Seringkali ditemukan satu bidang tanah memiliki lebih dari satu bukti kepemilikan. Baik berupa sertifikat hak milik (SHM) maupun bukti lainnya. Bukti itu dimiliki lebih dari satu pihak yang mengklaim sama-sama sebagai pemilik sah atas tanah tersebut.
Bahkan, bukti-bukti yang dimiliki masing-masing pihak sama-sama asli dan diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Nah, bagaimana cara membuktikan siapa pemilik sah tanah tersebut? Anda yang merasa sebagai pemilik sah tanah tersebut bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Anda bisa menggugat BPN untuk membatalkan sertifikat milik pihak lain yang sudah terlanjur diterbitkan. Nantinya, majelis hakim akan membuktikan dalam persidangan siapa sebenarnya pemilik sah tanah tersebut.
Humas PTUN Surabaya Ardoyo Wardana mengatakan, majelis hakim akan mencermati bukti-bukti sebelum memutuskan untuk membatalkan salah satu SHM. Misalnya prosedur penerbitan dan kewenangan BPN dan institusi lain dalam menerbitkan SHM sudah benar atau tidak.
Salah satu yang menjadi dasar majelis hakim dalam menguji SHM antara lain dengan perundang-undangan dan asas umum pemerintahan. SHM akan dibatalkan jika prosedur dalam penerbitannya dianggap cacat.
“Misalnya dalam prosedur harus ada publikasi. Tapi, faktanya setelah terbit sertifikat tidak pernah diumumkan. Salah satunya itu yang dianggap cacat,” ucapnya.
Namun, tidak jarang PTUN mempertimbangkan dengan cara melihat SHM mana yang terlebih dahulu diterbitkan. Menurut Ardoyo, sertifikat yang terlebih dahulu bisa dikatakan sebagai yang benar setelah melalui beberapa pertimbangan lain.
“Harusnya tidak mungkin tumpang tindih karena sudah ada data yuridis. Misal yang satu terbit 1970 yang satu 2003. Yang 2003 ini kan sama dengan menindih sertifikat yang sebelumnya sudah ada,” ungkapnya.
Ardoyo yang juga hakim di PTUN enggan menyatakan jika sertifikat yang dibatalkan berarti palsu. PTUN dalam sengketa ini menurutnya hanya menelahaan dari sisi administrasinya saja. Sementara untuk membuktikan sertifikat palsu atau tidak, para pihak biasanya melanjutkan perkaranya secara perdata maupun pidana. (*)
L for GAEKON