Anak kedua memang identik dengan kata “Nakal”. Stigma tersebut memang yang sudah banyak beredar di masyarakat. Berbeda dengan kakaknya (anak nomor satu) yang lebih pendiam dan nurut, anak kedua ini biasanya jauh lebih aktif.
Butuh tenaga ekstra untuk mendidik dan menasehati anak kedua. Karena biasanya mereka cenderung melawan jika dinasehati. Fakta lain yang berkembang di masyarakat tentang anak kedua ini adalah anak yang unik.
Selain unik anak ini lebih sensitif dibanding anak lainnya. Ia mudah marah dan menentang. Hal ini disebabkan karena ia merasa kurang cukup perhatian dari orang tua. Menurut ia, orang tuanya lebih sayang dan perhatian kepada anak pertama maupun anak ketiga, sehingga ia merasa dihiraukan dan diacuhkan.
Namun kabar mengenai anak kedua yang identik dengan nakal ini sebenarnya bagaimana? Benar atau tidak? Jika benar dipengaruhi oleh faktor apa? Banyak sekali pertanyaan yang ada dalam pikiran kita mengenai fakta anak kedua, karena memang stigma “Nakal” tersebut masih terus beredar di masyarakat sampai saat ini.
Seperti yang dikutip GAEKON dari Kumparan, menurut studi ekonom MIT oleh Joseph Doyle menjelaskan bahwa anak kedua memang lebih cenderung menunjukkan perilaku yang memberontak.
Namun hal tersebut ternyata berlaku untuk anak kedua laki-laki. Tidak serta merta kita menyalahkan anak, perilaku tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan di sekitarnya. Pengaruh dari luar tersebut yang kemudian ditiru oleh si anak kedua.
Bukan hanya faktor lingkungan luar saja, sifat dan perilaku anak kedua yang cenderung memberontak ini bisa datang dari anak pertama. Doyle juga mengatakan bahwa anak pertama yang menjadi panutan ini akan menggiring anak kedua untuk menjadikan kakaknya panutan.
“Anak sulung memiliki panutan, yaitu orang dewasa. Anak kedua, cenderung akan menjadikan kakaknya sebagai panutan,” kata Doyle.
Studi dalam jurnal Examining the Effects of Birth Order on Personality menunjukkan bahwa anak pertama ini mempunyai perilaku dominan dan menjadi kurang menyenangkan. Penelitian yang dilakukan Doyle adalah dengan menganalisis data dari keluarga di Denmark dan negara bagian Florida.
Dari penelitian Doyle tersebut didapatkan hasil yang konsisten mengenai anak kedua lebih nakal di dalam keluarga. Doyle juga mengatakan bahwa persentase kenakalan anak kedua ini mencapai 40 persen.
“Di dalam keluarga dengan dua anak atau lebih, anak kedua yang berjenis kelamin laki-laki berada di urutan 20 hingga 40 persen lebih mungkin untuk didisiplinkan di sekolah dan terlibat dengan kenakalan remaja jika dibandingkan dengan saudara lainnya,” terang Doyle.
Fakta baru terungkap, Doyle mengatakan bahwa faktor anak kedua cenderung lebih nakal ini dikarenakan orang tua menghabiskan waktu lebih banyak dengan anak pertama daripada dengan anak kedua.
Dalam penelitian Doyle bersama temannya ini juga menemukan bahwa investasi waktu orang tua yang diukur berdasarkan waktu usai kerja lebih tinggi dihabiskan bersama anak pertama di usia 2-4 tahun.
Namun bukan berarti anak kedua ini memiliki perbedaan yang sangat signifikan. Mereka bertingkah sedikit berbeda juga bukan atas kemauannya sendiri, namun karena beberapa faktor yang sudah dijelaskan di atas tadi.
Maka dari itu, sebagai orang tua sangat penting untuk bersikap adil dan memperhatikan semua anaknya tanpa terkecuali. Agar perilaku perilaku seperti nakal tersebut tidak dialami oleh anak.
KL For GAEKON