Usulan Nama Soeharto Sebagai Pahlawan Nasional Jadi Pro Kontra

0

Nama mantan Presiden RI, Soeharto masuk dalam pengusulan 10 orang tokoh Indonesia dengan gelar pahlawan nasional.

Nama Soeharto diusulkan oleh Provinsi Jawa Tengah. Namun, usulan Soeharto sebagai Pahlawan nasional ditolak oleh berbagai pihak. 

Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menanggapi desakan masyarakat sipil yang menolak pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden Ke-2 RI tersebut.

Gus Ipul menyebut dalam proses diskusi nanti, semua kritik dan saran dari semua pihak akan dipertimbangkan oleh tim penilai.

“Semua kami dengar. Usulan dari masyarakat juga kami ikuti, normatifnya juga kami lalui,” ujarnya, dikutip dari Tempo.co, Rabu (23/4/25).

Dia mengatakan tim penilai akan terdiri dari berbagai kalangan, mulai dari akademisi, sejarawan, tokoh agama, hingga tokoh masyarakat.

“Nah, setelah itu nanti saya akan mendiskusikan, memfinalisasi, kami tanda tangani, langsung kami kirim ke Dewan Gelar,” katanya.

Menteri Sekretaris Negara sekaligus Juru Bicara Presiden RI Prasetyo Hadi mengatakan pemerintah tidak mempermasalahkan usulan gelar pahlawan nasional untuk Soeharto. 

Politikus Partai Gerindra itu menuturkan setiap presiden memiliki permasalahan masing-masing dan semuanya memiliki jasa.

Menurutnya, tidak mudah bagi presiden memimpin jumlah penduduk yang besar, sehingga permasalahan yang selalu muncul tidak ketahui.

“Menurut kami, mantan-mantan presiden itu sudah sewajarnya mendapatkan penghormatan dari bangsa dan negara kita. Jangan selalu melihat yang kurangnya, kita lihat prestasinya,” kata Prasetyo.

“Sebagaimana Bapak Presiden (Prabowo Subianto) selalu menyampaikan bahwa kita itu bisa sampai di sini kan karena prestasi para pendahulu-pendahulu kita,” sambungnya.

Menanggapi kasus hukum korupsi Soeharto, Prasetyo mengatakan tidak ada pemimpin sempurna. Namun dia menekankan permasalahannya bukan pada kekurangan Soeharto.

“Semangatnya adalah kita harus terus menghargai, memberikan penghormatan, apalagi kepada para presiden kita,” tuturnya.

Sementara itu menurut Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto sebagai bentuk pelecehan terhadap para korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi selama rezim Orde Baru.

Anggota Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Jessenia Destarini menyebutkan usulan tersebut sangat bermasalah karena sama saja dengan memutihkan sejarah kelam dan menghapus jejak kejahatan yang dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru.

“Pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto merupakan sebuah pelecehan terhadap martabat para korban dan melukai perasaan mereka,” ujar Jessenia.

Menurut Kontras, masa pemerintahan Soeharto ditandai dengan pelanggaran HAM berat; represi terhadap kebebasan sipil; perampasan lahan; eksploitasi sumber daya alam; militerisasi kehidupan warga; serta maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Semua itu, kata Jessenia, seharusnya menjadi alasan kuat untuk menolak usulan tersebut.

Dia menyebutkan pemberian gelar itu juga bertentangan dengan semangat Reformasi 1998 yang menuntut perubahan menuju pemerintahan yang demokratis dan menghargai HAM. Kontras juga menilai pemberian gelar tersebut sebagai bentuk impunitas yang berbahaya.

Sebelumnya, Kementerian Sosial (Kemensos) bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) sedang membahas pengusulan 10 orang tokoh Indonesia untuk menyandang gelar pahlawan nasional.

Dari 10 nama tersebut terdapat nama mantan presiden RI Soeharto yang diusulkan oleh Provinsi Jawa Tengah dan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur oleh Provinsi Jawa Timur.

Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos Mira Riyati Kurniasih, dalam keterangan tertulis pada Selasa, 18 Maret 2025, mengungkapkan, dari 10 nama yang masuk, empat nama adalah usulan baru sedangkan enam nama lainnya telah diajukan dari tahun-tahun sebelumnya.

KA For GAEKON