Gaekon.com – Umumnya aroma makanan menggugah selera yang dicari bahkan disukai banyak orang. Perut yang tadinya biasa saja mendadak lapar lantaran mencium aroma makanan yang enak.
Namun berbeda dengan di Islandia, mereka justru memiliki makanan khas berbau busuk. Meski bau tidak sedapnya mintak ampun, namun makanan ini menjadi favorit banyak orang di sana.
Hakari, iya makanan khas Islandia ini memiliki bau busuk yang unik. Melansir dari Wikipedia, Hakari terbuat dari daging ikan hiu Greenland. Ikan ini terkenal mengandung konsentrasi racun yang sangat tinggi dan memiliki bau sangat busuk.
Cara membuat Hakari yaitu terlebih dahulu membusukkan ikan.
Daging ikan hiu dikubur dalam timbunan batu kerikil untuk menghilangkan semua cairan, difermentasi, kemudian dipotong-potong.
Setelah dipotong-potong sesuai selera, ikan tersebut digantung agar benar-benar kering. Daging ikan hiu Greenland memang harus diolah dan diawetkan dahulu sebelum dikonsumsi, sebab ikan predator tersebut mengandung racun.
Proses pengawetan dengan cara digantung tersebut membutuhkan waktu selama berbulan-bulan.
Setelah proses pengawetan selesai, Hakari akan berbau seperti ikan busuk dan amonia. Biasanya untuk memudahkan memakan hakarl disediakan pula minuman khusus.
Makanan berbau busuk ini merupakan hidangan wajib dalam Thorrablt, festival pertengahan musim dingin Islandia yang berawal dari abad 19.
Baunya yang super busuk itu justru menjadi keunikan tersendiri dari ikan ini. Menurut seorang petualang kuliner dari Travel Channel, Andrew Zimmern menggambarkan bau hakari mengingatkannya pada beberapa hal paling mengerikan yang pernah ia cium dalam hidupnya.
Fermentasi ikan laut memang dikenal sejak lama oleh masyarakat untuk membuat ikan laut lebih tahan lama.
Fermentasi ikan laut menggunakan bakteri baik seperti bakteri Lactobacillus, Streptococcus, dan Lactococcus.
Bakteri baik dari jenis asam laktat tersebut juga bermanfaat bagi tubuh manusia. Salah satu manfaat dari bakteri asam laktat adalah menjaga dan melancarkan sistem pencernaan.
KA For GAEKON