Bobroknya Penanganan Covid-19 di Surabaya, Pansos atau Fakta?

0
Bobroknya Penanganan Covid-19 di Surabaya, Pansos atau Fakta?

Gaekon.com – Aditya C Janottama lewat akun Twitternya @cakasana, beberapa hari yang lalu sempat membuat heboh linimasa medsos burung biru, karena membuat utas yang menceritakan pendapatnya mengenai buruknya penanganan Covid-19 di Surabaya.

Hal pertama yang disorot adalah mengenai RS rujukan. Menurutnya, tidak semua RS punya fasilitas yang sama, dan pada akhirnya tergantung kepada ‘nasib baik’ pasien dimana dirinya akan dirawat. Bila kebetulan dirawat di RS yang minim fasilitas, yah siap-siap saja bila mengalami perburukan kondisi.

Selanjutnya dia menyorot soal peran Pemkot. Mulai dari bantuan alkes maupun APD yang dirasa kurang, hingga menyindir bahwa Pemkot hanya sibuk mengurus medsosnya dan hanya mempersiapkan telur rebus dan wedang jahe, baik bagi tenaga kesehatan (nakes) di lapangan maupun warga Surabaya.

Intinya, si @cakasana ingin berbagi pendapatnya bahwa penanganan pandemi Covid-19 masih jauh dari yang seharusnya. Setelah itu dia sempat membuat koreksi soal bantuan yang akhirnya dikatakan telah diberikan baik oleh pemkot, pemprov dan pihak-pihak lainnya.

Terlepas dari motif sebenarnya dibalik tindakan dr Aditya, ada hal yang bisa kita jadikan pelajaran atau pertimbangan. Ada salah satu keluarga dari teman penulis yang positif Covid-19 beberapa saat yang lalu.

Dari hasil perbincangan, ternyata untuk dapat menemukan kamar di RS untuk perawatan pasien saja butuh perjuangan sendiri. Banyak RS yang pertamanya menolak dengan alasan penuh, namun tiba-tiba berbalik menawarkan ketika tahu pasien berobat dengan biaya sendiri.

Perihal disinfektan pun demikian. @cakasana sempat mengungkapkan dugaan bahwa ada sesuatu antara Walikota Risma dengan yang namanya disinfektan. Seperti diketahui, Pemkot rajin mengadakan penyemprotan disinfektan, baik di check poin PSBB hingga di jalan-jalan.

Namun yang jadi pertanyaan, apa sebenarnya yang disemportkan itu? Apakah memang aman disemprotkan untuk manusia dalam jangka pendek maupun panjang? Dan apa pula gunanya penyemprotan dilakukan pada gedung-gedung bertingkat? Sekadar menghabiskan anggaran saja?

Belum lagi ditambah kenyataan bahwa ada friksi antara Risma sebagai Walikota Surabaya dengan Gubernur Jatim Khofifah. Walau banyak yang menyangkal. kenyataan bahwa Jatim ada di peringkat dua nasional pasien terbanyak positif Corona, dan Surabaya menjadi kontributor terbesar angka penularan bagi Jatim, bisa diduga bahwa antara kedua pejabat publik ini ada sesuatu yang tidak sinkron.

Jadinya perlu dipikirkan kembali, apakah yang disampaikan oleh dr Aditya lewat @cakasan itu adalah hoaks, provokasi demi tujuan pansos, atau malah fakta yang berusaha ditutupi dan tak diakui keberadaannya?

Okelah kalau dr Aditya yang bisa kita anggap sebagai ‘whistle blower’ ini disanksi oleh RS tempatnya bekerja karena dianggap melanggar kode etik. Paling tidak, apa yang dia sampaikan dapat menjadi perhatian kita sebagai warga Surabaya.

Lalu, kalau Pemkot Surabaya dan Pemprov Jatim lalai dalam masalah penanganan Corona ini, siapa yang bakal memberikan sanksi untuk mereka? Bagaimana pendapat anda?

#suaragaekoners

 

W For GAEKON