Gaekon.com – Budayawan sekaligus dalang ‘edan’ Sujiwo Tejo membuat kultwit tentang pendidikan. Kultwit itu dalam rangka momen peringatan Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada Sabtu 2 Mei 2020.
Melalui akun twitter @sudjiwotedjo Mbah Tejo memberikan responnya terhadap kondisi pendidikan di tanah air. Sejumlah isu terkini seperti kursus berbayar di program kartu Prakerja juga dia singgung.
Namun yang menarik, Presiden Jancuker itu mencoba meluruskan urutan Tri Darma perguruan tinggi yang menurutnya terlanjur salah kaprah. Berikut GAEKON satir thread tersebut secara lengkap.
1) Bila betul orang Palembang sampai harus ikut kursus bikin mpek2 dan bayar, mungkin ini kesalahan penerapan Tri Dharma PT. Harusnya urutannya 1) Pengabdian pd masyarakat, yaitu milenial melebur dan mencatat 2) Meneliti catatan itu 3) Mengajarkan hasil penelitian itu.
2) Milenial tidak datang ke masyarakat dgn hasil ajaran dan penelitian kampus. Tp betul2 hanya bergaul dan mencatat. Jam berapa nelayan bangun. Knp ada sapu ijuk terbalik di sampan2. Knp bambu utk bahan bangunan mesti direndam 35 hari di air yg mengalir. Gmn cara bikin Mpek2 dll.
3) Milenial mencatat aja. Ndak usah mbagusi dgn mengajarkan ini itu dari kampus. Knp naik pohon kelapa lbh dari sekali per hari itu pamali. Knp kalau ada 2 ayam betina tarung pertanda akan ada tanah longsor di sekitarnya. Nyatet aja ngak usah sledrang-sledreng bawa ilmu kampus.
4) Nah catatan2 itu diteliti.. hasil penelitian diajarkan ke mahasiswa, sehingga lulusan PT tidak terasing dari masyarakatnya sendiri. Tugas milenial menjelaskan itu semua dlm bahasa nalar (knp mesti ada sapu ijuk terbalik di sampan dll). Leluhur dasarnya wangsit.
5) Tp kalau diteliti.. hal yg dasarnya wangsit itu belum tentu tidak ilmiah. Janganlah milenial, apalagi misalnya mumpung dapat proyek, ujuk2 datang ke masyarakat dgn hek-metehek padahal cuma menggarami lautan spt ngajari orang Pulau Garam nyeleksi dan jualan besi bekas
6) Ingat, sehebat apa pun almamater milenial itu, universitas hanyalah miniatur dari universe. Masyarakat yg hidup dari kearifan lokal leluhurnya itu hidup dalam universe.. bukan setempurung universitas yg kini jadi berhala, dan yg disebut ahli kalau dari kampus!!!
7) Dulu waktu jd wartawan aku sering protes, knp narsum ahli pasti dari universitas!? Universitas, bukanlah satu2nya sumber kebenaran. Ada banyak pakar2/empu2 di universe tp bukan dari universitas. Kalau universitas itu sesuatu, pasti nabi2 berasal dari kampus2 pada zaman itu!!!
8) Yup,doa petani bukan agar hama2 mati. Doanya, “Tikus2, wereng, burung, belalang dll kalau mau makan padi monggo.. tapi kami tolong bagiin juga.” Petani lbh paham dr org kampus bhw SAPIENS bukan segala2nya. Kalau pakai pestisida, tanah makin lama makin bantat.. makin gak subur.
9) Itu salah kaprah dari Tri Dharma Perguruan Tinggi. Pakar pertanian Alm HS Dillon menyebut bhw Ki Hadjar Dewantara memaksudkan urutan 1) Pengabdian 2) Penelitian 3) Pengajaran. Tp di Indonesia apa yg gak salah kaprah? #Math aja diajarkan sbg itung2an..Mestinya sbg konsep2.
10) Dalang itu dlm proses belajarnya mesti belajar jg tatah-sungging (menatah dan mewarna) wayang, tp kalah yg jd dalang gak boleh bikin wayang. Pamali. Orang universitas langsung bilang itu klenik. Pdhl itu justru cara leluhur mendistribusikan peran2 ekonomi warga. No monopoli!
11) Betul. Knp orang Dayak suku tertentu kalau motong bambu mesti hari Selasa dan di atas pk 1 siang. Klenik? Jangan buru2 kalian bilang klenik. Tugas mahasiwa KKN mencatat itu, lalu kampus menelitinya .. lalu mengajarkan itu ke mahasiwa. Itulah urutan Tri Dharma PT.
12) Unviversitas yaitu hanya-miniaturnya universe mungkin tahunya yg keras ialah baja/intan. Tapi universe/masyarakat tahu bahwa yg jauh lebih keras dari semua itu adalah KEHIDUPAN!!!!!
Thread itu lantas banjir komentar dari warganet. Sejumlah warganet tampak terbelalak dengan argumen yang disampaikan pemilik akun ber-user name Jack Separo Gendeng itu.
“Hmm tulisan anda selalu mengacak logika yang sudah ada, tapi saya suka,” cuit akun @lalunovaldy.
“Pernah ikut kegiatan dosen untuk pengabdian masyarakat , dimana para dosen menawarkan pestisida nabati dari tanaman serei untuk kelompok tani , kami malah ditertawakan , mereka bilang “sudah pernah coba , gak bisa disimpan lama2 , paling jatuhnya jadi obat mencret anak saya” komentar akun @faroek_madian
“Ah aku pada mu, dulu lulus kuliah berasa udah keren banget (rada blagu kalo boleh jujur maklum dari PTN papan atas) tapi pas udah kerja, wuih ga ada apa²nya ituh ilmu. Bener² harus unlearn dan belajar lagi supaya adaptif. Terjun ke dunia nyata adalah kampus yg sebenarnya,” cuit akun @ellaherlany.
Thread itu diposting Mbah Tejo pada Jumat 30 April 2020 pukul 06.21 WIB. Kultwit itu sudah diretweet sebanyak 1.200 kali dan disukai hingga 1.900 kali.
K For GAEKON