Pakar Unair Kritik Kebijakan Eri Cahyadi soal Segel Minimarket

0

Langkah yang diambil Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi soal menindak tempat usaha atau minimarket dalam menertibkan parkir liar ini menuai beragam komentar.

Pakar Kebijakan Publik Universitas Airlangga Surabaya, Parlaungan Iffah Nasution menilai bahwa Langkah tersebut menjadi salah sasaran dan tidak fokus.

Iffah memahami Eri ingin menutup kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak dan retribusi parkir.

Namun, ia mempertanyakan arah implementasi kebijakan yang justru menindak pelaku usaha ketimbang juru parkir (jukir) liar.

“Sebetulnya awalnya ini kan kalau saya pribadi melihat itu dari kebocoran PAD dari pajak dan retribusi parkir ya. Karena itu cukup menguras pemasukan daerah. Sehingga akhirnya wali kota bertindak,” kata Iffah, dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (17/6/25).

Iffah mengatakan penindakan awalnya dilakukan terhadap praktik parkir liar yang memang tidak menyetorkan pajak.

Namun kini, ia menilai ada pergeseran fokus penindakan justru ke tempat usaha atau toko modern yang telah menjalankan kewajiban membayar pajak dan retribusi.

“Sampai kemudian yang beberapa hari kemudian saya melihat penindakannya justru kepada tempat usaha. Justru ini aneh ya, atau paradoks,” ujarnya.

Menurut Iffah penindakan terhadap tempat usaha justru tidak tepat karena pelaku usaha telah membayar pajak atau retribusi parkir kepada Pemkot Surabaya.

“Sektor privat sudah membayar pajak dan patuh terhadap pajak dan retribusi. Harusnya pemerintah bisa menyediakan layanan yang baik, layanan yang prima. Bukan sebaliknya kemudian menyalahkan tempat usaha,” ujarnya.

Iffah mengatakan tindakan Pemkot Surabaya yang lebih memilih menutup tempat usaha sebagai bentuk cuci tangan atau pengalihan tanggung jawab.

Iffah bahkan menyebut bahwa Eri tak menindak juru parkir liar secara langsung karena khawatir mendapat penolakan dari kelompok ini.

Sementara pelaku usaha, kata dia, lebih memilih patuh daripada menolak karena takut usahanya bisa terganggu atau bahkan ditutup bila melawan pemerintah.

“Kelompok di grassroot juru parkir liar ini cukup bisa melakukan tekanan sosial terhadap Pemerintah Kota Surabaya,” ujarnya.

Sementara itu, menurut penjelasan Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Eri Irawan, kebijakan baru penataan tempat parkir di toko modern ini bukan untuk menekan pelaku usaha, melainkan sebagai bentuk perlindungan terhadap masyarakat pengguna fasilitas parkir.

Eri yang merupakan Politikus PDIP ini menyampaikan selama ini baru sebagian kecil swalayan yang mengurus izin penyelenggaraan parkir, padahal kewajiban itu telah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2018.

“Hanya sekitar 30 dari 865 swalayan yang memiliki izin parkir. Tidak sampai 5 persen. Artinya, lebih dari 95 persen belum patuh terhadap aturan yang berlaku,” ujar Eri.

Ia mengatakan sesuai Perda itu jika izin tempat parkirnya resmi, maka pengelola toko modern menyediakan petugas parkir resmi.

Berdasarkan data, kata Eri, jumlah pajak retribusi yang dibayar tiap toko modern sekitar Rp175.000-Rp250.000 per bulan. Meski sudah membayar, hal itu tetap tak menghilangkan kewajiban mereka menyediakan petugas parkir resmi secara mandiri.

KA For GAEKON