Bupati Pati Sudewo Batal Dimakzulkan

0

DPRD Pati sepakat tidak melanjutkan proses pemakzulan Bupati Pati Sudewo. Dari 7 fraksi, hanya PDIP yang setuju pemakzulan.

Ketua DPRD Pati, Ali Badrudin mengatakan rapat paripurna tanggal 31 Oktober 2025 dengan acara penyampaian hak menyatakan pendapat oleh anggota DPRD Pati tentang kebijakan dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum.

“Tindaklanjuti penyelesaian atau hasil hak angket,” jelasnya saat memimpin rapat paripurna di DPRD Pati, dilansir detikJateng, Sabtu (1/11/2025).

Dari 7 fraksi, hanya PDIP yang merekomendasikan agar Bupati Sudewo dimakzulkan. Sedangkan enam lainnya meminta perbaikan.

Dengan demikian, DPRD Pati memutuskan untuk tidak meneruskan proses pemakzulan dan merekomendasikan agar Bupati Sudewo memperbaiki kinerjanya.

“Hasil rapat paripurna hak angket dilanjutkan pansus kemudian dilanjutkan paripurna hak menyatakan pendapat berupa hak rekomendasi kinerja Bupati Pati ke depan,” ujarnya.

Fraksi PDIP, Danu Ikhsan berharap hak angket diteruskan ke Mahkamah Agung. Menurutnya Bupati Pati, Sudewo melanggar sumpah dan janji jabatan.

“Bupati Pati telah melanggar sumpah janji dan ketentuan UUD nomor 23 tahun 2014,” jelasnya.

“Hasil penyelidikan ditindaklanjuti menyatakan usul pemberhentian Bupati Pati, hak diteruskan kepada Mahkamah Agung sesuai dengan UU yang berlaku,” dia melanjutkan.

Fraksi PKS, Sadikin mengatakan meminta adanya perbaikan dari Bupati Pati Sudewo ke depannya.

“Mencermati laporan hasil pansus hak angket kami Fraksi PKS prinsip mendukung usul menyatakan hak pendapat DPRD Pati dengan saran atau rekomendasi perbaikan daerah dengan tujuan mensejahterakan masyarakat Pati dengan mendepakan transparan untuk mengedepankan masyarakat Pati yang lebih sejahtera,” ungkapnya.

Kronologi Kasus Bupati Pati

Kebijakan Bupati Sudewo menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250% pada awal Agustus 2025 memicu protes publik yang berkembang menjadi krisis politik.

Alasan Sudewo, penyesuaian pajak tak dilakukan selama 14 tahun dan diperlukan untuk menambah pendapatan daerah, terutama untuk pembangunan infrastruktur. Ia juga menjanjikan keringanan bagi warga miskin.

Namun, publik menilai langkah ini memberatkan, terlebih di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil. Gelombang protes pun cepat mengalir.

Aksi-aksi massa terorganisir dengan dukungan logistik besar, bahkan dari luar kota. Tuntutan pun meluas—bukan sekadar pembatalan kebijakan pajak, tetapi juga desakan agar Bupati mundur dari jabatannya.

Puncaknya terjadi pada 13 Agustus 2025, saat aksi besar di Alun-Alun Pati berujung ricuh. Kericuhan ini membuka jalan bagi DPRD mengaktifkan hak angket, sementara pemerintah pusat dan KPK ikut memberi sorotan.

KA For GAEKON