
Pengemudi Ojek Online (Ojol) menggelar aksi unjuk rasa akbar hari ini, Selasa (20/5/25) pukul 13.00 WIB di Jakarta.
Mereka menggelar aksi unjuk rasa bertajuk Aksi 205 dan mematikan aplikasi (offbid). Ketua Umum Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono menyampaikan, dalam aksi itu diperkirakan ribuan pengemudi ojol bakal mematikan aplikasi secara massal.
“Maka kemungkinan besar layanan pesan antar dan transportasi online akan lumpuh, baik sebagian maupun total,” ujar Raden.
Aksi ini akan menyasar sejumlah lokasi strategis di Jakarta, termasuk Istana Merdeka, Kementerian Perhubungan, DPR, serta kantor-kantor perusahaan aplikasi.
Dalam aksi ini nantinya para pengemudi menyuarakan sejumlah tuntutan. Pertama, meminta Presiden dan Menteri Perhubungan memberikan sanksi tegas kepada perusahaan aplikasi yang dinilai melanggar regulasi pemerintah, yaitu Permenhub PM No.12 Tahun 2019 dan Kepmenhub KP No.1001 Tahun 2022.
Selanjutnya, meminta Komisi V DPR untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) gabungan bersama Kemenhub, asosiasi, dan perusahaan aplikasi untuk menetapkan potongan biaya aplikasi maksimal 10 persen.
Tuntutan lainnya dalam demo ojol adalah merevisi skema tarif penumpang. Termasuk penghapusan paket-paket berupa “aceng”, “slot”, “hemat”, dan “prioritas”.
Sebelumnya, pengemudi ojol yang tergabung dalam Koalisi Ojol Nasional sempat mengadukan nasibnya secara formal ke DPR.
Lewat Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR, mereka mengadukan nasib mereka yang dieksploitasi pihak aplikator.
“Kita melihat sekarang ini, kita ini lebih bisa dikatakan dieksploitasi baik secara fisik maupun psikologis. Jadi kita dieksploitasi itu bukan secara fisik saja, tetapi secara psikologis juga kita dieksploitasi,” ujar Ketua Dewan Presidium Pusat Koalisi Ojol Nasional, Andi Kristiyanto dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan BAM DPR, Rabu (23/4/25).
Koalisi Ojol Nasional juga meminta adanya kejelasan terkait status pengemudi ojek daring. Pasalnya, status yang tidak jelas saat ini membuat para ojol tak mendapatkan perlindungan secara hukum terkait pekerjaannya.
“Status kami sebagai ojek online ini belum diakui secara de jure oleh pemerintah karena bagaimanapun juga kami ini yang berprofesi sebagai ojek online butuh perlindungan,” kata Andi.
“bagaimanapun juga jika kami tidak terlindungi, tindakan yang bisa dilakukan oleh aplikator itu tidak ada batasannya,” sambungnya. Koalisi Ojol Nasional pun meminta DPR untuk membantu memberikan kejelasan hukum bagi para ojol. Termasuk mendorong adanya regulasi terkait ketenagakerjaan untuk ojol yang adil bagi mitra dan aplikator.
KA For GAEKON



