Terlalu Mengelukan Restoran Cepat Saji Asing, Pantaskah?

0
Terlalu Mengelukan Restoran Cepat Saji Asing, Pantaskah?

Gaekon.com – Restoran cepat saji McDonald’s di Sarinah Jakarta Pusat resmi tutup mulai hari ini Minggu 10 Mei 2020. Penutupan permanen itu berlaku mulai pukul 22.05 WIB. Perusahaan multinasional itu diminta hengkang oleh BUMN PT Sarinah (Persero), karena seluruh bangunan akan direnovasi.

Masyarakat tanah air khususnya yang pernah menikmati sajian di McD Sarinah sangat menyayangkan penutupan itu. Ungkapan hati warganet bahkan sampai trending di Twitter. Mereka begitu sedih karena mulai besok sudah tak lagi bisa memesan atau bersantap makan di McD Sarinah.

Cuitan para warganet banyak yang mengungkapkan kenangan mereka disana. Umumnya nada cuitan tersebut adalah mengelu-elukan resto cepat saji asal Amerika Serikat itu.

Tapi pantaskah sikap itu ditujukan untuk McD?

Suara hati Gaekoners saya mencuat menanggapi fenomena ini. Saya pribadi kok ya nggak gumun blas kalau McD Sarinah atau McD di tempat-tempat lain pada tutup. Nek tutup terus opoo?

Saya orang yang cenderung menganggap restoran cepat saji khususnya franchise multinasional kok memperlakukan pelanggan secara tidak manusiawi. Ini feel saya pribadi Lo ya! Kalau pembaca tidak merasakan hal yang serupa. Sebaiknya stop saja membaca opini nyeleneh bin ngawur saya ini daripada killing time ndak jelas.

Lha bagaimana, wong restoran macam begitu itu mencurigai semua pelanggan. Dengan sistem bayar dulu sebelum makan, kok ya secara halus saya dituduh nggak akan melunasi usai makanan habis dilahap. Didalam hati mesti saya berujar, tenang ae, tak bayar tak bayar!

Belum lagi, begitu sudah bayar saya yang pelanggan nyeleneh ini geleng-geleng kepala dengan sistem penyajian makanan. Sudah bayar di muka, kok saya yang bawa sendiri nampan berisi makanan ke meja makan. Opo-opoan coba?

Selain itu ada himbauan kepada pelanggan untuk merapikan meja makan sebelum meninggalkan tempat duduk. Iki aneh menurutku. Opo gak mesisan aku mbok kongkon kora-kora pisan?

Publik yang gumun dan begitu fans berat resto cepat saji asing mungkin akan membantah pandangan pribadi saya. Yaopo se, iku kan cara yang lebih praktis dan modern. Dijak maju gak isok koen iku?

Ups, sabar, begini lo, saya cuma mau membandingkan bagaimana perlakuan terhadap pelanggan antara resto cepat saji asing dengan warung atau rumah makan konvensional tanah air.

Kok sing tak roso pelanggan luwih diuwongke di warung atau resto lokal ya. Misalnya saja Rumah Makan Masakan Padang wes, sing jarene ada banyak di seantero Indonesia. Lihat itu cara mereka melayani pelanggannya. Betul-betul saya seperti tamu yang dijamu dengan baik di rumah sahabat. Disambut senyum ramah. Diambilin makanan aneka rupa. Dan bayar pun belakangan.

Lebih jauh, coba bandingkan dengan warung makan tradisional. Kita bahkan bisa bercengkrama dengan pemilik warung. Kalau kenal dekat kemungkinan porsi juga akan bertambah. Kalau kenal lebih dekat lagi, khususnya bagi yang sedang bokek, pembayaran bisa dilakukan lain hari. Ngunu alias kasbon, alias nulis, alias ngutang. Arek ngekos opomaneh mahasiswa pasti langsung paham.

Saya mau bilang, memang dalam hal kebersihan makanan, kenyamanan tempat, dan sebagainya mungkin resto cepat saji lebih unggul. Namun, SOP perlakuan mereka terhadap pelanggan tak bisa mengikis karakter bisnis dari tempat asalnya, negeri Paman Sam yang begitu kapitalistik.

Bagi saya jejak kapitalis itu tercermin dari perlakuan resto cepat saji asing kepada pelanggannya. Bukan cuma di sektor kuliner, bagi saya prinsip kapitalistik itu juga ditemukan di sektor lain. Kalau ke pelanggan, perusahan akan menyuruh bayar duluan. Tapi kalau ada proyek kebutuhan internal, perusahan bakal bayar belakangan ke para vendor. Dan itulah wajah kapitalisme global yang sayangnya malah kita elu-elukan.

Jadi, masih pantaskah kita begitu gumun dengan pelayanan resto cepat saji multinasional? Dan mulai kapan kita akan bangga terhadap pelayanan warung dan rumah makan lokal?

#suaragaekoners

 

K For GAEKON