Gaekon.com – Setiap rumah adat di Indonesia memiliki khas masing-masing. Mulai dari bentuk hingga warnanya memiliki filosofi tersendiri. Kali ini GAEKON akan menyentil sedikit soal rumah tradisional Minangkabau, atau Rumah Gadang.
Seperti yang kalian tahu, ciri khas rumah gadang yaitu atapnya berbentuk lancip dan melengkung, mirip sekali dengan tanduk kerbau. Nah, apakah kalian tahu mengapa atapnya berbentuk seperti itu? Mengapa tidak kotak layaknya rumah pada umumnya?
Rumah Gadang
Gadang dalam bahasa minang artinya besar. Besar secara harafiah maupun fungsi. Secara struktural memang rumah adat minang ini berukuran besar, karena secara umum rumah adat ini terdiri dari sembilan ruang.
Rumah gadang ini terbilang unik, lantaran jumlah ruangannya dibuat sesuai dengan jumlah anak gadis di dalam satu keluarga.
Khusus anak perempuan yang telah menikah, maka akan diberikan kamar terpisah untuk dihuni bersama suaminya. Sementara, anak-anak perempuan yang masih gadis diharuskan tinggal bersama di dalam satu kamar.
Secara makna, rumah gadang menjadi pusat kehidupan keluarga satu kaum. Menjadi tempat untuk berkumpul bermusyawarah dan setiap agenda keluarga.
Saat kelurga mulai berkembang dan bertambah banyak, anggota keluarga mendirikan rumah-rumah di sisi-sisi rumah gadang tersebut.
Rumah gadang memiliki tiang utama yang berjumlah empat yang berasal dari pohon juha. Tiang-tiang tersebut umumnya memiliki diameter 40 cm hingga 60 cm.
Sebelum digunakan untuk tiang rumah, pohon juha direndam di dalam kolam selama bertahun-tahun. Hal itu bertujuan untuk menghasilkan tiang yang kuat dan kokoh.
Rumah gadang juga tidak menggunakan paku sebagai pengikat, tetapi menggunakan pasak sebagai sambungan. Hal ini membuat bangunan memiliki sifat yang sangat lentur.
Atap Rumah Mirip Tanduk Kerbau
Rumah ini terbilang unik karena bentuknya yang tampak menyerupai sebuah kapal dengan meruncing di kedua sisi kiri dan kanannya.
Bagian atap biasanya terbuat dari ijuk yang dijalin, kemudian ujungnya meruncing membentuk gonjong. Pemakaian ijuk sebagai simbol bahwa Rumah Gadang ramah lingkungan. Orang-orang asli Padang biasa menyebutnya rumah Bagonjong. Bentuk gonjong yang runcing diibaratkan seperti harapan untuk mencapai Tuhan.
Bentuk atap seringkali diasosikan mirip dengan tanduk kerbau. Bentuk atap yang mirip dengan tanduk itu merupakan representasi kerbau yang menjadi binatang paling dihormati oleh masyarakat adat.
Konon bentuk tanduk kerbau ini dilatarbelakangi oleh peristiwa adu kerbau yang dibawa oleh utusan dari Majapahit dan kerbau Minang.
Dalam peristiwa tersebut, utusan dari Majapahit membawa kerbau besar sedangkan kerbau dari Minang hanya menggunakan anak kerbau yang sengaja tak diberi makan agar kelaparan.
Anak kerbau tersebut kemudian diberi tanduk buatan dari besi yang terdiri dari enam besi tajam. Pertarungan pun dimenangkan oleh kerbau Minang.
Cerita kemenangan orang Minangkabau dalam adu kerbau dengan raja dari Jawa inilah yang dikenang masyarakat Minangkabau dengan membuat rumah gonjong di bagian atap rumahnya yang menyerupai tanduk kerbau.
Atap Bergonjong
Bentuk atap bergonjong mirip seperti susunan sirih. Gonjong merupakan bagian yang menjulang dan dihiasi ornamen pada puncaknya. Ornamen ini memiliki makna hirarki dalam kekuasaan pengambilan keputusan.
Bentuk lengkung dan dominan bermakna segala sesuatu tidak disampaikan secara langsung, namun diplomatis. Bentuk perahu merupakan wujud kenangan masyarakat Minangkabau terhadap leluhur yang berlayar ke daerah ini. Sedangkan bentuk topi Iskandar Zulkarnain melambangkan kekuasaan.
Atap bergonjong atau atap gonjong ini dulunya hanya digunakan pada rumah gadang di daerah dataran tinggi Minangkabau. Model atap ini tidak penah ditemukan di daerah pesisir, apalagi di kota-kota besar.
Masyarakat pesisir Minangkabau memiliki tipe rumahnya sendiri. Namun kini model atap bergonjong mudah ditemui di berbagai wilayah di Indonesia. Bahkan atap bergonjong juga menjadi penanda bagi rumah makan yang menyediakan masakan khas Minangkabau.
Pilar Warna-Warni
Rumah gadang memiliki pilar-pilar yang warna-warni. Pilar-pilar pada rumah gadang disusun dalam lima baris yang berjejeran di sepanjang rumah. Baris-baris ini merancang bagian pada interior menjadi empat ruang yang panjang, atau disebut lanjar.
Area lanjar bagian belakang dikhususkan sebagai kamar tidur. Sedangkan lanjar lain dapat digunakan sebagai area umum atau disebut juga dengan labuah gajah, yang digunakan untuk upacara-upacara tertentu.
Pilar-pilar ini digunakan sebagai background calon pasangan yang akan menikah di malam bainai. Malam bainai adalah malam terakhir bagi calon pengantin wanita Minangkabau merasakan kebebasan sebagai wanita lajang.
Motif Ukiran Rumah Gadang
Motif ukiran yang sering digunakan adalah daun, bunga, buah dan tumbuhan lainnya. Ukiran tersebut memiliki tiga filosofi berdasarkan adat basandi syarak, diantaranya yaitu:
- Ukue Jo Jangka, bermakna mengukur menggunakan jangka.
- Alue Jo Patuik, bermakna memperhatikan alur dan kepatuhan.
- Raso Jo Pariso, bermakna mengandalkan rasa dan memeriksa atas rujukan bentuk-bentuk geometris.
Semua motif ukiran berasal dari keindahan alam dan lingkungan, baik berupa tanaman, peralatan kehidupan sehari-hari, hingga nama-nama hewan.
Rumah Anti Gempa
Rumah adat Minangkabau dibangun dengan menyesuaikan lingkungan alamnya yang rawan gempa. Rumah gadang dibangun dengan tiang-tiang panjang yang menjulang keatas dan tahan terhadap guncangan. Sementara, kaki atau tiang bangunan bagian bawah tidak pernah menyentuh bumi atau tanah.
KA For GAEKON