Jam Gadang: Hadiah dari Ratu Belanda?

0
image_1581630297_5e45c359b580b.jpg (820×471)
https://m.brilio.net/creator/6-fakta-menarik-jam-gadang-di-bukittinggi-sumatra-barat-fbc78b.html

Salah satu menara yang paling ikonik di Indonesia adalah Jam Gadang. Menara jam setinggi 26 meter yang terletak di pusat Kota Bukittinggi, Sumatera Barat ini merupakan salah satu monumen peninggalan Pemerintah Hindia Belanda. Secara administratif, Jam Gadang terletak di Jalan Istana, Kelurahan Bukit Cangang, Kecamatan Guguk Panjang, Kota Bukittinggi. Lantas, bagaimana sejarah dibangunnya Jam Gadang? Yuk simak penjelasan di bawah ini.

Hadiah dari Ratu Belanda

Jam Gadang dibangun pada tahun 1926 dan merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker yang merupakan sekertaris Fort de Kock (saat ini Kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Batu pertama untuk pembangunan Jam Gadang diletakkan oleh putra Rook Maker yang masih berusia enam tahun. Namun ternyata, arsitektur Jam Gadang merupakan orang Indonesia benama Yazid Rajo Mangkuto. Sedangkan pelaksana pembangunannya adalah Haji Moran dan mandornya adalah St. Gigi Ameh.

Arti Jam Gadang

Jam Gadang memiliki dasar berbentuk persegi dengan ukuran 13 x 4 meter dan tinggi 26 meter. Pada tingkat kedua dari atas, terdapat jam dengan ukuran diameter 80 cm. Jam tersebut terletak di empat sisi luar menara. Hal ini yang mendasari menara ini disebut dengan Jam Gadang. Jam Gadang dalam Bahasa Minangkabau artinya adalah jam besar. Jam yang digunakan didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui Pelabuhan Teluk Bayur.

Fakta Jam Gadang

  • Mesin penggerak jam yang ada di menara Jam Gadang hanya ada dua di dunia, yakni terletak di Jam Gadang dan Big Ben, London. Jam ini juga memilki lonceng yang di permukaannya tertulis nama pabrik pembuat jam, yakni Vortmann Recklinghausen. Vortmann adalah nama belakang dari pembuat jam, yaitu Benhard Vortmann. Sedangkan Recklinghausen adalah nama sebuah Kota di Jerman tempat mesin jam diproduksi.
  • Jam Gadang konon dibangun tanpa besi penyangga maupun adukan semen. Menara ini dibangun hanya menggunakan campuran kapur, putih telur, dan pasir putih.
  • Total biaya yang dikeluarkan untuk membangun menara ini adalah 3.000 Gulden atau saat ini setara lebih dari Rp25 juta
  • Menara Jam Gadang adalah titik nol Kota Bukittinggi dan dijadikan penanda atau markah tanah.
  • Saat berita proklamasi kemerdekaan Indonesia diumumkan di Bukittinggi, bendera merah putih untuk pertama kalinya dikibarkan di puncak menara Jam Gadang. Pemuda yang memimpin massa untuk menaikkan bendera merah putih ke atas Jam Gadang adalah Mara Karma.

Perubahan dan Penyesuaian Atap Jam Gadang

Jam Gadang telah mengalami tiga kali perubahan dan penyesuaian pada atapnya sejak pertama kali didirikan. Atap awal menara ini berbentuk bulat dengan patung ayam jantan yang menghadap ke timur diletakkan di atasnya. Pada masa pendudukan Jepang, atap menara ini diubah menjadi bentuk pagoda. Setelah Indonesia merdeka, atap menara ini kemudian kembali diubah menjadi bentuk gonjong atau bentuk atap pada rumah adat Minangkabau (Rumah Gadang). Perubahan paling akhir dilakukan pada tahun 2010 oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dengan dukungan Pemerintah Kota Bukittinggi dan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta.

Pada Juli 2018, kawasan Jam Gadang direvitalisasi oleh pemerintah dan memakan biaya Rp18 miliar dan selesai pada Februari 2019.

 

FT for GAEKON