Gaekon.com – Sebagian dari kalian yang pernah berkunjung ke Bali pasti pernah mendengar tentang patung bayi raksasa di Gianyar. Bahkan mungkin ada yang sudah pernah mengunjunginya. Namun apakah kalian tahu apa saja mitos yang berkembang tentang adanya patung bayi ini?
Patung bayi raksasa ini terletak di persimpangan Jalan Raya Sakah, Desa Batuan Kaler, Kecamatan Sukowati, Gianyar, Bali. Tak heran jika akhirnya patung ini kerap disebut dengan Patung Bayi Sakah, lantaran lokasinya di Sakah.
Sejarah Patung Bayi Sakah
Masyarakat Bali terutama warga Gianyar kerap mendengar cerita mistis terkait patung bayi sakah ini. Patung ini sudah berdiri sejak tahun 1989.
Sejak dahulu, tidak ada satupun masyarakat Bali yang diperbolehkan mengungkap sejarah pembangunan patung bayi dengan duduk bersila itu. Hingga akhirnya, pemangku pengayah di patung bayi sakah mempublikasikan cerita pembangunan patung bayi.
Jero Mangku Ida Bagus Balik, keturunan pendonatur dan pencetus ide pembuatan patung itu mengungkapnya ke publik.
Awalnya, Jero Mangku Ambara yang lebih akrab disapa Ida Bagus Balik ini enggan mempublikasikan bagaimana sejarah berdiri dan filosofi patung yang sebagai simbolis Siwa Budha itu.
Namun, setelah menentukan hari baik dan tentunya persiapan yang matang, akhirnya ia bersedia membuka ke publik untuk mengobati rasa penasaran masyarakat Bali dan seluruh Indonesia.
“Sejak dulu, banyak siswa, mahasiswa dan media yang meminta penjelasan kepada saya. Namun, saya tidak jelaskan karena untuk membuka sejarah dan filosofinya harus di hari yang tepat dan kepada orang yang tepat pula,” ujar Gus Balik.
Ide untuk membangun patung itu berawal dari niat mantan Bupati Gianyar Cokorda Darana pada tahun 1989. Kala itu, Cokorda Darana mengajak sejumlah praktisi sejarah dan prajuru desa Batuan untuk melaksanakan sangkep (rapat).
Tujuan rapat itu adalah untuk membahas kehendak Bupati Darana untuk membuat patung di seluruh simpang tiga dan simpang empat yang ada di Kabupaten Gianyar.
“Kuncinya, adanya imbauan untuk membuat patung yang bisa dijadikan kebanggaan, sekali lagi yang menjadi kebanggaan. Pada saat itu diadakan rapat yang mengundang pakar-pakar sejarah untuk membahas patung apa yang akan dibangun,” ungkap Gus Balik.
Rapat pertama ternyata tidak menghasilkan keputusan. Kebanyakan dari peserta rapat kala itu mengajukan ide untuk membangun patung wayang, dan patung Kapten I Wayan Dipta.
Menurut penjelasan Gus Balik, kalau patung wayang, dan patung Kapten I Wayan Dipta, tidak akan menjadi kebanggaan masyarakat Bali khususnya di Gianyar.
Sebab, kalau di daerah lain dibangun patung pejuang dan wayang, maka patung yang akan dibuat itu tidak akan menjadi kebanggaan lagi bagi masyarakat Bali. Akhirnya, setelah dilaksanakan rapat kedua, diputuskanlah untuk membangun patung Sang Hyang Brahma Lelare itu.
Sang Hyang Brahma Lelare
Dahulu kala ada seorang warga yang memiliki ilmu spiritual tinggi mendapat wahyu dari Sang Hyang Widhi, agar membangun sebuah patung bayi di persimpangan Jalan Raya Sakah. Patung bayi pun didirikan dengan ukuran raksasa dan memiliki nama lain Sang Hyang Brahma Lelare.
Brahma Lelare adalah patung yang berwujud bayi. Wujud bayi dipilih karena sesuai filosofi bahwa bayi adalah simbol kelahiran manusia di dunia.
Patung ini dibangun di Jalan Raya Sakah, tepatnya di Banjar Belah Tanah lantaran menurut Gus Balik karena tanah yang terdapat di simpang tiga Jalan Raya Sakah itu, secara niskala disebut Blah –Tanah-Sake-Ah, artinya di tengah belahan tanah, terdapat sebuah sake (adegan) dan ah (tidak ada batas antara atas dan bawah).
Mitos yang berkembang menurut warga setempat, pada saat bulan purnama terdengar suara bayi menangis yang ditengarai dari patung Bayi Sakah. Bahkan terkadang, ketika ada warga yang melewati jalan tersebut seperti melihat patung bayi menoleh ke arahnya.
Cerita yang berkaitan dengan patung ini seringkali mengerikan dan menakutkan. Beberapa mengklaim telah melihat kepala patung bayi Sakah itu bergeser dan mengintip ke arah mereka yang berada di lokasi.
Persimpangan tempat patung itu bertengger juga tidak diketahui oleh tragedi kendaraan. Tak butuh waktu lama bagi warga sekitar untuk mencapnya sebagai kutukan.
Soal penyebutan patung Bayi Sakah, karena Sakah berasal dari kata Saka yang artinya sebuah tiang yang kokoh.
Patung bayi Sakah ini terlihat dengan wujud sedang duduk bersila. Patung ini berukuran besar dan menghadap ke selatan. Sedangkan di sebelah kanan dan kiri patung ini ditumbuhi dua Pohon Pule dan di sekeliling patung itu terdapat pagar besi.
Banyak yang Tangkil ke Patung Bayi Sakah
Meski aura mistisnya sangat kuat, namun banyak orang yang datang atau tangkil ke patung Bayi Sakah. Mereka kerap menghaturkan sesajen berupa banten, canang, dan lainnya untuk meminta keturunan bagi pasangan yang belum dikaruniai anak.
Orang-orang non Hindu juga terlihat datang ke patung bayi sakah, bahkan ada beberapa orang yang berhasil mendapat keturunan setelah berdoa di patung bayi tersebut.
KA For GAEKON