Kebo Emprit dan Hidup Curigaan

0

Kebo Emprit dan Hidup CurigaanGaekon.com – Memang susah kalau hidup isinya curigaan mulu. Apa-apa dicurigai. Capek rasanya hidup seperti itu. Hutan Alas yang semula penduduknya Hepi, tiba-tiba jadi naik tensi.

“Sedianya apa yang jadi penyebabnya?” kata Kebo yang asyik makan rumput. Emprit yang naik di punggungnya pun langsung saja nyamber urun menjawab. “Bo! itu kan masalah klasik, apalagi sebabnya kalau bukan pertarungan politik,” emprit berseloroh.

Memang sih, Hutan Alas kini lagi anget-angetnya suasana menjelang pesta demokrasi. Hewan-hewan mulai nyalon buat jadi lurah dan wakilnya. Ada Pakde Kuntul-Cak Luwak, Cak Garangan-Yuk Undur-undur. Mereka bertarung secara tidak sadar bahwa mereka cuma budak sistem Pemilu. Lagi-lagi pertarungan dimulai dengan pencitraan. Bukan dengan pertarungan ide dan gagasan.

Gara-gara politik pencitraan, Kontestasi belum resmi saja tensi sudah memanas. Yang bikin panas ya lagi-lagi ulah para pendengung. Tak jelas betul apa spesies hewan alas yang jago bikin runyam hidup itu. Lebah bukan, tawon bukan. Kumpulan nyamuk bukan, lalat juga bukan.

Di Hutan Alas para pendengung itu selalu terbang bergerombol. Jadi ya susah buat mengidentifikasi mereka ini hewan jenis apa pastinya. Tapi yang jelas mereka itu sejenis serangga hutan.

Pernah suatu hari Pakde Kuntul melakukan kunjungan silaturahmi ke sarang salah satu penduduk Hutan Alas yang dikabarkan sakit. Apa yang terjadi kemudian adalah narasi runyam bikinan para serangga itu.

“Alah itu cuma pencitraan. Waktunya pemilihan Adipati saja tebar pesonanya,” ucap para pendengung Cak Garangan nyinyir.

“Kok Pencitraan ini tuh namanya peduli,” balas pasukan serangga Pakde Kuntul.

Malah, Serangga yang gelap mata itu pun melemparkan rasa curiga mereka pada si sakit yang disambangi Pakde Kuntul.

“Kok mau-maunya dibesuk orang lagi pencitraan,” ketus salah satu serangga.

“Siapa si sakit itu ayok kita telusuri identitasnya. Jangan-jangan dia pendukung kubu sebelah,” Serangga yang lain ikut merespon.

Kasian betul si sakit. Sudah tidak didoakan segera sembuh. Malah jadi bahan pergunjingan dan target kebencian. Kedua kubu serangga tak sadar kalau sudah terjebak dalam lingkaran setan. Mencintai dan membenci jagoannya secara berlebih-lebihan.

“Lah iya Mprit, cek susahe uripe Wong-wong iku. Nyambangi salah-gak nyambangi Yo salah,” kata Kebo pada Emprit.

“Mending kayak kita ini yang saling percaya ya Bo.” Tegas Si Emprit.

Di Hutan Alas memang Kebo dan Emprit ini dikenal sepasang makhluk yang nggak saling curigaan. Antar keduanya tulus saling percaya satu sama lain.

Kebo makan rumput mempersilahkan badannya dihinggapi Emprit. Burung mungil itu merasa lumayan dapat snack gratis dari kutu-kutu di tubuhnya.

Kebo percaya kalau Emprit ndak bakalan berbuat aneh-aneh. Kebo ndak pernah bersuudhon, jangan-jangan Emprit naik punggungku ini dalam rangka mau menguasai aku. Atau jangan-jangan dia mau menyuntikkan racun di tubuhku. Ndak, Ndak ada sama sekali percikan prasangka seperti itu pada diri Kebo.

Sementara Emprit juga begitu. Dia juga ndak pernah merasa, jangan-jangan Kebo ini cuma manfaatin aku aja. Jangan-jangan Biar dia dapat treatment gratis. Lumayan kan dia, daripada harus keluar duit di salon kecantikan.

Pun bagi Emprit Kebo adalah sahabat setianya. Keduanya hidup asyik. Nggak saling curigaan. Nggak kayak kedua paslon dan serangga-serangga mereka. Yang hidupnya runyam karena banyak menekan kata “jangan-jangan”.

“Tapi sob, kenapa ya istriku Nyai Kebowati suka mencurigai aku di rumah. Kalau aku habis makan masakannya terus aku diem saja-nggak bilang enak-katanya aku Ndak suka. Padahal kan satu piring itu aku habiskan sampai bersih-jadi bikin yang kora-kora enteng kerjanya.”

“Makan sampai habis kan tandanya masakannya enak?,” tanya Kebo.

 

K For GAEKON