
Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI tidak hanya mengancam demokrasi.
Rencana pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat menempatkan prajurit aktif di jabatan sipil misalnya, turut berisiko terhadap perekonomian.
Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menyatakan, penempatan TNI aktif di jabatan sipil dapat menimbulkan masalah inefisiensi sumber daya.
“Jika semua masalah ditarik pada konteks keamanan dan pertahanan, terdapat risiko proses pembangunan akan bias kepentingan militer,” kata dia.
Bhima juga mengkhawatirkan terjadi crowding out effect apabila TNI aktif boleh berbisnis. Dimana kondisi saat belanja swasta menurun akibat kenaikan belanja pemerintah. Pasalnya militer mengambil porsi pekerjaan yang harusnya dilakukan oleh pelaku swasta, UMKM, bahkan petani.
Seperti contohnya terjadi pada program Makan Bergizi Gratis dengan dapur umum terpusat. Pemerintah juga menyerahkan program pembangunan lumbung pangan atau food estate kepada TNI.
Bhima mengatakan, rekam jejak prajurit TNI di jabatan sipil bisa terlihat di badan usaha milik negara (BUMN).
Menurut dia, penempatan prajurit tak berkorelasi dengan performa perusahaan, baik dalam perannya sebagai public service obligation maupun penyumbang laba.
“Yang terjadi adalah demoralisasi pada manajerial dan staff BUMN karena puncak karier ditentukan oleh political appointee bukan karena meritrokrasi,” tuturnya.
Masalah lain yaitu munculnya kesan ekonomi kembali pada sistem komando. Idealnya, ekonomi bergerak berdasarkan pada inovasi dan persaingan sehat.
Jika ini terjadi, kata Bhima, investor akan menimbang ulang berinvestasi di Indonesia. Akibatnya, investasi asing langsung atau foreign direct investment berisiko turun. Target penanaman modal asing sebesar Rp 3.414 triliun pada 2029 bakal sulit tercapai.
Bhima juga menyoroti rencana perpanjangan umur pensiun TNI dalam RUU TNI. Usia pensiun bintara dan tamtam yang sebelumnya 53 tahu diusulkan diperpanjang menjadi 58 tahun. Sementara perwira yang sebelumnya penisun di usia 58 tahun akan diperpanjang menjadi 60 tahun.
Menurut Bhima keputusan itu perlu pertimbangan ruang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Total belanja pegawai pemerintah tahun ini saja sudah mencapai Rp 521,4 triliun. Nilainya meningkat hingga 85,5 persen dalam 10 tahun terakhir.
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat saat ini tengah membahas RUU TNI. Salah satu poin perubahannya terletak dalam pasal 47 ayat 2 yang mengatur batas tugas TNI di lembaga-lembaga sipil. Prajurit aktif hanya bisa menempati 10 kementerian dan lembaga.
Dalam Daftar Inventarisasi Masalah undang-undang tersebut, diusulkan perluasan peran prajurit aktif. Pemerintah mengusulkan menambah lima pos kementerian dan lembaga yang dapat diisi prajurit aktif.
Kelimanya adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Keamanan Laut, dan Kejaksaan Agung.
KA For GAEKON



