Gaekon.com – Walaupun tanggalnya bervariasi setiap tahun, Hari Ibu Sedunia sebagian besar dirayakan pada hari Minggu kedua bulan Mei setiap tahun. Tahun ini, perayaannya jatuh pada 10 Mei. Seperti namanya, Hari Ibu adalah perayaan ibu keluarga, atas kontribusinya yang tiada henti terhadap pertumbuhan dan kesejahteraan anak-anaknya.
Walaupun memang satu hari benar-benar tidak cukup untuk membayar jasanya dan menghormati para ibu, hari itu mendorong orang untuk mengekspresikan rasa cinta di momen yang lebih spesial.
Posisi Ibu memang lebih diistimewakan dibandingkan para Ayah. Ibu dianggap merupakan sentral kasih sayang, perhatian dan yang menjadi pusat dari sebuah keluarga. Bahkan dalam peribahasa pun, kata “Ibu” lebih sering dipakai dibandingkan “Ayah”.
Bagaimana dengan idiom “Surga di telapak kaki Ibu?” Dan masih banyak yang lainnya. Indonesia sendiri mempunyai 22 Desember untuk kembali merayakan dan memperingati hebatnya sosok Ibu. Yah wajar saja memang, karena boleh dibilang Ibu lah yang beradu nyawa untuk melahirkan anaknya.
Eits, tapi nanti dulu. Itu terjadi pada saat kelahiran lebih didominasi oleh proses kelahiran normal. Sekarang, dengan kemajuan jaman, melakukan operasi cesar dianggap lebih aman. Apakah bisa dianggap, bahwa Ibu yang melahirkan lewat tindakan operasi, tak sebanding dengan mereka melahirkan secara normal?
Belum lagi, Ibu mungkin sudah mempunyai arti yang berbeda bagi segelintir orang. Bagaimana dengan cerita seorang anak, sebut saja namanya “Tole” memandang Ibu kandungnya yang tega memukulkan piring beling hingga Tole meninggal kehabisan darah? Hanya karena Tole menolak disuruh makan?
Peristiwa ini terjadi di Muara Enim, Sumsel, awal April yang lalu. Cerita semacam ini bukan yang pertama, dan pastinya tak akan menjadi yang terakhir. Perlu diingat dan dipahami, bahwa status “Ibu”, kadang terlalu berat disematkan, bagi mereka yang masih belum siap secara fisik maupun mental.
Sempat pula beredar di media sosial Twitter, tentang beberapa orang yang membikin cuitan satir, menyidir Ibu mereka yang dinilai sering membandingkan diri mereka dengan anak yang lain.
Ada yang menulis, “Lihat Megawati, umur segitu sudah pernah jadi presiden.” Yang lain berkata, “Lihat Susi Pudjiastuti, umur segitu sudah pernah menenggelamkan kapal,” dan lain sebagainya. Ungkapan perasaan kecewa karena dibandingkan dengan yang lain, seolah mereka ini sosok yang tak berharga.
Juga para Ayah yang kadang baper, merasa cemburu. Memang sih, ada Hari Ayah sedunia yang diperingati setiap hari Minggu di pekan ke tiga bulan Juni. Namun, tetap kalah pamor dengan Hari Ibu.
Padahal, Ayah juga komponen penting dalam keluarga. Anak juga membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari Ayah. Namun, paradigma yang berkembang, adalah Ayah sebagai tulang punggung (uang), dan Ibu yang mengurus dapur.
Seiring jaman, peran masing-masing kadang rancu, bahkan tertukar. Apakah salah? Rasanya sih tidak juga, selama mereka sepakat itulah yang terbaik. Bukankah setiap keluarga harusnya punya ‘jalan’ mereka sendiri?
Apapun itu, Ibu memang tak tergantikan. Nomor satu, numero uno! Selamat Hari Ibu Sedunia!
W For GAEKON