Tradisi Seksual Di Papua Nugini, Anak-Anak Dibawah Umur Ini Dilegalkan Berhubungan Intim

0

Tradisi Seksual Di Papua Nugini, Anak-Anak Dibawah Umur Ini Dilegalkan Berhubungan IntimGaekon.com – Kepulauan Trobriander di Papua Nugini masih menjadikan seks sebagai kebudayaan. Di tempat ini masih melestarikan tradisi seksual yang wajib dilakukan oleh anak-anak.

Seperti yang dilansir GAEKON dari Kumparan, Kepulauan Trobriander atau dikenal sebagai Kepulauan Kiriwina ini berada di timur Papua Nugini, tepatnya di Laut Solomon. Disitulah, penduduk yang masih berusia di bawah 10 tahun dilegalkan untuk berhubungan intim dengan lawan jenisnya.

Bagi anak laki-laki mereka diperbolehkan melakukan hubungan seksual sejak usianya 8 hingga 12 tahun. Sementara bagi anak perempuan diperbolehkan berhubungan seks dengan laki-laki saat usia mereka menginjak 6 hingga 8 tahun.

Hubungan seksual pra nikah menjadi hal yang sangat wajar bagi masyarakat asli Kepulauan Trobriander. Bahkan, warga desa menyediakan Bukamatula, gubuk khusus bagi warganya yang ingin melakukan hubungan seksual.

Mereka akan melakukan hubungan suami-istri hingga matahari terbit. Pernikahan pada masyarakat asli Kepulauan Trobriand biasanya terjadi antara warga desa yang berbeda.

Namun, pernikahan ini biasanya terjadi karena tujuan politis atau yang berkaitan dengan garis keturunan.

Sebelum akhirnya dikawinkan, anak-anak di pulau ini akan menerima pelatihan atau pendidikan seksual, seperti kiat-kiat menggoda laki-laki sejak dini.

Setelah ritual, ibu dari kedua pasangan akan menyuguhkan kudapan berupa ubi masak sebagai hidangan ‘pernikahan’ dini tersebut.

Baik perempuan atau pria yang ingin tampil menarik dan mempesona di hadapan pasangan saat melakukan ritual ini, mereka biasanya akan menggunakan sihir cinta yang dipercaya oleh penduduk setempat.

Setelah menginjak usia 6 tahun, anak-anak perempuan Trobriander akan mengenakan aksesoris kerang yang diletakkan di pinggang sebagai bentuk kelas sosial mereka.

Kerang itulah yang dipercaya sebagai ‘sihir’ untuk menarik perhatian pria. Masyarakat Kepulauan Trobriand menganggap suatu ruh atau Baloma merupakan ayah sebenarnya dari bayi yang dilahirkan oleh wanita Kepulauan Trobriand.

Sedangkan pria hanya dianggap sebagai pintu atau pembuka jalan bagi ruh tersebut. Ketika sang bayi lahir, bayi tersebut menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari keluarga sang ibu, sehingga masyarakat Kepulauan Trobriand memiliki alur keturunan matrilineal.

Matrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ibu.

D For GAEKON