyalah mengacu pada siapa yang memiliki bangunan yang paling megah, fasilitas yang paling modern, status ‘internasional’, ‘akreditasi’, ‘negeri’, ‘swasta’ dan lain sebagainya.
Murid pun boleh dibilang terjebak pada suatu rutinitas, yang tak jauh bedanya dengan seorang narapidana.
Absensi yang dikejar setiap harinya, akhirnya hanya berujung pada selembar kertas yang berjudul ‘ijazah’, yang seolah menjadi produk akhir yang menentukan masa depan seseorang.
Siapa yang peduli, apa yang telah dipelajari oleh sel-sel otak yang berwarna kelabu itu? Yang terpenting, adalah berapa keuntungan sekolah setiap tahunnya, betapa bangganya orang tua memamerkan nilai anaknya di media sosial, tanpa tahu anaknya sering menangis sendirian karena terbeban tugas sekolah.
Coba kita lihat model murid zaman now. Yang SD, sudah belajar bermain papa dan mama, walau untuk buang air kecil saja mereka belum bisa melakukannya secara benar.
Yang berseragam putih biru, sudah menjadi generasi TikTok, bersiap menyusul kakak-kakak mereka yang berseragam putih abu-abu, yang gemar live IG sambil membuka bra mereka, atau belajar tawuran hingga meninggal ala anak STM.
Yang katanya mahasiswa, malah asyik belajar politik praktis. Turun ke jalan berdemonstrasi, atau malah belajar membuat bom, atau memberikan kartu kuning kepada presiden, demi diundang dalam acara talkshow di televisi.
Tak heran, kualitas pendidikan di negeri ini bagai jalan di tempat. Hingga sang mas menteri, punya ide untuk menghilangkan ujian nasional.
Konsep yang baru, namun masih perlu diuji oleh waktu. Di tengah pandemi seperti sekarang, bisa jadi merupakan sebuah momen yang pas, untuk melihat apakah konsep ini siap dijalani oleh setiap stake holder pendidikan Indonesia.
Yang ada, malah para orang tua yang tertekan sekarang. Merasa bingung menghandle anaknya sendiri saat harus sekolah di rumah. Haha.
Kapan semua akan sadar, bahwa pendidikan lebih penting daripada nilai 100, atau grade A di kertas ujian atau buku raport?
Kapan mereka akan sadar, bukan itu cita-cita Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional?
Kapan mereka akan menyadari, masih banyak guru honorer yang tak tentu nasibnya, seperti si ‘Oemar Bakrie’?
Lalu, masih pantaskah kita mengucapakan, Selamat Hari Pendidikan? Malu saya pada semut merah, yang berbaris di dinding. Menatap penuh tanya, sedang apa disini?
Ingin kuucapkan, ‘menanti pacar’. Tapi, jangankan pacar, gebetan pun aku tak punya.
W For GAEKON