
Mahasiswa menggugat Undang-Undang No 17 tentang MPR, DPR, dan DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Mereka meminta agar rakyat selaku konstituen dapat memberhentikan anggota DPR RI.
Lima orang mahasiswa yang bernama Ikhsan Fatkhul Azis, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, Muhammad Adnan, dan Tsalis Khoirul Fatna. Mereka menguji konstitusionalitas Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3.
Pemohon berpendapat Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 bertentangan dengan prinsip-prinsip di konstitusi, di antaranya kedaulatan rakyat, partisipasi aktif dan perlakuan yang sama terhadap jalannya pemerintahan, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Pemohon meminta Mahkamah untuk menafsirkan Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 menjadi “diusulkan oleh partai politiknya dan/atau konstituen di daerah pemilihannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
“Permohonan a quo yang dimohonkan oleh para pemohon tidaklah berangkat dari kebencian terhadap DPR dan partai politik, melainkan sebagai bentuk kepedulian untuk berbenah,” kata Ikhsan, Selasa (18/11).
Mereka menguji pasal yang mengatur syarat pemberhentian antarwaktu (PAW) anggota DPR yang salah satu syaratnya PAW diusulkan oleh partai politik.
“Diusulkan oleh partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” bunyi pasal yang diuji.
Pemohon berpendapat pasal itu menyebabkan ekslusivitas bagi parpol untuk memberhentikan anggota DPR.
Mereka berpandangan parpol pada praktiknya seringkali memberhentikan anggota DPR tanpa alasan yang jelas dan tidak mempertimbangkan prinsip kedaulatan rakyat.
Sebaliknya, mereka berdalil parpol justru mempertahankan anggota DPR yang diminta oleh rakyat untuk diberhentikan karena tidak lagi mendapat legitimasi dari konstituen.
Pemohon berpendapat ketiadaan mekanisme pemberhentian anggota DPR oleh konstituen dinilai menempatkan peran pemilih dalam pemilu hanya sebatas prosedural formal. Lantaran anggota DPR terpilih ditentukan berdasarkan suara terbanyak, tetapi pemberhentiannya tidak lagi melibatkan rakyat.
Mereka juga menyatakan tak dapat memastikan wakilnya di DPR benar-benar memperjuangkan kesejahteraan rakyat dan menjalankan janji kampanye karena tidak lagi memiliki daya tawar usai pemilu selesai. Atas dasar itu, para pemohon mengaku mengalami kerugian hak konstitusional yang bersifat spesifik dan aktual atau setidaknya berpotensi mengalami kerugian konstitusional akibat berlakunya ketentuan pasal diuji.
KA For GAEKON



