BPJS Naik Orapopo, Tapi Tolong Negara Jangan Bikin Kami Bingung!

0
BPJS Naik Orapopo, Tapi Tolong Negara Jangan Bikin Kami Bingung!

Gaekon.com – Berapa puluh tahun sih negara kita ini merdeka? Kok sekedar ngurus sektor hajat hidup orang banyak kayak misalnya pangan, air minum, listrik, pendidikan, kesehatan saja kok rasanya nggak pernah bikin hati rakyatnya ayem tentrem.

Sekedar air PAM onok ae masalahe. Listrik Munggah mudun njeglek ae, tiba-tiba tagihan mundak. Pun demikian di sektor kesehatan. Pemerintah bikin program jaminan kesehatan yang bernama BPJS tapi kok narik uang ke rakyat. Lah uang pajak kemana semua pak? Di negara tetangga dana kesehatan ya dari pajak, ga ada pungutan macam-macam di luar itu.

Dari dulu saya geleng-geleng kepala saja melihat program BPJS dilansir pemerintah. Yaopo gak bingung, negara narik Iuran ke rakyat, lalu merasa telah menolong rakyat dengan program itu.

Saya pikir itu adalah fenomena kapitalisasi. Pendidikan dan kesehatan yang seharusnya adalah sektor publik, yang artinya negara harus bertanggung jawab penuh, malah diprivatisasi. Gampangane ngene, jare kewajiban negara, kok rakyat melok urunan maneh?

Jare salah satu begawan ekonomi di negeri ini, hal itu adalah praktik ekonomi pengetatan anggaran (austerity) yang dijalankan oleh pemerintah. Cirinya adalah anggaran sektor publik yang berdampak langsung pada hajat hidup rakyat dipangkas gila-gilaan.

BPJS jadi isu mengemuka pada hari ini. Publik heran dengan sikap tak tegas dari Presiden Joko Widodo yang kembali menaikkan iuran BPJS melalui Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Deloken iku, jok kaget. Lha wong sik ‘perubahan kedua’. Itu artinya ada ketiga, keempat, kelima, keenam dan ke-suwidak jaran kenaikan iuran.

Berikut ini kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang tertuang dalam Pasal 34. Iuran Kelas I yaitu sebesar Rp 150 ribu per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta.

Sementara, Iuran Kelas II yaitu sebesar Rp 100 ribu per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta. Iuran Kelas III Tahun 2020 sebesar Rp 25.500, tahun 2021 dan tahun berikutnya menjadi Rp 35 ribu.

Padahal, sebelumnya pemerintah telah membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan setelah Mahkamah Agung mengabulkan gugatan pembatalan kenaikan iuran yang diajukan oleh Ketua Umum Komunitas Pasien cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir pada 2 Januari 2020.

Gugatan yang terkabul itu membuat Iuran BPJS kembali ke nominal sebelumnya. Yakni, Kelas I sebesar Rp 80 ribu; Kelas II sebesar Rp 51 ribu; Kelas III sebesar Rp 25,500.

Sebelum gugatan dikabulkan rincian Iuran yang dinaikkan Jokowi sebagai berikut. Kelas I sebesar Rp 160 ribu; Kelas II sebesar Rp 110 ribu; kelas III sebesar Rp 42 ribu.

Nah di titik inilah masyarakat mencibir keras. Kok ya Inkonsisten. Apa iya nanti pola kayak begini terulang lagi. Iuran naik – digugat – gugatan kabul – iuran turun (tapi Bo’ong) – iuran naik lagi – digugat lagi. Ngunuo terus ae sampek matek cyuk!

Sudahlah, kalau memang negara nggak mampu nanggung uang jaminan kesehatan buat kami rakyat kecil ini, mbok ya bersikap ksatria. Ayok bikin konferensi pers dengan agenda permohonan maaf negara kepada rakyat.

Saya termasuk yang paling senang. Sebab, ndak pernah lo ada kata maaf dari pemerintah dan negara soal kebijakan-kebijakan yang nyatanya banyak begajulannya daripada yang membawa kesejahteraan rakyat. Intermezo sedikit, Saat corona dan begitu begajulannya kebijakan PSBB, apa negara pernah minta maaf?

Hayok semua pejabat negara dan siapa saja yang makan uang rakyat, mari kumpul pada momen itu. Lalu, minta maaflah kepada seluruh rakyat dengan bilang, maafkan kami memang tak mampu mengelola ini semua.

Kami tidak mampu melindungi, mensejahterakan dan mencerdaskan bangsa seperti yang telah diamanatkan undang-undang dasar. Mohon atas kebijaksanaan dan keluasan hati rakyat, maafkanlah kami. Sambil nunduk, atau membungkuk atau kalau perlu sujud sungkem cium perwakilan salah satu kaki rakyatnya.

Mungkin saya akan melompat dari kerumunan dan berteriak lantang pada mereka. “Orapopo bapak ibu sekalian saya maafkan. Kami bisa cari makan dan penghidupan kami sendiri seperti yang terjadi sekian puluh tahun kita merdeka”.

“Tapi tolong Jangan mengusik kami dan jangan bikin kami bingung!” Itu saja permohonan rakyat. Gampang kan?

K For GAEKON