Desa Wae Rebo merupakan sebuah desa di Flores yang terletak pada ketinggian 1.200 mdpl. Pemandangan di desa ini berupa gunung-gunung yang berpadu dengan 7 rumah adat berbentuk kerucut. Desa ini terletak di barat daya Kota Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Perlu tenaga ekstra untuk dapat mencapai desa ini. Pengunjung harus berjalan kaki selama kurang lebih 3 hingga 4 jam, tergantung kondisi fisik. Jarak yang ditempuh adalah 7 km. Di desa ini jaringan seluler dan listrik hanya tersedia pada pukul 6 hingga 10 malam.
Bagaimana Cara Mencapai Desa Wae Rebo?
Pengunjung yang ingin ke Desa Wae Rebo harus memulai perjalanan dari Ruteng. Jika berangkat dari Denpasar, Bali maka dapat langsung menuju Ruteng lewat jalur udara. Opsi lain adalah menggunakan bis atau travel dari Labuan Bajo selama sekitar 6 jam.
Setelah sampai di Ruteng, perjalanan akan dilanjutkan menuju Desa Denge atau Dintor selama kurang lebih 2 jam. Perjalanan dapat menggunakan ojek atau truk kayu yang biasa ditemukan di Terminal Mena. Kendaraan ini beroperasi dari jam 09.00 hingga 10.00. Jika ingin hemat maka pilihlah truk kayu. Namun kekurangannya adalah truk kayu tidak beroperasi setiap hari. Desa ini adalah desa terakhir yang masih dapat diakses kendaraan. Selanjutnya perjalanan akan ditempuh dengan berjalan kaki ke Desa Wae Rebo selama 4 hingga 5 jam.
Ada Apa di Desa Wae Rebo?
Fasilitas homestay ada di Desa Denge, sekaligus penginapan itu tak jauh dari pusat informasi dan perpustakaan. Ketika tiba di Desa Wae Rebo, pengunjung dapat menumpang di rumah adat milik masyarakat setempat untuk menginap. Tidak ada penginapan khusus di desa ini karena hanya terdiri dari 7 rumah adat. Rumah adat yang disebut dengan Mbaru Niang ini telah bertahan selama 18 generasi.
Rumah Mbaru Niang terbuat dari kayu dengan atap yang terbuat dari ilalang yang dianyam. Bentuk rumah ini mengerucut ke atas. Tujuh rumah Mbaru Niang ini terletak mengumpul di lahan yang luas dan hijau, dihiasi latar belakang bukit-bukit indah. Suasananya juga sejuk karena masih dikelilingi Hutan Todo yang rindang dan kaya akan vegetasi. Di Hutan Todo banyak ditemukan anggrek, berbagai jenis pakis, dan beragam burung. Desa Wae Rebo juga dinobatkan sebagai tempat sejarah yang masuk dalam Situs Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO pada tahun 2012.
Kehidupan Masyarakat
Pendiri Desa War Rebo adalah Empu Maro yang membangun desa ini sekitar 100 tahun lalu. Desa ini kemudian berhasil dilestarikan oleh penduduk lokal hingga mencapai turunan ke-18. Sebagian besar masyarakat di Desa Wae Rebo bertani dan bertenun. Mereka menanam kopi, vanili, dan kayu manis yang juga mereka jual ke pasar yang berjarak sekitar 15km dari desa. Populasi di desa ini berjumlah 1.200 jiwa dan makanan pokoknya adalah singkong dan jagung.
Rumah Mbaru Niang adalah rumah yang menjadi ciri khas di desa ini. Rumah ini memiliki lima tingkat dimana setiap tingkat memiliki tujuan tertentu. Tingkatan pertama disebut dengan lutur atau tenda, yang menjadi tempat tinggal keluarga besar. Tingkatan kedua disebut dengan lobo atau loteng yang dikhususkan untuk menyimpan makanan dan barang. Tingkatan ketiga disebut dengan lentar yang merupakan tempat penyimpanan benih untuk musim tanam berikutnya. Tingkatan keempat disebut dengan lempa rae yang merupakan tempat menyimpan persediaan makanan jika terjadi kekeringan. Tingkatan kelima sekaligus teratas disebut dengan hekang kode. Tingkatan ini dianggap paling suci dan digunakan untuk tempat persembahan untuk leluhur.
Beragam keindahan yang ada di Desa Wae Rebo membuat banyak wisatawan mancanegara mengunjungi desa ini. Nah kalian sendiri sebagai warga negara Indonesia berminat nggak nih mengunjungi desa ini?
FT for GAEKON