
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta Menteri Kebudayaan Fadli Zon menarik pernyataannya karena menyangkal peristiwa perkosaan massal pada Peristiwa Mei 1998.
Komnas Perempuan juga mendorong agar Fadli meminta maaf kepada penyintas dan masyarakat sebagai wujud tanggung jawab moral dan komitmen terhadap prinsip hak asasi manusia.
“Komnas Perempuan mendorong agar Fadli menarik pernyataannya serta meminta maaf kepada penyintas dan masyarakat sebagai wujud tanggung jawab moral dan komitmen terhadap prinsip hak asasi manusia,” ungkap Wakil Ketua Transisi Komnas Perempuan Sondang Frishka Simanjuntak, dikutip dari CNN Indonesia, Senin (16/6/25).
Menurut Komnas Perempuan, hasil laporan resmi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) terkait kerusuhan Mei 1998, ditemukan adanya pelanggaran HAM yakni 85 kasus kekerasan seksual, termasuk 52 kasus perkosaan.
Temuan tersebut telah disampaikan langsung kepada Presiden BJ Habibie dan menjadi dasar pengakuan resmi negara terkait fakta kekerasan seksual terhadap perempuan dalam Tragedi Mei 1998.
Pembentukan itu merupakan pelaksanaan langsung atas perintah Presiden, menjadikan TGPF sebagai instrumen legal dan sah pemerintah untuk mengungkap fakta-fakta dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998, termasuk dugaan pelanggaran HAM berat.
TPGF tersebut dibentuk sebagai mandat resmi negara melalui Keputusan Bersama lima pejabat tinggi negara yakni Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI, Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Urusan Peranan Wanita, dan Jaksa Agung tertanggal 23 Juli 1998.
Komisioner Komnas Perempuan Dahlia Madanih mengatakan salah satu rekomendasi TGPF telah ditindaklanjuti yakni pembentukan Tim Penyelidikan Pro-Justisia Komnas HAM yang telah menyimpulkan ada bukti permulaan cukup atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
“Penyintas sudah terlalu lama memikul beban dalam diam. Penyangkalan ini bukan hanya menyakitkan, tapi juga memperpanjang impunitas,” ungkap Dahlia.
Komnas Perempuan juga mengingatkan Fadli bahwa dokumen TGPF adalah produk resmi negara. Oleh karenanya, jika menyangkal dokumen resmi TGPF berarti mengabaikan jerih payah kolektif bangsa dalam menapaki jalan keadilan.
Sebelumnya, dalam video wawancara di kanal YouTube IDN Times “Real Talk: Debat Panas!! Fadli Zon vs Uni Lubis soal Revisi Buku Sejarah” Fadli menyampaikan dua pernyataan yang sangat bermasalah.
Ia menyatakan tidak terdapat bukti kekerasan terhadap perempuan, termasuk perkosaan massal, dalam peristiwa 1998. Kemudian Fadli mengklaim informasi tersebut hanya rumor dan tidak pernah dicatat dalam buku sejarah.
KA For GAEKON



