
Gaekon.com – Dataran tinggi Dieng (Dieng Plateau) berada di perbatasan Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah (Jateng). Berbicara soal Dieng, pasti tak asing dengan rambut gimbal. GAEKON akan sedikit membahas soal rambut gimbal yang konon katanya menjadi tolak ukur kesejahteraan masyarakat Dieng.
Keindahan alamnya yang mempesona mampu menarik perhatian banyak orang. Bukan hanya masyarakat lokal saja, wisatawan asing juga banyak yang berkunjung ke dataran tinggi Dieng. Mereka berbondong – bondong datang kesana untuk menikmati keindahan alam yang luar biasa.
Selain menyimpan keindahan alam yang luar biasa, Ternyata kehidupan masyarakat disana yang agraris masih percaya akan adanya mitos dan legenda mengenai penguasa dimensi lain. Termasuk fenomena bocah – bocah berambut gimbal yang sering dikenal dengan bocah gembel.
Fakta Bocah Berambut Gimbal
-
Asal Usul Rambut Gimbal
Menurut masyarakat Dieng, anak-anak berambut gimbal merupakan titipan dari Kyai Kolo Dete. Kyai Kolo Dete merupakan salah seorang punggawa pada masa Mataram Islam (sekitar abad 14). Bersama dengan Kyai Walid dan Kyai Karim, Kyai Kolo Dete ditugaskan oleh Kerajaan Mataram untuk mempersiapkan pemerintahan di daerah Wonosobo dan sekitarnya. Kyai Walid dan Kyai Karim bertugas di daerah Wonosobo, sementara Kyai Kolo Dete bertugas di Dataran Tinggi Dieng.
Tiba di Dataran Tinggi Dieng, Kyai Kolo Dete dan istrinya (Nini Roro Rence) mendapat wahyu dari Ratu Pantai Selatan. Pasangan ini ditugaskan membawa masyarakat Dieng menuju kesejahteraan. Tolak ukur sejahteranya masyarakat Dieng akan ditandai dengan keberadaan anak-anak berambut gimbal. Sejak itulah, muncul anak-anak berambut gimbal di kawasan Dataran Tinggi Dieng.
-
Bocah Berambut Gimbal memiliki garis keturunan Dieng
Tidak sulit menemukan anak-anak berambut gimbal saat menelusuri desa-desa yang ada di Dataran Tinggi Dieng. Di setiap desa yang ada di kawasan ini, selalu ada anak-anak berambut gimbal. Anak-anak ini biasanya berusia beberapa bulan hingga 8 tahun.
Tidak ada garis keturunan khusus dari anak yang berambut gimbal. Siapapun, asal memiliki garis keturunan Dieng, memiliki kemungkinan menjadi anak berambut gimbal.
-
Jumlah Anak Rambut Gimbal menentukan kesejahteraan masyarakat Dieng
Bagi masyarakat Dataran Tinggi Dieng, jumlah anak berambut gimbal berkorelasi dengan kesejahteraan masyarakat. Semakin banyak jumlah anak berambut gimbal, masyarakat Dieng yakin kesejahteraan mereka akan semakin baik. Begitu pula sebaliknya.
-
Munculnya Rambut Gimbal akan didahului panas tubuh yang tinggi
Munculnya rambut gimbal pada seorang anak akan ditandai dengan panas tubuh yang tinggi selama beberapa hari. Suhu tubuh anak tersebut akan normal dengan sendirinya pada pagi hari, bersamaan dengan munculnya rambut gimbal di kepala sang anak.
Biasanya, rambut gimbal akan tumbuh ketika usia seorang anak belum mencapai 3 tahun. Rambut gimbal ini akan tumbuh dan semakin lebat seiring waktu. Rambut gimbal ini hanya akan dipotong dalam prosesi khusus (ruwatan). Pengadaan ruwatan harus mengikuti aturan khusus dan atas dasar kemauan dari si anak berambut gimbal.
-
Anak berambut gimbal cenderung lebih aktif
Dalam kehidupan sehari-hari, seorang anak berambut gimbal tidak berbeda dengan anak-anak lainnya. Mereka bermain bersama dengan anak-anak lain. Hanya saja, anak berambut gimbal biasanya cenderung lebih aktif dibanding anak-anak lain.
Pada saat-saat tertentu, emosi anak berambut gimbal pun menjadi tidak terkendali, tanpa sebab yang jelas. Saat marah, anak berambut gimbal ini memiliki kekuatan yang luar biasa. Rambutnya juga tampak berdiri, seakan menunjukan kalau ia sangat berbeda dengan bocah pada umumnya. Tidak jarang permintaan apapun akan dituruti kedua orang tuanya.
Kecenderungan ini akan berkurang bahkan menghilang ketika rambut gimbal anak tersebut sudah dipotong.
-
Ruwatan rambut gimbal dilakukan harus atas persetujuan anaknya sendiri
Ruwatan rambut gimbal adalah upacara pemotongan rambut pada anak-anak berambut gimbal yang dilakukan oleh masyarakat di daerah Dataran Tinggi Dieng (Dieng Plateau), Jawa Tengah. Ritual ruwatan ini diadakan pada tanggal satu Suro menurut Kalender Jawa. Ruwatan rambut gimbal ini bertujuan untuk membersihkan atau membebaskan anak-anak berambut gimbal dari sukerta/sesuker (kesialan, kesedihan, atau malapetaka).
Biasanya, sebelum dilakukan prosesi pemotongan (ruwatan), si anak akan mengajukan suatu permintaan. Permintaan ini harus dituruti oleh orangtuanya. Masyarakat sekitar meyakini, jika pemotongan dilakukan tanpa melalui upacara tertentu, atau bukan atas kemauan si anak, atau permintaannya tidak dikabulkan, rambut gimbal yang sudah dipotong akan tumbuh kembali.
Rangkaian pertama yang dilakukan saat ruwatan ini adalah pemangku adat melakukan napak tilas. Setelah itu ada prosesi kirab, berjalan menuju tempat pencukuran. Dilanjutkan jamasan atau keramas sebelum akhirnya rambut gimbal si anak dipotong. Saat proses pencukuran berlangsung, si anak harus melihat barang permintaannya.
Tidak jauh dari lokasi cukur, ada acara ngalap berkah. Di sana masyarakat setempat akan memperebutkan tumpeng dan makanan. Mereka percaya makanan itu bisa mendatangkan berkah. Proses ngalap berkah sendiri dipimpin oleh pemangku adat.
Akhir dari prosesi dilakukan acara pelarungan. Rambut gimbal yang telah dicukur akan dihanyutkan ke sungai menuju Laut Selatan.
Setelah diruwat, rambut bocah gembel diyakini akan tumbuh normal sampai dewasa kelak. Nyaris tidak pernah ada cerita anak gembel rambutnya akan kembali tumbuh gimbal setelah menjalani upacara potong rambut.
-
Tradisi Ruwatan Rambut Gimbal menarik wisatawan
Tradisi ruwatan rambut gimbal menarik perhatian masyarakat umum, terlebih orang-orang dari luar daerah Dieng. Seiring berjalannya waktu, tradisi ritual yang unik ini digelar sebagai pertunjukan budaya. Kemudian hari ruwatan rambut gimbal yang dilakukan secara massal menjadi bagian penting dari Festival Budaya Dieng (Dieng Culture Festival) yang digelar setiap tahun.
KA For GAEKON