Kete Kesu Tana Toraja: Peninggalan Purbakala Kuburan Batu

0
Toraja
Sumber Foto: www.goodnewsfromindonesia.id

Gaekon.com – Desa tradisional di Kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan yang sangat terkenal yaitu Desa Kete Kesu. Desa ini bak museum hidup yang menyimpan tradisi unik masyarakat Toraja. Kira-kira tradisi unik seperti apa ya?

Kete Kesu

Kete Kesu adalah suatu desa wisata di kawasan Tana Toraja yang dikenal karena adat dan kehidupan tradisional masyarakat yang unik di kawasan ini.

Dari kejauhan nampak jelas desa tersebut berada di lembah pegunungan, terlihat bangunan-bangunan tongkonan dengan atap yang mirip tanduk kerbau yang didominasi oleh warna merah.

Di Desa ini terdapat 12 tongkonan, di depannya terdapat tongkonan yang lebih besar, tongkonan tersebut langsung menghadap ke arah pegunungan.

Dalam kepercayaan masyarakat Toraja ada anggapan bahwa arah utara melambangkan sebuah kehidupan, sedangkan sisi selatan merupakan bagian yang dianggap sebagai tempat bagi mereka yang meninggal dunia.

Kuburan Batu

Di dalam Kete Kesu terdapat peninggalan purbakala berupa kuburan batu yang diperkirakan berusia 700 tahun.

Jalur menuju bukit banyak berserakan tengkorak dan tulang manusia, beberapa diantaranya menumpuk pada suatu bejana.

Pada tebing bukit terdapat lubang untuk menguburkan mayat. Dalam tradisi setempat, warga yang berdarah bangsawan akan di makamkan di lubang tinggi, sedangkan orang biasa di kaki bukit.

Masyarakat Toraja percaya bahwa semakin tinggi orang tersebut dikubur, maka akan semakin mudah menuju jalan surga.

Pemakaman tersebut hanya digunakan bagi puan dan tuan yang memang sanggup untuk melaksanakan upacara Rambu Solok.

Untuk diketahui, Upacara Rambu Solok merupakan upacara adat kematian yang bertujuan untuk menyempurnakan arwah agar sampai di nirwana atau alam roh yang disebut puya.

Untuk mengadakan upacara tersebut harus memotong beberapa ekor kerbau yang harganya sangat mahal, oleh karena itulah hanya orang-orang tertentu yang sanggup melakukan upacara adat tersebut.

Memasuki wilayah kubur batu nampak jelas pemandangan yang eksotis, di setiap sudut terdapat jenazah-jenazah yang disemayamkan. Jenazah-jenazah tersebut terdiri dari dua jenis, yaitu jenazah To Maluka dan jenazah To Mate.

Jenazah To Maluka merupakan jenazah yang sengaja di semayamkan dan disimpan namun masih dianggap sebagai orang yang sakit, sedangkan jenazah To Mate merupakan jenazah dalam proses menuju upacara Rambu Solo.

Kepercayaan Aluk Tadolo

Sebelum kedatangan agama Islam dan Kristen, di Tana Toraja sudah ada sebuah kepercayaan yang disebut dengan Aluk Tadolo atau Alukta. Alukta sendiri sebenarnya tidak mengatur secara terperinci mengenai penyimpanan jenazah.

Jenazah yang disimpan menurut Alukta adalah jenazah yang sedang dalam proses To Mate. Lamanya penyimpanan jenazah sekitar 36 malam yang diperuntukkan bagi keluarga keturunan bangsawan.

Namun berdasarkan perkembangannya, jenazah yang disimpan juga diberi anggapan sebagai To Maluka, hanyalah orang yang sakit.

Perlakuan terhadap jenazah tersebut akan terus dilakukan hingga keluarga yang ditinggalkan mampu untuk mengadakan upacara pengantar jenazah menuju puya.

Oleh karena itulah, di setiap kubur batu selalu terlihat adanya sesaji berupa botol minuman, pakaian, benda kesayangan, hingga rokok. Hal itu sesuai dengan anggapan bahwa jenazah hanyalah orang yang sakit, belum menuju ke alam roh.

Rumah Adat Tongkonan

Tongkonan di Kete Kesu dibuat pertama kali pada abad ke-17. Ada delapan rumah adat Tongkonan yang diatur berbaris dan berhadapan dengan lumbung padi yang terhubung. Rumah ini ditempati sekitar 20 keluarga.

Dinding rumah adat Tongkonan dihiasi dengan tanduk kerbau dan ukiran indah sebagai penanda status pemilik rumah.

Rumah adat Tongkonan memiliki ciri khas memiliki atap seperti perahu. Proses pembuatan rumah dibantu oleh seluruh anggota keluarga.

Menurut masyarakat Toraja, masyarakat yang berdarah bangsawan yang boleh membangun rumah adat Tongkonan. Sedangkan, masyarakat biasa tinggal di rumah yang lebih kecil dengan desain yang tidak terlalu rumit, seperti Tongkonan.

Salah satu rumah adat Tongkonan di Desa Kete Kesu telah diubah menjadi museum. Museum tersebut berisi benda-benda bersejarah, keramik Tiongkok, patung, belati, parang, hingga bendera pertama yang pernah dikibarkan di Toraja.

Museum itu juga membuka workshop untuk wisatawan yang ingin melatih ketrampilan membuat kriya dari bambu.

Tiket Masuk Desa Kete Kesu

Harga tiket masuk Desa Kete Kesu sebesar Rp 15.000. Masyarakat Desa Kete Kesu dikenal sebagai pengrajin ukir yang terampil. Bambu atau batu diukir abstrak maupun geometris.

Beberapa souvenir dapat dibeli sebagai oleh-oleh, seperti perhiasan, hiasan dinding, tatakan gelas, senjata tradisional, dan sebagainya. Harganya bervariasi mulai yang murah hingga jutaan.

 

KA For GAEKON