Evaluasi GAEKON Terhadap PSBB ala Jokowi

0
Evaluasi GAEKON Terhadap PSBB ala Jokowi

Gaekon.com – Ketika banyak negara di dunia menghadapi kenyataan bahwa pandemi virus Covid-19 akhirnya masuk ke wilayahnya, otomatis yang terpikirkan adalah opsi Lockdown atau penghentian seluruh kegiatan di wilayah itu tanpa kecuali.

Tak hanya sekolah, perkantoran maupun tempat publik lainnya seperti pusat perbelanjaan, serta pabrik pun harus menghentikan kegiatan operasionalnya.

Dampak terbesarnya tentu pada sektor ekonomi. Boleh dibilang, semua sumber pendapatan ikut tertutup saat Lockdown diberlakukan. Mengacu pada peraturan, seharusnya pemerintah yang bertanggung jawab atas kebutuhan dasar masyarakat yang terdampak.

Namun, Indonesia memilih jalannya sendiri. Banyak yang mengatakan, Presiden Jokowi memilih menyelamatkan ekonomi dibanding menyelamatkan jiwa warganya dari resiko kematian akibat Corona.

Walaupun mendapatkan banyak cibiran terutama dari kaum oposisi, Jokowi tetap keukeuh dengan pendiriannya dengan memilih melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar alias PSBB. Sejauh ini, PSBB telah diberlakukan di 4 provinsi dan 22 kabupaten/kota.

Banyak yang beranggapan, opsi PSBB dipilih karena negara tidak mau (atau tidak mampu) memenuhi tanggungjawab mereka untuk menyediakan kebutuhan dasar warga terdampak, terutama dalam pangan dan uang.

Pada kenyataannya, pelaksanaan PSBB masih memiliki banyak lobang disana-sini. Tengok saja yang terjadi di Ibu Kota DKI Jakarta. Pelaksanaan penyaluran Bantuan Sosial pun banyak yang tidak tepat sasaran.

Malah hal ini menjadi bahan pergunjingan di dunia maya, mulai dari nilai bantuan tersebut, hingga wacana perbedaan antara Bantuan Sosial (Bansos) dan Bantuan Pemerintah. Malah ada yang mengaitkan dengan pencitraan yang dilakukan oleh sejumlah tokoh.

Sandiaga Uno pun ikutan terseret, hanya karena dia melakukan aksi sosial membagikan sembako bersama golongan Jokowi Mania (Jo-Man). Aksinya dihujat oleh pendukung Prabowo Sandi, yang diketahui sangat berseberangan dengan pihak Jokowi.

Tak hanya itu, pelaksanaan PSBB juga tak disambut antusias oleh warga dimana PSBB diterapkan. Lihat saja di warung-warung kopi, pasar, hingga ke lingkungan permukiman yang padat. Masih tampak banyak orang yang berkerumun, bahkan mulai berani menanggalkan masker.

Mungkin masyarakat sendiri merasa, penerapan PSBB juga tak efektif karena toh jumlah kasus baru tetap meningkat. Ditambah mulai munculnya banyak keluhan mereka yang kehilangan pendapatan akibat harus #dirumahsaja. Juga stress yang mulai menyerang, yang bisa menurunkan imunitas.

Akhirnya mau tak mau, pemerintah memutuskan bakal mengevaluasi, bahkan kalo perlu melonggarkan pelaksanaan PSBB. Hal ini disampaikan oleh Menko Polhukan Mahfud MD.

“Kita tahu ada keluhan ini sulit keluar, sulit berbelanja dan sebagainya, sulit mencari nafkah dan sebagainya. Kita sudah sedang memikirkan apa yang disebut relaksasi PSBB,” kata Mahfud saat siaran langsung melalui Instagram-nya @mohmahfudmd, Sabtu (2/5), sebagaimana dikutip GAEKON.

“Nanti akan diadakan. Sedang dipikirkan pelonggaran-pelonggaran. Misalnya rumah makan boleh buka dengan protokol begini, kemudian orang boleh berbelanja dengan protokol begini dan seterusnya dan seterusnya,” lanjutnya.

Lalu bagaimana ini ke depannya? Sudah pelaksanaan PSBB yang sekarang tidak efektif, malah akan diberi relaksasi. Jangan kaget bila nantinya pasien positif akan melonjak secara drastis.

Seharusnya bila opsi PSBB yang dipilih, ketegasan dalam pelaksanaannya tidak boleh ditawar. Bukannya sudah ada sanksinya? Namun yang terjadi di lapangan, sanksi bila hanya berupa ancaman, tak akan cukup untuk menimbulkan efek jera.

Warga +62 tampaknya baru akan menurut, bila ada penerapan sanksi yang tegas. Seperti saat peralihan dari helm seadanya ke helm stadard SNI, atau pelaksanaan keharusan menggunakan seat belt saat berkendara.

Himbauan dan ancaman secara lisan, hanya akan masuk kuping kiri keluar kuping kanan. Ayolah pemerintah, libatkan pula TNI selain pihak kepolisian. Menempatkan satu kendaraan tempur seperti tank di cek point daerah PSBB, akan menimbulkan efek yang berbeda.

Langsung berikan sanksi pada mereka yang melanggar. Jika sanksi berupa denda atau kurungan dianggap terlalu memberatkan, masih ada alternatif lain seperti menyita identitas, yang nantinya harus ditebus dengan syarat dan ketentuan yang berat.

Sejatinya masyarakat mau saja untuk diatur, selama cara untuk melaksanakannya itu tegas dan kelihatan hasilnya. Tentu semua pihak ingin agar pandemi ini segera berakhir. Rakyat hanya bisa menunggu bagaimana negara mengeksekusi gagasan mereka sendiri.

 

W For GAEKON