Ibu hamil memang rentan mengalami masalah-masalah kesehatan yang terkait dengan kehamilannya. Kondisi yang tidak stabil dan padatnya aktivitas ibu hamil juga dapat berpengaruh untuk kesehatan janinnya.
Dalam keadaan hamil, plasentalah yang menjadi hal penting dan terus diperhatikan. Plasenta Bayi mulai terbentuk di dalam rahim sejak awal kehamilan. Umumnya, plasenta terbentuk dan berkembang di tempat melekatnya sel telur yang sudah dibuahi di dinding rahim.
Darah ibu yang mengandung oksigen dan nutrisi dialirkan melalui plasenta kepada janin untuk memenuhi kebutuhan janin. Selain itu, sisa metabolisme dan zat-zat sisa dari janin juga dikeluarkan melalui plasenta. Plasenta juga menghasilkan hormon yang penting bagi kehamilan.
Banyak sekali gangguan kesehatan yang sering dialami oleh ibu hamil. Salah satunya yaitu gangguan terhadap plasentanya. Maka dari itu ibu hamil selalu disarankan untuk rutin memeriksakan kehamilannya. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi agar tidak terjadi adanya kelainan pada plasenta.
GAEKON telah melansir dari berbagai sumber, gangguan dan kelainan pada plasenta dapat menyebabkan keguguran hingga mengganggu proses persalinan. Berikut beberapa kelainan pada plasenta yang bisa membahayakan ibu dan janin.
- Abrupsi Plasenta
Kelainan plasenta yang bisa dialami ibu hamil adalah jenis abrupsi plasenta. Menurut dr. Kevin Adrian dalam laman Alodokter, abrupsi plasenta adalah keadaan saat plasenta meluruh, baik sebagian maupun seluruhnya, dari dinding rahim yang terjadi sebelum waktu persalinan tiba.
Kondisi ini menyebabkan terputusnya ketersediaan nutrisi dan oksigen untuk bayi. Abrupsi plasenta dapat terjadi di saat usia kehamilan melewati 20 minggu, gejalanya yakni menimbulkan rasa sakit, perdarahan vagina, kontraksi ataupun kram perut pada ibu hamil. Pada beberapa kasus, kondisi ini juga dapat mendatangkan konsekuensi persalinan prematur.
- Retensi Plasenta
Kelainan selanjutnya yang bisa terjadi pada plasenta ibu hamil adalah retensi plasenta. Pada proses persalinan, normalnya dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir plasenta akan ikut dikeluarkan dari rahim.
Namun berbeda dengan retensi plasenta, menurut dr. Kevin Adrian, keadaan ini adalah dimana plasenta tersebut tertahan jika organ ini masih menempel pada dinding rahim dan terjebak di belakang mulut rahim yang setengah tertutup hingga 30 menit atau satu jam pasca persalinan. Apabila tidak segera ditangani, retensi plasenta dapat membuat ibu kehilangan banyak darah yang dapat membahayakan nyawa.
- Insufisiensi Plasenta
Bukan hanya retensi plasenta, kelainan lain yang bisa dialami plasenta pada ibu hamil adalah insufisiensi plasenta. dr. Kevin Adrian mengatakan dalam tulisannya bahwa plasenta yang tidak berkembang dengan sempurna atau rusak adalah salah satu komplikasi serius pada kehamilan. Hal ini disebut dengan insufisiensi plasenta.
Kondisi ini dapat disebabkan oleh aliran darah dari sang ibu tidak mencukupi di masa kehamilan. Sebagai konsekuensinya, plasenta yang tidak berkembang menyebabkan janin juga tidak dapat berkembang.
Efek dari insufisiensi plasenta ini adalah bisa mengalami kelainan (cacat bawaan lahir), persalinan prematur, hingga berat badan rendah saat lahir. Kondisi ini dapat disebabkan oleh anemia, diabetes, hipertensi, merokok, efek samping obat-obatan, dan gangguan pembekuan darah pada ibu.
- Plasenta Previa
Kelainan plasenta lainnya adalah plasenta previa. Plasenta previa dapat terjadi saat plasenta menutup sebagian atau seluruh bagian mulut rahim. Menurut dr. Kevin Adrian, kondisi ini dapat menyebabkan perdarahan parah pada vagina sebelum waktu bersalin. Perdarahan bisa banyak atau sedikit, dan akan berulang dalam beberapa hari. Perdarahan tersebut juga dapat muncul setelah berhubungan intim dan disertai dengan kontraksi atau kram perut.
Hal ini lebih sering terjadi di masa awal kehamilan dan dapat berkembang seiring dengan perkembangan rahim. dr. Tjin Willy mengatakan, plasenta previa bisa berbahaya, baik bagi ibu maupun janin. Pada ibu, plasenta previa dapat menyebabkan komplikasi berupa syok akibat pendarahan berat ketika proses persalinan dan penggumpalan darah.
Sedangkan pada janin, komplikasi yang dapat terjadi akibat plasenta previa adalah kelahiran secara prematur dan asfiksia janin (kondisi janin tidak mendapat cukup oksigen) di dalam kandungan. Tindakan operasi caesar adalah satu-satunya metode persalinan yang disarankan untuk ibu dengan gangguan plasenta previa.
- Plasenta Akreta
Kelainan plasenta terakhir yang bisa dialami oleh ibu hamil adalah kelainan plasenta akreta. Plasenta akreta adalah kondisi di mana pembuluh darah plasenta (ari-ari) atau bagian-bagian lain dari plasenta tumbuh terlalu dalam pada dinding rahim. Ini merupakan salah satu masalah kehamilan serius karena bisa membahayakan nyawa penderita.
Menurut dr. Tjin Willy, meski penyebab pasti plasenta akreta belum diketahui, kondisi ini diduga berkaitan dengan terjadinya plasenta previa atau bekas operasi caesar pada persalinan sebelumnya. Plasenta akreta terjadi pada sekitar lima atau sepuluh persen wanita dengan plasenta previa, dan pada sekitar 60 persen wanita yang pernah beberapa kali menjalani operasi caesar.
Saat kehamilan berlangsung, plasenta akreta umumnya tidak menimbulkan gejala atau tidak memiliki tanda-tanda yang bisa dilihat secara kasat mata. Namun pada sebagian kasus, plasenta akreta dapat menyebabkan pendarahan dari vagina di minggu ke-28 sampai ke-40 masa kehamilan (trimester ketiga).
Tindakan operasi caesar adalah salah satu metode persalinan yang disarankan untuk ibu dengan gangguan plasenta akreta. Bagi penderita yang ingin memiliki anak kembali atau kondisi plasenta akreta belum terlalu parah, maka operasi dapat dilakukan dengan mempertahankan keberadaan rahim.
Namun perlu diingat bahwa tindakan operasi caesar dengan memisahkan plasenta dari dinding rahim sendiri berisiko menimbulkan perdarahan hebat yang dapat membahayakan nyawa. Selain itu, operasi dengan meninggalkan sebagian besar plasenta guna mempertahankan rahim akan mengakibatkan risiko terjadinya komplikasi serius.
KL For GAEKON