
Yogyakarta – Edukasi pencegahan risiko bencana yang dilakukan Komisi A DPRD DIY ini akibat cuaca ekstrim melanda. Bencana alam seringkali terjadi di wilayah DIY beberapa minggu terakhir.
Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto mengatakan, tujuan edukasi pencegahan ini dilakukan untuk mendidik masyarakat supaya tangguh menghadapi bencana alam. Lima aspek yang perlu dilakukan dalam mitigasi bencana yakni Pencegahan, Kesiapsiagaan, Kedaruratan, Rehabilitasi/Rekonstruksi dan Relokasi. Disebutkan, di wilayah DIY terdapat 301 desa dan kelurahan yang rawan bencana.
“Di DIY sampai bulan Maret tahun ini telah dibangun 246 kelurahan tangguh bencana dan desa tangguh bencana,” ujar Eko Suwanto dalam pertemuan dan silaturahmi warga tangguh bencana.
Eko berharap di tahun 2026 seluruh desa di DIY memiliki fasilitas Destana (desa tangguh bencana) dan Katana (kelurahan tangguh bencana). Rencananya, 301 desa tangguh bencana akan selesai pada 2022. Sebanyak 88 satuan pendidikan aman bencana yang menyasar sekolah-sekolah juga sudah dibentuk Pemprov DIY.
“Meski telah membentuk itu semua, pemerintah masih punya PR, yakni perlunya edukasi bagi kelompok-kelompok masyarakat untuk memahami mitigasi bencana agar dilakukan,” ujar politisi muda PDI Perjuangan ini.
Eko menambahkan terkait anggaran, tidak ada masalah dalam APBD DIY. Terbukti dalam satu tahun bisa mengerjakan 20 sampai 31 Destana dan Katana.
“Soal anggaran, Komisi A DPRD DIY bersama Pemprov DIY memprioritaskan mitigasi bencana. Tahun 2020 ini kami bangun 21 Destana/Katana. Insya Allah nanti di 2020 akan tambah lagi. Prinsipnya kita lakukan percepatan pembangunan Destana/Katana,” jelasnya.
Pihaknya berharap Pemprov dapat mengedukasi Katana/Destana termasuk Kampung Tangguh Bencana secara berkesinambungan. Termasuk mendukung anggaran untuk rapat koordinasi di tiap desa atau kelurahan.
“Pengurus Destana, Katana dan KTB ini orang hebat yang memiliki jiwa membantu orang lain sangat hebat. Kita apresiasi kerja-kerja para aktivis ini, Pemprov harus alokasikan anggaran untuk mendukung operasionalnya setelah diresmikan atau dikukuhkan agar fungsi edukasi mitigasi bencana kepada masyarakat bisa ditingkatkan”, ungkapnya.
Acara ini diikuti oleh 150 Ketua Katana & KTB se-Kota Jogja. Dengan pembicara Kepala Pelaksana BPBD DIJ Biwara Yuswantana, Kepala Pelaksana BPBD Kota Jogja Hari Wahyudi dan Pejabat dari BBWSO Sakti Rahardiansah.
Mengenai edukasi mitigasi bencana kepada masyarakat, sebelumnya Staf Ahli Gubernur DIY Bidang Sosial Budaya dan Kemasyarakatan, Drs. Bayu Haryana, M.Si mengatakan bahwa masyarakat harus tetap membudayakan hidup dengan kesiapan menghadapi bencana.
“Kita harus membudayakan hidup dengan kesiapan dan antisipatif terhadap bencana, yaitu menjadi bagian dari budaya masyarakat yang terintegrasi dalam berbagai sistem dan aspek kehidupan masyarakat,” ungkap Bayu Haryana, selaku inspektur upacara, saat membacakan sambutan tertulis Gubernur DIY dalam upacara peringatan hari kesiapsiagaan bencana Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta di Lapangan Panahan Yogyakarta.
Dengan merencanakan bagaimana menanggapi bencana geologi apabila terjadi (preparadnes) atau kesiagaan bencana, karakter dari setiap macam bencana itu perlu dipahami agar dapat menyusun strategi menghadapi ancamannya. Memperkirakan waktu kejadian dan pemetaan daerah-daerah yang terancam serta aktivitas mitigasi bencana berdasarkan karakter dari bencana yang terjadi.
“Dengan menyusun dan melaksanakan rencana aksi pengurangan risiko bencana akhirnya nanti dapat mendukung serta menjamin tercapainya tujuan dan sarana pembangunan berkelanjutan yang didukung kelembagaan dan kapasitas sumber daya yang memadai. Dengan adanya kepercayaan, kepedulian jejaring kerja sama, serta partisipasi aktif dari berbagai pihak, yakni pemerintah, swasta, masyarakat dan institusi atau lembaga lainnya,” tambahnya.
Drs. Bayu Haryana, M.Si. melanjutkan bahwa, Manajemen bencana merupakan kewaspadaan dan kesiapsiagaan untuk mengurangi atau menghindari ancaman bahaya yang dapat berpotensi menimbulkan bencana yang merugikan, yaitu memahami bahwa manajemen bencana adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam pembangunan masyarakat yang berkelanjutan.
Masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana, perlu dipersiapkan secara dini untuk mengantisipasi bencana, yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menangani dan menekan angka korban akibat bencana.
Masyarakat perlu mengerti dan memahami pentingnya pengenalan jenis bencana, pemetaan daerah rawan bencana, zonasi daerah bahaya dan prakiraan risiko bencana, penyusunan prosedur dan tata cara penanganan bencana, pemasyarakatan kesiagaan dan peningkatan kemampuan, mitigasi fisik, serta pengembangan teknologi bencana alam. Kegiatan ini harus didukung oleh semua unsur terkait, baik oleh aparatur pemerintah, akademisi maupun swasta, institusi atau lembaga, dan masyarakat.
“Penanggulangan bencana juga senantiasa mengutamakan partisipasi masyarakat, karena pada prinsipnya setiap masyarakat mempunyai hak untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan melalui intermediasi, dan legitimasi yang mewakili kepentingannya,” pungkas Drs. Bayu Haryana, M.Si.
Indonesia merupakan negeri dengan potensi bencana alam sangat tinggi khususnya untuk bencana gempa bumi, letusan gunung berapi, dan tsunami karena terletak pada pertemuan tiga lempeng/kerak bumi aktif. Dalam rangka mengurangi dampak bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana sosialisasikan mitigasi bencana dan cara penanggulangannya.
Kepala Bidang Humas BNPB Rita Rosita mengatakan perubahan paradigma dari tanggap darurat menjadi siaga bencana, bahwa bencana tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang harus diterima begitu saja. Tetapi, juga bisa diantisipasi kejadian bencana, korban dan diminimalisir dampaknya.
“Edukasi bencana sangat perlu dilakukan sebagai pembelajaran dan perkenalan awal pada mitigasi bencana. Sehingga diharapkan dapat menambah pengetahuan dibidang bencana dan selalu siap dalam menghadapi bencana serta mengetahui tindakan yang harus dilakukan saat evakuasi terjadi.”kata Rita. Pemberdayaan anak usia sejak dini untuk memahami mitigasi bencana merupakan langkah awal membangun masyarakat sadar bencana. Sehingga ketika terjadi bencana, siswa, guru, dan masyarakat tidak lagi kebingungan dan panik karena telah memahami bagaimana cara mengurangi risiko bencana. Dengan harapan pengetahuan yang didapat ditularkan pada lingkungan sekitar dalam rangka mengurangi risiko bencana.
KL For GAEKON