Terpidana kasus korupsi Bank Jabar Banten (BJB) cabang Surabaya, Yudi Setiawan, sedang memperjuangkan keadilan. Melalui seorang advokat asal Surabaya, Judha Sasmita, Yudi menempuh upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. PK yang diajukan Direktur Utama PT Cipta Inti Parmindo (CIP) ini dilakukan setelah sebelumnya upaya kasasi ditolak oleh majelis hakim MA. Selanjutnya, segala prosedur untuk pengajuan PK termasuk surat permohonan menghadirkan Yudi Setiawan ke pengadilan yang menyidangkan permohonan PK telah ditempuh melalui Judha Sasmita selaku pihak yang ditunjuk sebagai pembela.
Persidangan yang seharusnya digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang berkedudukan di Sidoarjo pada tanggal 28 Februari 2023 lalu mendapat penundaan dari hakim Arwana, SH., M.H sebagai hakim pengadilan Tipikor Surabaya yang ditunjuk sebagai Ketua Majelis.
Mengapa Hakim Arwana Menunda Persidangan?
Salah satu penasehat hukum Yudi Setiawan, Judha Sasmita menjelaskan bahwa dalam persidangan permohonan peninjauan PK yang dilaksanakan di Pengadilan Tipikor Surabaya, tim penasehat hukum terpidana memohon supaya majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara permohonan PK Yudi Setiawan dapat menggelar persidangan secara offline dan dihadiri oleh Yudi Setiawan.
“Namun hingga persidangan yang lalu, Yudi Setiawan tidak juga didatangkan dari Lapas Kelas II-A Besi Nusakambangan,” ujar Judha (7/3/2023).
Untuk mendatangkan Yudi Setiawan ke persidangan permohonan PK di Pengadilan Tipikor Surabaya, Judha telah melakukannya secara prosedural, yaitu dengan mengirimkan surat yang ditujukan kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II-A Besi Nusakambangan.
“Dalam surat kami tertanggal 23 Februari 2023, kami menyebutkan perihal surat permohonan yang kami tujukan kepada Kalapas Kelas II-A Besi Nusakambangan, Sulardi, Bc.IP., SH tentang permohonan untuk menghadirkan narapidana atas nama Yudi Setiawan, ke sidang pada tanggal 28 Februari 2023,” jelas Judha Sasmita.
“Adapun surat yang kami mohonkan kepada Kalapas Kelas II-A Besi Nusakambangan tanggal 23 Februari 2023 itu berbunyi, sehubungan dengan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) yang dilakukan klien kami Yudi Setiawan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya dengan nomor: 2/Pid.Sus.PK/TPK/2023/PN.Sby Jo Nomor: 48/Pid.Sus-TPK/2015/PT.Sby Jo Nomor: 50/Pid.Sus/2014/PN.Sby dimana jadwal sidang akan diadakan pada tanggal 28 Februari 2023. Untuk itu, kami selaku kuasa hukum mohon kepada Bapak Kalapas, menghadirkan narapidana atas nama Yudi Setiawan ke hadapan sidang majelis hakim Peninjauan Kembali pada tanggal 28 Februari 2023 jam 09.00 WIB, sembari kami memohonkan pindah narapidana atas nama Yudi Setiawan dari Lapas Besi Nusa Kambangan ke Lapas Kelas II A Sidoarjo ke Dirjend PAS untuk Upaya Hukum Peninjauan Kembali di perkara yang lain lagi. Demi dapat terlaksananya sidang upaya Hukum Peninjauan Kembali ini kami mohon agar dapatnya difasilitasi dengan prosedur sesuai SOP Kementerian Hukum dan HAM, Direktorat Jendral Pemasyarakatan,” kata Judha Sasmita sembari menunjukkan dan membacakan surat permohonannya.
Judha berharap Yudi Setiawan diberikan izin untuk menghadiri sidang permohonan PK yang diajukannya. Penasehat hukum juga memberikan pernyataan bahwa Yudi akan kooperatif dan tidak akan melarikan diri.
“Kami juga siap menanggung seluruh biaya yang timbul dari Warga Binaan Yudi Setiawan dan personal pengawal dari Lapas Kelas II-A Besi Nusakambangan Cilacap untuk menghadiri sidang PK tanggal 28 Februari 2023 di Pengadilan Tipikor Surabaya pada Pengadilan Negeri Surabaya di Sidoarjo, termasuk biaya pemulangan kembali Warga Binaan bila perlu ke Lapas Besi Kelas II-A Nusakambangan Cilacap,” ujar Judha sambil menunjukkan surat pernyataan yang telah ditanda tangani.
Judha Sasmita sebagai pembela Yudi Setiawan juga mengeluhkan saat ia menjalin komunikasi dengan kliennya di Lapas Kelas II-A Besi Nusakambangan. Ia hanya mendapat kabar bahwa Yudi Setiawan di Lapas Kelas II-A Nusakambangan menghuni blok E-10.
