Alami Luka Fisik, Nenek 80 Tahun di Surabaya diusir Paksa dari Rumahnya

0

Seorang nenek di Surabaya, Jawa Timur, Elina Wijayanti (80) menjadi korban pengusiran secara paksa oleh sejumlah orang.

Rumah nenek Elina yang beralamatkan di Dukuh Kuwukan, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerep, Surabaya dirobohkan secara paksa.

Menurut pengakuan Kuasa hukum korban, Wellem Mintarja ada sekitar 20 orang yang melakukan pengusiran tersebut.

“Kurang lebih ada 20 sampai 30 orang yang datang dan melakukan pengusiran secara paksa. Ini jelas eksekusi tanpa adanya putusan pengadilan,” kata Wellem.

Peristiwa yang terjadi disiang hari tersebut menurut Wellem sempat ditolak oleh Nenek Elina. Namun, nenek Elina yang menolak keluar rumah itu justru ditarik dan diangkat secara paksa oleh empat hingga lima orang demi mengosongkan bangunan. 

“Korban ditarik, diangkat, lalu dikeluarkan dari rumah. Ada saksi dan videonya. Nenek ini sampai bibirnya berdarah,” ungkapnya.

Saat kejadian, di dalam rumah juga terdapat balita berusia 5 tahun, bayi 1,5 bulan, serta ibu dan lansia lainnya.

Setelah para penghuni dikeluarkan paksa, rumah tersebut dipalang dan tidak diperbolehkan dimasuki kembali.

Beberapa hari kemudian, muncul alat berat yang meratakan bangunan tersebut dengan tanah setelah barang-barang di dalamnya diangkut menggunakan pikap tanpa izin penghuni.

Nenek Elina mengaku diperlakukan secara kasar, tubuhnya diseret dan diangkat keluar dari rumah yang telah ia huni sejak 2011.

“Hidung dan bibir saya berdarah, wajah saya juga memar,” tutur Elina.

Bukan hanya luka fisik saja, Nenek Elina juga kehilangan seluruh barang miliknya, termasuk sejumlah sertifikat penting yang diduga ikut raib saat pengosongan paksa.

Ia pun menuntut adanya pertanggungjawaban atas hilangnya dokumen dan rusaknya bangunan miliknya.

Pihak kuasa hukum telah melaporkan kejadian ini ke Polda Jawa Timur dengan nomor laporan LP/B/1546/X/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR terkait dugaan pengeroyokan dan perusakan secara bersama-sama sesuai Pasal 170 KUHP.

Wellem menegaskan akan melaporkan kasus ini secara bertahap, termasuk dugaan pencurian dokumen dan masuk pekarangan orang tanpa izin.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Surabaya Armuji melakukan inspeksi mendadak (sidak) terkait kasus viral nenek Elina.

Armuji menyarankan agar perkara ini segera dituntaskan melalui jalur hukum di Polda Jatim. Ia menegaskan bahwa proses eksekusi lahan tidak boleh dilakukan secara sepihak, apalagi dengan melibatkan preman tanpa adanya putusan pengadilan.

“Tindakan brutal ini kalau sampean pakai bawa-bawa preman, meskipun sampean punya surat sah tetap tindakan sampean bisa dikecam satu Indonesia,” tegas Armuji.

Armuji juga meminta pihak kepolisian bertindak tegas terhadap oknum ormas yang terlibat dalam tindakan pengusiran brutal tersebut demi tegaknya keadilan di Kota Surabaya.

“Oknum seperti ini, tolong organisasi Madas ditindak tegas, laporkan ke kepolisian orang-orang seperti ini biar nanti ada keadilan di sana. Kalau enggak, nanti orang seluruh Indonesia akan mengecam saudara semuanya ini,” kata Armuji.

Pengakuan Pembeli Rumah Nenek Elina

Pihak yang mengaku sebagai pembeli rumah Nenek Elina, Samuel mengeklaim telah membeli rumah itu secara sah sejak 2014.

Samuel mengungkapkan bahwa pihaknya telah beberapa kali menyampaikan pada Nenek Elina untuk keluar dari rumah yang telah dibelinya.

“Saya sudah beberapa kali menyampaikan ke Bu Elina untuk keluar karena ini sudah rumah yang saya beli, tapi beliaunya tetap enggak percaya. Akhirnya ya mau enggak mau saya lakukan secara paksa,” kata Samuel.

Samuel juga membantah telah menghilangkan barang-barang keluarga Elina. Ia mengeklaim telah mengirimkan satu mobil pikap berisi barang-barang tersebut kepada salah satu anggota keluarga sebelum pembongkaran dilakukan.

Sementara itu, Ketua RT setempat, Leo, menerangkan bahwa berdasarkan data di kelurahan hingga Agustus 2025, lahan tersebut masih tercatat atas nama Elisabeth, saudara kandung Elina.

KA For GAEKON