Penggowes Sepeda Dadakan di Masa Pandemi dan Mereka Yang Resah

0
Penggowes Sepeda Dadakan di Masa Pandemi dan Mereka Yang Resah

Gaekon.com – Kala PSBB Covid-19 hingga memasuki masa new normal sekarang ini sontak bermunculan para penggowes sepeda. Mengapa saya sebut penggowes bukan penghobi atau pesepeda. Ya, karena Penggowes saya rasa sifatnya tak permanen. Hanya dadakan saja dan bukan hal rutin yang selalu mereka lakukan.

Aktivitas dadakan sebagai pelarian dari rasa bosan kala PSBB Covid-19 itu sebenarnya sah-sah saja. Malahan positif Lo ya. Tren bersepeda yang sedang nge-hits itu bikin orang punya awareness lagi akan kesehatan dengan cara berolahraga.

Kalau cuma sampai sejauh itu konteksnya, ya bisa saya maklumi. Tapi kalau sudah mengganggu kiri kanan dan punya potensi mengundang marabahaya, Yo mending turu hapean ae nang omah kon! Heuheuheu.

Penggowes dadakan saat pandemi Corona, nek jareku sih diinisiasi oleh para pelajar dan mahasiswa yang lagi libur sekolah atau kuliah. Timbangane tilang-tileng, di rumah mek belajar online tok, ya mending metu sepedaan.

Ape nandi mane arek-arek iku. Nang pasar, nang mall, nang tempat wisata, nang luar kota yo podo tutup kabeh. Akhirnya mereka lampiaskan suntuk dengan gowes dadakan di seputaran kota. Maka, akhir-akhir ini gak kaget kan nek kon sering ndelok akeh arek nom-nom sepedaan.

Dapak nek sepedaane mereka iku nggenah. Gak mangan dalan. Ambil lajur kiri dengan berjalan secara berbaris depan ke belakang. Lah iki gak e. Memang kecenderungan yang sering saya lihat di jalanan adalah, para penggowes dadakan ini sakarepe dewe. Ya meskipun gak semuanya. Tapi paling enggak, mereka saking enjoy dan akrab karo koncone iku sepedaan jejeran karo ngobrol ngalor ngidul. Gak ngereken pengguna jalan lain di belakangnya.

Nah hal ini yang mulai mengganggu sesama pengguna jalan yang lain. Kalau motor sih ga Masalah. Bodie cilik. Dadi tinggal nyelip ya wes.

Lain hal dengan mobil. Bodie gede toh. Mau nyalip para penggowes pasti kerepotan. Gak bisa asal nyelip. Dilema ape nyelip gak iso. Ngongkon arek-arek iku mbanterno ngepit Yo gak mungkin. Isok se, paling pupune arek gowes iku cuklek. Saking bantere.

Saya saksikan sendiri secara empiris penggowes minimal dua orang di jalan, cuma sedikit yang rela berjalan depan belakang. Mesti lak baris jejeran samping kanan samping kiri. Mangan dalan.

Saya hari ini juga gowes keliling kota. Sebab diajakin tetangga saya. Saya sadar diri. Sebagai sepeda dengan entitas fisik yang kecil dan kecepatan lambat dibanding kendaraan bermotor, saya usahakan berjalan di lajur paling kiri dan tak berjajar makan jalan.

Di tengah jalan alangkah terkejutnya saya. Rombongan mungkin se-RT atau se-RW, nggowes nutup satu jalur penuh. Mobil motor di belakang massa gowes itu harus pasrah jadi buntut tak bisa nyalip sama-sekali untuk sementara waktu.

Saya berpendapat kecenderungan untuk nggowes berjajar hingga ke tengah jalan itu ada sangkut pautnya dengan budaya kita yang suka ngobrol dan nongkrong. Di warung kita nongkrong bareng, di jalanan ya agaknya kita terbawa pengaruh kebiasaan itu.

Lebih jauh, kebiasaan buruk itu bisa mengakibatkan kecelakaan. Coba tengok itu di medsos ada berapa video rekaman kecelakaan penggowes dengan kendaraan bermotor selama masa pandemi ini.

Onok penggowes yang ketabrak karena mendadak bermanuver ke tengah jalan. Di video lain ada juga penggowes masuk lubang parit akibat terlalu ngebut saat menghindari laju mobil di depannya ketika di belokan tajam. Di Video lain penggowes hampir tertabrak pengemudi mobil saat makan jalan bersama geng gowesnya. Sopir yang nggak terima sontak berseloroh, “Cok! Sepedaan nengah-nengah Kon iku”.

Hehe, itu semuanya masih soal keselamatan berkendara Lo ya. Belum soal kepatuhan terhadap Protokol Covid-19. Penggowes tidak pakai masker. Akeh iku! Penggowes nggak jaga jarak. Wah sak arat-arat!

Intinya bersepeda saat pandemi yo Monggo Slur! Tapi ya ojok sampe niate sehat malah dadi sekarat! Heuheuheu.

K For GAEKON