Judha Sasmita sebagai pembela Yudi Setiawan pada persidangan permohonan PK juga mengirim surat pengaduan ke Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM). Dalam surat tertanggal 4 Maret 2023 tersebut, ia menceritakan tentang surat permohonannya kepada Kalapas Kelas II-A Besi Nusakambangan tanggal 23 Februari 2023 dengan nomor: 013/SRT-P/KRSNA/1/2023, tanggal 24 Pebruari 2023 perihal permohonan agar terpidana Yudi Setiawan dapat dipindahkan tempat menjalani hukumannya dari Lembaga Pemasyarakatan Besi, Kelas II-A Nusakambangan, Cilacap ke Lembaga Pemasyarakatan Sidoarjo, Jawa Timur, hingga saat ini belum ada jawaban kepastiannya.
Hal ini mengakibatkan persidangan terkait permohonan PK yang diajukan terpidana Yudi Setiawan, sebagaimana register perkara Nomor : 2/Pid.Sus.PK/TPK/2023/ PN. Sby jo nomor: 210 K/Pid.Sus/ 2018 jo. Nomor: 48/Pid.Sus/TPK/ 2015/PT.SBY, jo. Nomor: 50/Pid. Sus/2014/PN.Sby. menjadi tertunda juga.
Alasan Yudi Setiawan Mengajukan PK
Judha Sasmita dalam suratnya yang ditujukan kepada Dirjenpas tersebut juga menjelaskan bahwa alasan Yudi Setiawan mengajukan PK adalah adanya bukti baru atau novum.
“Berdasarkan pasal 265 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP jo Surat Edaran Mahkamah Agung RI nomor: 1 tahun 2012 tentang Pengajuan Permohonan PK, majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara permohonan pengajuan PK menghendaki supaya pemohon PK bisa hadir pada persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya,” ujar Judha.
“Namun hingga saat ini, pihak Lembaga Pemasyarakatan Besi Kelas II-A Nusakambangan Cilacap tidak pernah mengijinkan Yudi Setiawan untuk hadir dalam persidangan PK yang dimohonkannya,” keluh Judha.
Tidak diijinkannya Yudi Setiawan menghadiri persidangan PK yang dimohonkannya menurut Judha adalah bentuk pengebirian atau kebiri terhadap hak-hak seseorang untuk mendapatkan rasa keadilan yang harusnya diterima, meskipun saat ini menyandang status terpidana.
Menurut Judha Sasmita, kepindahan tempat penahanan Yudi Setiawan dari LP kelas I Surabaya di Porong, Sidoarjo ke LP Kelas II-A Besi Nusa Kambangan, Cilacap, adalah karena adanya dendam mantan pejabat LP Kelas 1 Surabaya di Porong, Sidoarjo, karena Yudi Setiawan ikut menjadi saksi dalam perkara pidana penganiayaan yang diduga dilakukan mantan Pejabat LP Kelas I Surabaya di Porong, Sidoarjo.
Judha berpendapat bahwa keikutsertaan Yudi Setiawan dalam mengungkap tindak kejahatan dan atau praktek kotor yang terjadi dalam lapas, harusnya diberi penghargaan, bukan malah ditindas dan dimasukkan ke lapas yang pengamanannya lebih ketat.
Isi surat yang ditulis penasehat hukum Yudi Setiawan untuk Dirjenpas Kemenkum HAM juga berkaitan dengan tidak diperbolehkannya penasehat hukum Yudi Setiawan untuk menemui maupun berkomunikasi dengan Yudi Setiawan meskipun telah mendapat izin dari Kanwil Menkum HAM di Jawa Tegah, adalah perbuatan yang melawan hukum dan melanggar HAM.
Judha Sasmita berharap kepada lembaga yang menaungi tentang HAM, juga memperhatikan hak-hak hukum Yudi Setiawan sebagai pihak yang mencari keadilan melalui PK.
Binadik Lapas Besi Kelas II-A Nusakambangan, Sugeng, mengatakan bahwa Lapas Kelas II-A Besi Nusakambangan masih menunggu surat izin dari Ditjenpas.
Sekilas Tentang Kasus Yudi Setiawan
Yudi Setiawan adalah terdakwa kasus korupsi kredit fiktif BJB yang dijatuhi hukuman pidana penjara selama 10 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya tanggal 1 Desember 2014.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya membebaskan Dirut PT. Cipta Inti Parmindo (CIP) ini dari dakwaan primer Jaksa Penuntut Umum (JPU), yakni pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 dan pasal 3 juncto UU omor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Namun, majelis hakim sependapat dengan dakwaan subsider JPU, melanggar pasal 3 dan pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Sedangkan dalam dakwaan subsider, Yudi dikenai pasal 5 ayat 1 UU nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menjelaskan, sebagai Direktur PT CIP, Yudi Setiawan tidak menjalankan perusahaanya dengan baik, dan telah menyalahgunakan kewenangannya dalam menjalankan fasilitas kredit yang diberikan Bank BJB sebesar Rp 58,22 miliar.