Takut tuntutan Royalti, Kafe dan Restoran tak lagi Memutar lagu-lagu Indonesia

0

Sejumlah pelaku usaha seperti pemilik kafe dan restoran belakangan ini memilih untuk tak lagi memutar lagu-lagu Indonesia.

Mereka khawatir terkena tuntutan royalti dari Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Bahkan, di beberapa tempat, disebut lebih memilih memutar lagu-lagu instrumental atau lagu luar negeri.

Ketua Asosiasi Music Director Indonesia (AMDI), Awan Yudha buka suara soal fenomena tersebut.

Menurut Awan dari sisi industri radio, sebetulnya sudah ada kewajiban membayar royalti dan sudah dijalankan.

Skemanya, melalui kolektif yang difasilitasi Perkumpulan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI).

Awan menilai jika ada kafe atau tempat usaha yang memutar radio, maka seharusnya tidak perlu membayar royalti lagi untuk lagu yang diputar dari siaran radio tersebut.

“Radio sudah membayar. Tapi apakah nanti ada bentuk kerja sama yang bisa disampaikan atau dikerjasamakan antara tempat usaha dengan radio, itu mungkin bisa saja terjadi,” ujar Awan.

Awan mengaku melihat fenomena ini sebagai peluang besar untuk menjalin sinergi antara pelaku industri musik, media, dan UMKM.

“Sebenarnya kan wacana aktivitas seperti ini dari dulu sudah pernah dijalankan ya. Banyak tempat-tempat yang nge-relay, maksudnya memutarkan radio untuk tempat usahanya. Peluangnya bagus banget ya untuk radio, karena radio sekarang lagi mencoba untuk comeback lagi, upgrade again,” jelasnya.

Ia berharap ada bentuk kerja sama saling menguntungkan antara tempat usaha dan radio. Tujuannya agar musisi tetap mendapat haknya, pengusaha tetap bisa memutar lagu, dan radio pun mendapatkan positioning baru di tengah masyarakat.

“Harusnya sih win-win solution ya. Karena mungkin juga pengusaha tempat restoran dan lainnya juga mungkin pengennya boleh bayar royalti tapi jangan yang terlalu besar. Karena kalau mau buka-bukain masalah tentang dapur tempat usaha sama LMK juga kan agak sulit juga ya, itu sangat sensitif banget,” tegas Awan.

Dari sisi AMDI, Awan menyatakan siap mendukung langkah kolaboratif agar musisi lokal tetap bisa mendapatkan ruang dan apresiasi di negeri sendiri.

“Kalau radio pun harus bekerja sama dengan tempat-tempat usaha, UMKM yang lain-lainnya, kita let’s go lah. Gak ada batasan sih,” tandas Awan.

Awan menekankan pentingnya edukasi dan kolaborasi agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

“Semua media ataupun semua platform yang menggunakan lagu atau menggunakan karya cipta para musisi itu emang landasan hukumnya sudah jelas harus bayar royalti,” kata Awan.

Ia juga berencana mengadakan pertemuan dengan LMK seperti WAMI dan lainnya dalam waktu dekat untuk mencari solusi terbaik.

KA For GAEKON